3


"Adikmu itu beneran anak nggak tahu aturan, sudah dua hari nggak pulang dan kamu kayak tenang aja."

Agus yang baru datang dari tempat kerja barunya terlihat berwajah keruh, sedang Liana justru bersiap hendak berangkat ke kantornya, Ayu dan Adel sudah sejak tadi duduk dengan tenang di ruang tamu menunggu Liana yang masih menggunakan sepatu dan meraih tasnya yang ada di meja.

"Kan malah enak, Mas nggak sering-sering ketemu Ranti yang kayaknya bikin Mas nggak nyaman? Terus terang aku minta maaf kalo kehadiran Ranti di rumah ini bikin Mas nggak betah di rumah, aku kakaknya, tempat satu-satunya dia bernaung, mau nggak mau aku harus urus dia, aku sayang dia karena kami sekarang hanya berdua."

"Nggak gitu, kamu kayak tenang aja, dia cewek, ilang dua hari kamu santai aja, aku sih nggak urusan hanya aneh aja kamu yang awalnya terlihat khawatir karena dia sendiri di rumah orang tuamu eh ini malah tenang aja meski dua hari nggak pulang."

"Dia sudah pamit, nginep di rumah temannya karena ngerjakan tugas kuliahnya, aku percaya karena dia vc ke aku saat di rumah temannya, udah lah Mas aku mau berangkat dan antar anak-anak sekolah, Mas gimana? Nyaman di tempat kerja baru? Ditelateni dulu, kerja malam dengan situasi dan suasana baru."

"Yah gimana lagi, biar kamu puas dan anak-anak nggak malu punya papa pengangguran, iya kan Adel?"

Adel mengangguk dengan cepat, wajahnya terlihat riang.

"Kan Adel bisa cerita ke ibu guru kalo papa sudah kerja, kerjanya malam dan datang pagi, kerja apaan itu Pa?"

"Ya kerja kantor pokoknya, nggak usah banyak tanya, udah sana berangkat, papa mau tidur."

Liana tidak berbicara lagi, ia menggandeng kedua putrinya menuju mobil yang terparkir di garasi yang tidak seberapa besar itu.

.
.
.

Sementara di tempat lain, di sebuah apartemen mewah, Ranti terlihat masih tertidur dengan nyenyak, ia terlihat kelelahan, kasur juga masih acak-acakan, tubuh telanjangnya berbalut selimut yang tidak sempurna menutupi tubunya, dua hari ia menemani laki-laki yang setahun ini telah membuatnya nyaman dengan segala fasilitas, uang dan barang-barang mahal.

Terdengar pintu kamar mandi terbuka, muncul laki-laki gagah dan tampan yang hanya berbalut handuk sepinggang, lalu mulai memakai semua bajunya, meletakkan amplop tebal berwarna coklat di dekat Ranti lalu saat hendak meninggalkan apartemen laki-laki itu sejenak menatap tubuh Ranti yang tergeletak begitu saja. Senyum miringnya hanya terlihat sejenak lalu kembali pada mode dingin.

"Kau di sini dulu, nanti malam aku pasti kembali, aku masih akan kembali ke rumahku dulu, aku tak puas jika hanya dua hari denganmu, belum puas menikmati tubuhmu, uang yang aku berikan juga tak sedikit jadi aku minta layanan paripurna, bai Sayang, istirahatlah sebelum nanti aku buat kau kelelahan lagi."

Gandi meninggalkan Ranti yang masih tak bergerak di tempat tidur, setelah sebelumnya ia usap kepala Ranti. Memang sejak awal berhubungan, mereka telah mengadakan perjanjian jika tak akan pernah ada ikatan, hanya kepuasan satu sama lain dan selesai semua urusan karena keduanya memperoleh apa yang mereka inginkan.

Selang satu jam kemudian setelah Gandi pergi, Ranti terlihat mulai bergerak, ia menggeliat dan mulai membuka matanya. Menoleh pada sisi sebelah yang telah kosong dan hanya terlihat amplot tebal, senyum lebar Ranti mengembang.

"Haaah jadi hidup lagi aku lihat amplop setebel ini, biar gak papa aku dibikin lelah, sakit seluruh tubuh, perih juga ini di bawah, yang penting dapat duit segunung buat muasin diri setelah muasin ayang ganteng." Ranti menciumi amplop coklat itu dan menyibak selimut yang tak sempurna menutupi tubuhnya. Ia tertegun sejenak melihat banyaknya jejak-jejak percintaan di tubuhnya.

"Hmmm, biasa deh selalu gini kalo sebulan lebih gak ketemu, jadi kayak kehausan dia, untung dah siap baju tertutup, ntar mau pulang dulu bentar, trus mau tanya teman tugas udah dikerjain apa belum? Kalo udah tak belikan makanan atau apa ya, ah mikir entaran aja deh."

Ranti bangkit dan berjalan sambil meringis kesakitan.

"Sial! Sakit juga ternyata kalo dibuat jalan, heran aja, minum obat kuat apa tuh orang dua hari ini aku dibikin lelah, sempat istirahat sih tapi kebanyakan gituannya, kalo nggak ingat uangnya ogah juga dibuat kayak mainan ssshhh kok perih banget sih?"

Ranti berjalan pelan hingga sampai di kamar mandi, dan merasa lebih nyaman saat telah berendam di dalam bathup.

.
.
.

Jam dua belas siang Ranti sampai di rumah Liana, ia masuk begitu saja, melihat Agus yang terlentang di sofa ruang tamu hanya menggunakan celana pendek tanpa baju.

"Hmmm, kakaaak, kakak, kasihan amat, dulu apa yang dilihat sama laki-laki ini, kok ya mau-maunya sama laki-laki model gini, nggak jelek-jelek amat sebenarnya hanya sifatnya yang bikin kesel, pemalas, maunya yang enak-enak aja."

Dan Ranti berlalu menuju kamarnya, ia melepaskan lelah, membuka semua bajunya hingga tersisa hanya celana dalam lalu menggunakan kaos kedodoran sebelum merebahkan diri.

"Tidur dulu ah, ngembalikan tenaga, ntar malam balik apartemen biar kuat ngelayanin ayang."

Ranti memejamkan mata dan segera tertidur tak lama kemudian. Sementara Agus yang mulai terbangun terlihat menggeliat dan bangkit, duduk di sofa, ia melihat pintu kamar Ranti yang terbuka.

"Pak!"

Agus kaget dengan panggilan Bi Ica.

"Eh iya Bi, ada apa?"

"Mohon maaf saya ijin pulang duluan, ada tetangga pas depan rumah meninggal mau dikubur nanti sore, kalo saya nggak ke sana kok rasanya nggak enak saya Pak, semua kerjaan sudah beres, jadi ..."

"Iya silakan."

"Maaf lagi Pak, Non Ranti sudah datang dan dia kayaknya sudah tidur, nanti biasanya pas jam 14.00 Dik Adel dan Dik Ayu pulang diantar orang suruhan ibu dari kantor, tolong pintu di buka ya Pak kasihan kalau mereka menunggu lama di luar."

"Iyaaa aku tunggu anak-anak Bi, sudah sana pulang."

Saat Bi Ica pulang, segera Agus menutup pintu dan menguncinya. Langkah kakinya menuju kamar Ranti, sejenak ia ragu namun hasrat liarnya seketika muncul, ia buka perlahan pintu kamar Ranti yang tak terkunci dan pemandangan di kasur sungguh membuatnya semakin gelap mata, Ranti yang hanya menggunakan kaos kedodoran tidur terlentang dengan paha terbuka, kaos yang digunakan sudah tidak beraturan semakin membuat napasnya memburu.

Agus menurunkan celana pendek berikut celana dalamnya dan bergerak ke kasur Ranti, segera menindihnya dan menjamah apa yang bisa ia jamah. Detik demi detik berlalu hingga mata Ranti terbuka dan ia kaget' bukan main saat tahu siapa laki-laki yang kini berada di atas tubuhnya, ia berteriak sekerasnya dan berusaha bangkit namun tenaga Ranti tak seberapa dibandingkan tenaga Agus yang bertubuh tinggi besar. Ia merasakan celana dalamnya dibuka paksa dan ia merasakan perih saat tanpa aba-aba Agus telah bergerak kasar.

"Berteriaklah sekerasnya, tak ada orang di sini, toh sama saja kau melayani laki-laki lain atau aku? Akan aku buat kamu ketagihan, aku yakin setelah ini kau akan merasakan nikmat yang tak kau dapat dari laki-laki manapun."

Agus melihat tubuh Ranti yang bergerak kasar searah gerakannya. Ranti memejamkan mata menahan sakit tapi setengah jam kemudian keadaan berubah justru Ranti terlihat menikmati kesakitan yang ia rasakan. Agus tersenyum mengejek.

"Heh! Dasar jalang, tadi mati-matian menolak, sekarang malah mendesah nggak karu-karuan."

.
.
.

"Mana anak-anak Mas? Kok sepi? Ranti juga apa sudah datang dia?"

Liana yang baru datang segera bertanya saat rumah terllihat sepi.

Agus yang masih tidur tengkurap di kasur hanya membuka mata sebentar lalu tertutup lagi.

"Tadi anak-anak sudah pulang tapi aku telepon adikku untuk menjemput anak-anak agar diantar ke rumah ibuku dan Ranti ada di kamarnya kayaknya."

"Mas kok kayak kelelahan sih sampe nggak kuat buka mata? Aku mau jemput anak-anak ke rumah ibuk aku khawatir Adel ada PR besok Mas, Mas ini gimana sih, anak-anak ya seneng aja diantar ke rumah neneknya."

"Ck berisik, nanti juga diantar ke sini lagi sama adikku."

"Biar aku yang jemput mereka."

"Terserah!"

Dan Liana bergegas ke luar lagi dari kamarnya. Agus segera bangkit perlahan. Ia melirik jam yang ada di kamarnya. Mulutnya menyeringai, ia berpikir masih ada waktu untuk kembali menikmati tubuh Ranti, lalu bergegas menuju kamar belakang. Ia buka lebar tapi yang ia cari tak ada di sana.

"Ke mana dia?"

"Kamu cari aku?"

Agus berbalik dan menemukan Ranti yang berdiri di belakangnya tanpa menggunakan apapun.

"Tunggu, akan aku layani kamu, sepuas yang kamu minta, asal kamu bayar aku."

Agus tak peduli, ia bergegas menggendong Ranti menuju kasur.

"Berapapun yang kamu minta akan aku turuti."

🔥🔥🔥

1 Januari 2023 (19.28)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top