1
"Ngapain Ranti juga mau kamu ajak tinggal di sini? Kita sudah cukup kesulitan hidup kamu kok malah mau bawa adik kamu."
Agus terlihat tak suka saat Liana mengutarakan maksudnya hendak mengajak adiknya untuk tinggal bersama mereka mengingat ibunda Liana meninggal seminggu yang lalu hingga Ranti adik Liana harus tinggal sendirian di rumah orang tua Liana dan Liana seolah jadi kakak yang tak becus jika membiarkan adiknya hidup sendiri.
"Dia cewek Mas, hidup sendirian, aku khawatir, kewajibanku menghidupi adikku, apalagi bapak dan ibu sudah meninggal."
"Toh dia sudah besar, sudah berkuliah, biar saja dia hidup sendiri aku yakin bisa."
"Baiklah, aku nggak akan membahas masalah ini lagi, hanya aku usul Mas juga mulai cari kerja lagi agar beban hidup kita tidak semakin berat."
Agus terlihat tersinggung, ia menggebrak meja sambil menatap tajam istrinya.
"Oh kamu keberatan uang kamu terpakai aku dan tidak masalah jika adikmu yang menghabiskannya?"
"Mas, coba berpikir jernih, Mas sudah empat bulan hanya diam saja sejak di PHK, anak-anak sudah mulai banyak biaya, Adel SD kelas 2 dan Ayu juga sudah mulai masuk TK A, kalo Mas nggak bantu aku mana bisa kita bertahan hidup, kalau Ranti kita ajak tinggal di sini, rumah peninggalan orang tuaku bisa aku kontrakan dan Ranti bisa hidup dari uang itu."
"Kau kan juga lihat kalau aku sudah berusaha mencari kerja? Kamu pikir aku diam saja?"
Liana menghela napas, suaminya jadi mudah marah sejak diPHK karena ada pengurangan karyawan di perusahaan suaminya, meski Liana tahu bagaimana kinerja suaminya yang pemalas, kurang cekatan dan lebih suka berfoya-foya, entah apa yang dulu membuat ia menyukai suaminya, Liana hanya mengembalikan semuanya pada takdir jodoh.
"Aku akan bantu Mas mencarikan kerja, ke teman-temanku atau sepupuku yang punya perusahaan."
"Nggak usah!"
.
.
.
"Mas aku berangkat, aku antar Adel dan Ayu, nanti jam 8 Bi Ica datang, suru masak aja yang ada di kulkas."
Agus tak menyahut, ia hanya mengangguk sambil memejamkan mata, masih bergelung di kasur dan belum bangun.
Liana hanya mengembuskan nafas. Ia raih tasnya dan menuju ke pintu dan mendapati ke dua buah hatinya sudah menunggu di ruang tamu.
"Ayo Ma, cepat, ntar Adel telat."
Adel sudah berdiri saat Liana baru ke luar dari kamarnya.
"Iya ayo Mama antar Adel dulu nanti baru Ayu."
Baru saja melangkah menuju mobil, ponsel Liana berbunyi, ia buka tasnya dan melihat ada nama adiknya di sana.
"Kak gimana? Boleh kan aku tinggal sama Kakak? Aku takut di sini sendirian, ngeri, tiap malam sulit tidur aku."
Liana terlihat bingung ingin menjawab apa.
"Aku pokoknya nanti ke rumah Kakak, mau dijawab boleh ato nggak pokoknya aku pindah ke rumah Kakak."
"Iya ... iya Ranti, kakak antar Adel dan Ayu dulu ya, kita sambung nanti."
"Ayo Maaaa." Adel lagi-lagi merengek.
"Iya, iya Sayang, ayo masuk ke mobil, kita berangkat."
Liana mengeluarkan kunci mobil dan membukakan pintu untuk kedua anaknya, Adel memang lebih ekspresif, sedang Ayu lebih banyak diam meski secara usia lebih muda.
Liana mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menuju sekolah Adel baru kemudian menuju sekolah Ayu.
"Ma, papa kok di rumah terus? Kerjanya cuman tidur aja, nggak punya kerjaan papa ya Ma? Kemarin ibu guru nyuru Adel cerita di depan kelas apa kerjaan papa, Adel bingung dan diam saja, trus nangis, kan malu, teman-teman Adel cerita kalo papanya ada yang kerja di kantor, trus ada yang polisi, ada yang buang sampah, papa Adel apa kerjanya? Masa Adel mau bilang kerjanya cuman tidur."
Liana diam saja, ia memahami apa yang dirasakan anaknya.
"Bentar lagi papa kerja kok Adel, Adel sebenarnya bisa cerita kalo papa sebelumnya kerja di kantor lalu berhenti tapi nanti akan kerja lagi."
"Kapan Ma?"
"Nggak akan lama lagi."
"Iya kapan? Besok?"
"Nggak lama lagi Sayang."
"Hmmm, mama bohong."
Liana diam saja, ia tak tahu lagi harus menjawab apa.
.
.
.
Sekitar jam 8 Bi Ica datang, ia langsung ke dapur, melihat beberapa bahan yang tersedia di kulkas dan mengeluarkannya, lalu mulai memasak sayur dan lauk.
"Bi, kata Liana bahan sudah di kulkas."
Tiba-tiba saja Agus sudah di dekat dapur kotor.
"Iya Pak, ini sudah saya siapkan."
"Aku pergi dulu."
"Iya Pak."
Bi Ica melihat Agus berpakaian rapi, entah hendak ke mana karena yang ia tahu Agus tidak bekerja lagi.
Baru saja Bi Ica menutup pintu, terdengar pintu pagar terbuka, ia melihat Ranti yang membawa travel bag besar, satu tas ransel dan satu tas kecil.
"Dik Ranti mau nginap di sini?"
Bi Ica bertanya setelah gadis itu telah sampai di ruang tamu.
"Aku mau tinggal di sini, bukan mau nginap."
"Ibu sudah tahu?"
"Sudah tadi aku sudah bilang."
Wajah Bi Ica terlihat bingung.
"Soalnya tadi Pak Agus nggak pesan apa-apa waktu mau berangkat, biasanya kalo ada yang mau nginap, kamar belakang itu yang di suru siapkan."
Wajah Ranti terlihat gusar.
"Ini rumah kakakku, aku juga sudah bilang dan dia bilang iya."
Dan Ranti menyeret travel bagnya menuju kamar belakang. Bi Ica hanya bisa geleng-geleng kepala.
Sesampainya di kamar Ranti langsung meletakkan di pojok kamar travel bagnya yang besar, lalu dua tas ia letakkan bersisian di dekat pintu.
"Pembantu aja sok ngatur, aku mau tiduran dulu ah, kuliah juga masih nanti sore."
Ranti membuka kaos dan celana jeansnya berikut kaos yang ia pakai, lalu mengaitkannya pada pengait yang ada di dekat lemari, ia membuka travel bag, meraih kaos tanpa lengan lalu memakainya.
"Biar aja dah gini aja kan di rumah juga."
Ia menutup pintu kamar lalu merebahkan diri memeluk guling, matanya mulai tertutup, wajahnya terlihat sangat nyaman.
Sekitar jam 12 Agus terlihat pulang, ia segera menuju ruang makan, di meja makan ia tak menemukan apapun, lalu menuju dapur, di dapur ia buka tutup panci, terlihat sayur bayam lalu di dekatnya terlihat tudung saji sedang, ia buka dan mendapatkan beberapa lauk, tahu, tempe goreng, sambal dan udang goreng tepung. Agus meraih piring.
"Pak."
Agus menoleh saat suara Bi Ica terdengar.
"Ada apa Bi?"
"Tadi setelah Bapak berangkat, Dik Ranti datang, saya tanya baik-baik apa dia sudah ijin ibu kalo mau tinggal di sini karena Bapak tadi tidak pesan apapun, dia ya kayak tidak suka dan tetap masuk ke kamar belakang."
Wajah Agus terlihat memerah menahan marah.
"Anak tak tahu diuntung, dia seenaknya masuk rumah ini tanpa permisi, akan aku usir dia."
Agus meletakkan piringnya dan menuju kamar belakang dengan wajah kesal. Sesampainya di depan kamar yang ditempati Ranti, ia buka pintunya seketika, namun seketika ia tertegun, melihat Ranti yang berbaring dengan hanya menggunakan kaos tanpa lengan, sementara bagian bawah hanya terlihat menggunakan celana dalam berwarna baby pink. Beberapa kali Agus menelan salivanya.
"Sepertinya aku berubah pikiran."
🔥🔥🔥
26 Desember 2022 (05.14)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top