4


"Mas kok lama sih buka pintunya? Aku sama anak-anak gedor-gedor dari tadi! Dan Mas kenapa sampe ngos-ngosan gitu, Mas lagi ngapain?"

Liana melihat Agus yang hanya menggunakan celana pendek, dengan tubuh bersimbah keringat.

"Benerin pompa air macet di belakang, untung dah bisa."

"Alhamdulillah tumben Mas mau ngerjakan itu, eh tapi masa Mas gak dengar aku teriak-teriak?"

"Dengar tapi kan nanggung jadi aku teruskan benerinnya tinggal sedikit aja."

"Horeee papa pinter sekarang,  Biasanya selalu nyuruh-nyuruh aja."

Tiba-tiba Adel masuk sambil menatap papanya dengan tatapan polos anak-anak, ia bertepuk tangan dengan riang.

"Ck, udah-udah sana masuk kamar semua, papa mau mandi trus berangkat kerja."

Adel dan Ayu segera menuju tempat mainan.

"Eh Adel, ayo periksa buku biar besok siapa tahu ada tugas."

"Bentar Ma."

"Nggak boleh bentar-bentar."

"Hmmm, Mama kalo Ayu boleh."

"Ayu tadi udah Mama tanya, katanya nggak ada tugas, udah ah jangan ngomong aja."

Liana menuju kamar Ranti dan mengetuk perlahan, agak lama baru pintu sedikit terbuka, yang terlihat hanya wajah Ranti saja dan bahunya yang terlihat terbuka.

"Ada apa Kak? Aku mau tidur bentar, nanti jam tujuh malam bangunkan aku ya kak, mau ngerjakan tugas lagi di rumah Dena."

"Kamu kayak kecapean Ranti, suara kamu kayak lemes gitu, pasti banyak ya tugasnya, jangan lupa minum vitamin, itu di kotak obat ada, yaudah tidur sana dulu nanti kakak bangunkan lagi, dan jangan selalu kerja malam tugasnya, pagi-pagi masih mau kuliah."

"Besok nggak ada jam kuliah Kak, jadi aku nginep lagi."

"Oh iya iya."

Dan Ranti menutup pintu kamarnya ia terlihat lega. Bersandar pada pintu kamar dengan hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Makanya Kakak tetep aja mau sama kingkong itu meski dia males dan sedikit menghasilkan uang, enak banget dia sih, bikin nagih, ngga kayak Gandi meski aku dapat uang banyak tapi badanku remuk disakiti, tapi nggak papa lah, Gandi jadi ATM, si kingkong buat pemuas di ranjang,  baru kali ini aku dibuat pingin terus, mandi dulu ah, bentar lagi balik apartemen."

Sementara itu di kamarnya, Agus sudah bersiap hendak berangkat kerja.

"Mas, tadi Mas Bram nelepon aku, mulai bulan depan in shaa Allah Mas Agus akan masuk pagi, karena Mas akan dipindah ke bagian admin, bantu-bantu di sana katanya."

Agus kaget dan ia menggeleng dengan cepat.

"Hubungi dia, aku masuk malam aja, aku sudah bisa beradaptasi, pagi bisa enak istirahat di rumah, biar gak papa dah, aku sudah menyesuaikan diri dengan jam kerja malam."

Liana mengerutkan keningnya.

"Loh Mas kan pernah bilang kayak kalong lah kalo kerja malam, bikin cepat lelah, kerjanya kayak satpam."

"Nggak dah, nggak papa, lebih enak malam ternyata."

.
.
.

Pagi sekitar jam delapan Bi Ica masuk lewat pintu belakang, ia sudah diberi kunci oleh Liana sehingga bisa masuk meski di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Ia segera membawa cucian kotor di bak untuk segera dicuci lalu masuk ke dalam rumah menuju kamar Adel dan Ayu untuk membersihkan kamar dan membenahi kasur, saat melewati kamar Ranti mendadak ia berhenti. Terdengar suara-suara yang mencurigakan, ia tempelkan telinganya ke pintu kamar Ranti, terdengar desah keras Agus dan teriakan-teriakan Ranti hingga Bi Ica mundur selangkah sambil memegang dadanya. Lalu bergegas melangkah cepat ke kamar Ayu dan Adel.

"Astaghfirullah ya Allah, setan apa yang merasuk pada kedua orang itu, Pak Agus juga nggak ada terima kasihnya punya istri sabar, adik si ibu juga sudah dikasi tempat kok malah mengkhianati kakaknya, ya Allah kasihan bener Bu Liana, mau lapor nggak akan dipercaya, nggak lapor kok aku jadi ikutan berdosa, gimana ini, aku tak berhenti saja dari pada bingung gini, tapi aku butuh uang?

Tak lama pintu kamar Ranti terbuka dan terdengar tawa keduanya lalu senyap sejenak dan agak jauh terdengar lagi suara-suara aneh itu lagi.

Bi Ica duduk di kasur, ia lagi-lagi hanya termenung, tak tahu apa yang harus dilakukan.

.
.
.

"Maaf Sayang aku harus pulang pagi dari apartemen, di rumah kakakku aku harus bantu kerjaan rumah, ok Minggu depan pasti aku layani kamu sampai puas, muach Sayaaang."

Ranti menutup pembicaraan dengan Gandi dan di kamarnya Agus masih memeluknya, tubuh mereka tak menggunakan apapun.

"Tadi si bibi lihat loh, waktu kamu gendong aku dari kamar mandi masuk ke kamar ini, kita nggak pake baju lagi, semoga dia nggak lapor Kak Liana."

"Nggak akan berani, lihat aja, lagian dia butuh uang, dia nggak akan ambil resiko macam-macam."

Dan Ranti tiba-tiba saja mendorong Agus hingga ia berada di atas laki-laki itu, bergerak dengan liar hingga napas keduanya kembali saling memburu.

"Ini bedanya kamu sama kakakmu, Ranti." Agus memejamkan matanya sambil menikmati setiap pergerakan Ranti.

Ranti tak menanggapi ucapan Agus ia sibuk menikmati kenikmatan yang tak ia dapatkan dari Gandi atau laki-laki manapun.

.
.
.

"Ada apa Bi Ica datang sangat pagi?"

Bi Ica menunduk merasa bersalah. Ia tak berani menatap wajah sabar Liana.

"Saya ... saya ingin berhenti Bu."

Liana kaget bukan main. Ia merasa selama ini tak ada masalah, yang pasti ia akan kelabakan jika Bi Ica tak bekerja padanya lagi. Cucian, setrikaan yang menggunung dan kondisi rumah yang harus sering dibersihkan.

"Ada apa? Apa Bi Ica minta dinaikkan bayarannya?"

"Bukan Bu."

"Lalu?"

"Hanya ingin berhenti saja."

Liana mendekati Bi Ica, ia pegang tangan wanita paruh baya itu.

"Saya mohon, Bibi jangan berhenti, kasihani saya."

Dan Bi Ica tak tega mendengar permohonan Liana meski hatinya berkecamuk tak karuan.

.
.
.

Keesokan harinya, Agus kaget saat tiba-tiba saja Liana pulang ke rumahnya secara mendadak saat Agus hendak ke kamar Ranti dengan hanya menggunakan celana pendek dan bertelanjang dada, langkahnya terhenti pas di depan pintu kamar Ranti.

"Mas mau ke mana? Kok ke arah belakang? Biasanya juga paling anti ke dapur, kapan hari aku juga heran aja Mas mau-maunya betulkan pompa air, tumben aja dan kenapa juga berhenti pas di depan pintu kamar Ranti?"

"Lah kamu juga tumben pulang? Apa kamu bisa seenaknya pulang dari kantor? Kamu ngomong kok kayak curiga sama aku, apa aku sudah sinting mau sama adikmu? Lagian aku mau ke dapur kok dirasa aneh."

"Ya nggak biasanya saja Mas ke area belakang yang biasanya jijik padahal bersih, kok tiba-tiba saja ke belakang."

Agus menatap tajam mata Liana.

"Kamu waras kan? Aku ini suamimu, hampir sembilan tahun aku jadi suamimu kok bisa nuduh sembarangan."

"Justru karena Mas suami aku makanya aku hafal betul kebiasaan Mas!"

🔥🔥🔥

2 Januari 2023 (19.48)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top