sembilan
Sejak kapan Naruto memiliki manik mata semerah darah?
Tidak habis pikir, apakah yang dilihatnya tadi pagi dalam hutan adalah sahabatnya yang keluar dari menara? Atau hanya delusi yang menyergap sebab Sasuke sedang merindukannya?
Kain yang ditinggalkan juga tidak memberi banyak petunjuk selain gambar bordiran matahari dan bulan yang bersanding di tengahnya.
Kenapa Naruto bisa keluar. Bukankah menara ditutup rapat dengan kunci serupa segel kutukan. Bagaimana Naruto bisa keluar dari sana? Jika bukan, kenapa sangat mirip sekali. Hanya mata saja yang berbeda dan suara yang dikeluarkan saat memanggil dirinya dengan sebutan--
Tunggu!
Apa tadi sosok Naruto bermata ruby itu memanggilnya dengan sebutan Hikobushi? Nama lain dari Kengyu yang ada dimimpinya.
Sejenak Sasuke menghentikan langkah. Keluar dari area hutan dan sungai Amanogawa, memasuki gerbang desa Omi.
Saat langkahnya memasuki desa, melewati penjaga dengan mudah, Sasuke menghela nafas dan menajamkan penglihatannya. Siapa tahu ia bertemu dengan salah satu Uzumaki tanpa harus mengetuk pintu keluarga itu.
Suasana desa Omi lumayan ramai. Walau panas mendera sepagi ini, tapi bukan berarti warganya berhenti beraktifitas. Pedagang dan pembeli riuh tawar menawar, para pejalan kaki juga tidak sedikit. Kedai dan warung terbuka untuk siapa saja yang memerlukan bahan makanan atau minuman.
Sadar sudah hampir siang, Sasuke memasuki salah satu kedai disana untuk sarapan. Duduk, menyimpan semua bawaanya di atas meja. Lalu memesan makanan.
Seorang perempuan tersenyum melayaninya. Sasuke memesan lalu duduk mengusap sarung kusanagi sambil menunggu pesanan datang.
Uchiha muda itu sesekali melirik dengan ekor matanya kearah tiga orang yang duduk dibelakangnya. Dia menguping pembicaraan mereka.
"Aku sudah menanyakan tentang hal itu hampir setiap hari kerumahnya." salah satu suara berujar demikian.
"Entahlah, walau rumah kami berdekatan, sepertinya mereka memang keluarga yang tertutup."
"Sudah setahun berlalu sejak Mito-san meninggal dunia. Keluarga Uzumaki sepertinya masih berkabung pada kepergian sang tetua."
Sasuke menggerakan kepala kebelakang. Samar-samar melihat wajah-wajah sedikit tegang dimeja itu. Kebetulankah? Apakah keluarga Uzumaki yang mereka sebutkan sama dengan nama keluarga Naruto, tujuan sebenarnya Sasuke datang kemari.
Terus-terusan menengok dengan sikap mencurigakan membuat Sasuke kepergok salah satu diantara mereka. Yang paling muda, yang perempuan, dan yang bersurai merah muda.
Perempuan itu berdeham dengan mata tertuju kearah Sasuke yang belum tersadar sedang disindir.
Sontak dua orang dari kelompok itu menoleh pada arah pandang si perempuan berambut merah jambu.
Sasuke tersentak mendapati tiga pasang mata mengarah padanya. Pemuda itu bergerak canggung, lalu berdeham penuh maksud. Ternyata, entah sejak kapan, tubuhnya menyondong kearah meja itu.
Sasuke menyadarkan diri sekali lagi. Membalikan tubuh setelah beberapa lama ketiga orang itu malah menatapnya dengan tajam.
"Sebaiknya kita segera menemui Karin setelah ini." ucap seorang perempuan disana, bukan yang muda tapi tampaknya yang sedikit berumur dengan rambut pirang diikat dua menjuntai di punggungnya.
Sasuke pura-pura membongkar bawaanya saat ketiga orang itu keluar dari kedai setelah membayar pada pelayan. Salah satu dari mereka berhenti tepat disamping meja Sasuke.
Haruno Sakura berdeham sambil bersedekap menatap Sasuke.
Sasuke menoleh cepat kearahnya. Mereka diam saling memandang.
"Kamu sepertinya bukan berasal dari desa Omi---"
Sasuke menoleh kearah jendela lalu pada perempuan itu.
"Benar." suara Sasuke sedikit menyentak pendengaran Sakura. "Aku dari Uetsu, sedang mencari informasi---"
"Sakura-chan?" suara kemayu yang dipaksakan menginterupsi. Sejenak mengalihkan perhatian Sasuke dan Sakura.
"Ah, Oro-chan,"
"Mari. Tsunade sudah menunggu diluar." kata perempuan (dimata Sasuke) itu sembari mengajak Sakura pergi dari sana.
Sesaat orang yang dipanggil Oro-chan itu bertatapan dengan Sasuke. Sasuke baru menyadari bahwa sosok itu rupanya seorang lelaki kemayu. Dan lelaki ayu itu berhenti di meja Sasuke.
"Cari aku disini jika kau butuh bantuan, anak muda." lelaki berambut panjang itu menyerahkan sehelai kertas yang diatasnya tergambar sebuah denah.
Sasuke mendongak saat kedua orang itu sudah berlalu dari sana.
Pesanan datang, Sasuke menghela nafas berat. Memulai makan dengan perasaan yang susah dijelaskan.
--------
Denah yang digambar pada kertas sedikit lusuh itu rupanya denah menuju suatu tempat terpencil jauh di belakang istana kerajaan.
Sasuke sama sekali tidak punya ide yang lebih baik setelah siang tadi ia mengawasi kediaman Uzumaki dan tak mendapatkan apa-apa selain tiga orang yang ditemuinya di kedai keluar dari rumah itu dengan wajah kecewa.
Disinilah Sasuke sekarang. Menatap jauh bangunan batu yang sepertinya terlalu menjorok kedalam bukit hingga yang terlihat hanya bagian depannya saja tanpa ada ujung atau sisi bangunan tersebut.
Uchiha muda itu memberanikan diri mendekati objek yang dicarinya. Ia mendongak melihat ukiran ular di atas bangunan itu. Tepatnya di atas sesuatu yang menyerupai pintu masuk.
Sasuke melihat lagi kertas di tangannya sembari kakinya terus mendekat.
Ia menghela nafas. Baiklah, mungkin dari sini akan ada informasi yang sedang dicarinya. Sasuke masih memandangi pintu batu itu saat sesuatu bergerak dari baliknya dan bergetar serupa gempa kecil di tempatnya berdiri.
Pintu batu bergerak lambat membuka diri.
Sasuke menunggu pintu itu terbuka secara utuh dan masuk saat celah pintu sudah lebih cukup untuk ia masuki.
Kesan pertama yang ia rasakan saat memasukinya adalah gelap dan dingin. Lorongnya panjang dengan penerangan seadanya.
Instingtif, Sasuke mengambil salah satu obor yang menempel di dinding lalu membawanya menyusuri lorong itu.
Walau kecil-kecil dan perlahan, langkahnya sudah membawa dirinya jauh dari pintu masuk. Sasuke sekarang berdiri di depan sebuah ruangan yang pertama dilihatnya.
Pemuda Uchiha itu berdeham menarik atensi seseorang yang sedang berkutat dengan sesuatu di belakang mejanya.
Sosok dalam ruangan itu mendongak. Kacamata bulatnya membiaskan cahaya api obor yang Sasuke bawa.
"Ah, tamu Oro-chan rupanya. Kau sudah ditunggu sensei-ku di ruangannya. Mari, ikuti aku." sosok berambut keperakan itu keluar dari meja kerja lalu membimbing Sasuke mengikutinya ke ruangan lain.
Tanpa suara, Sasuke mengikuti langkah pemuda berkacamata yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dari Sasuke.
Mereka menyusuri lorong lain disana lalu berbelok pada tikungan ke empat yang Sasuke hitung untuk jaga-jaga jika terjadi hal diluar dugaan dalam bangunan ini, ia akan mengingat jalan keluarnya.
Lelaki bersurai perak berhenti di depan sebuah pintu batu lain berukir rumit. Sasuke di belakangnya. Menunggu.
"Aku Kabuto, asisten dari Orochimaru." orang itu menoleh sesaat sebelum membuka pintu, "orang yang akan kau temui." Kabuto melanjutkan saat dilihatnya Sasuke memasang wajah bingung ketika ia menyebutkan nama Orochimaru.
Pintu terkuak. Bukan lagi pemandangan horor seperti yang ia temui di depan. Ruangan ini jauh berbeda dengan beberapa ruangan sebelumnya.
Ruangan ini terang benderang dengan penerangan maksimal yang membuat Sasuke bisa melihat dengan jelas.
Banyak hiasan di dindingnya. Kain-kain berwarna cerah di bentangkan pada setiap sisi dinding. Lantainya bercorak unik seperti ukiran pada kayu. Sasuke memicingkan mata. Ada cermin besar di satu sisi dinding, dan meja besar di tengah ruangan memuat banyak sekali botol dan peralatan yang tidak Sasuke kenal.
"Jangan kaget," Kabuto di sampingnya menyentuh pundak, "ini hobi guruku." katanya.
Sasuke hanya mengangguk maklum lalu duduk setelah dipersilakan oleh orang bernama Kabuto itu.
"Tunggu disini, mungkin sensei sedang---"
"Kabuto, apakah tamunya---" suara nyaring menarik perhatian Sasuke dan Kabuto. Keduanya berpandangan sejenak.
"Sudah datang, ya?" Orochimaru keluar dari sebuah kamar.
Langkah pria itu teratur sedemikian rupa hingga Sasuke sedikit menegakan tubuh, takut orang itu menerjangnya dengan tiba-tiba.
"Katanya kau dari desa Uetsu, anak muda?" Orochimaru duduk pada kursi yang di bawakan Kabuto, sementara Kabuto undur diri meninggalkan ruangan itu dengan sopan.
Sasuke tak lekas menjawab pertanyaan itu, ia menatap mata ular orang di depannya dengan was-was.
"Gadis yang kau temui di kedai yang memberitahuku." senyum Orochimaru terkembang, "sepertinya kau sedang mencari suatu hal. Jika boleh, aku ingin membantu anak muda. Tidak mau juga tak apa jika kau keberatan." Orochimaru menyilang kakinya anggun.
Ruangan ini sungguh berbeda dengan kesan pertama saat Sasuke datang tadi. Ia jadi sedikit kerasan duduk disini barang beberapa lama lagi demi mengorek informasi yang ingin ia dapatkan.
"Ya," suara bariton Sasuke menghentak kepala lelaki gemulai di depannya. "Sebenarnya aku sedang mencari tahu tentang sesuatu yang mengganggu tidurku." tanpa basa-basi, Sasuke mengutarakan maksud kedatangannya.
"Huum, apa itu?" Orochimaru mengangguk-angguk genit, wajahnya ia condongkan ke arah Sasuke.
"Aku mendengar kau dan dua rekanmu membicarakan nama Uzumaki. Apakah kau mengenal mereka?" kalem, Sasuke tidak terintimidasi kekehan kecil dari suara Orochimaru.
Sasuke mengawasi cara orang ini mengeluarkan suaranya secara berlebihan hingga mengerikan.
"Aku mencari tahu tentang Uzumaki Naruto." Sasuke tak mengindahkan wajah terkejut Orochimaru barusan saat ia mengucap nama itu.
Hening selanjutnya barang beberapa saat. Orochimaru menegakan tubuh sambil duduk menyilang kaki. Pria jejadian itu berdeham satu kali lalu menatap lekat mata obsidian pemuda di depannya.
"Kau siapanya orang itu?" kali ini tak hanya kaki yang menyilang, Orochimaru juga bersedekap dingin disana.
Uchiha Sasuke tidak akan gentar walau pria di hadapannya sedang menguarkan aura hitam. Pemuda itu balas menatap pria itu dengan tatapan tajam terdinginnya.
"Aku kawannya."
Jawaban itu tidak serta merta membawa mereka pada percakapan yang lebih panjang lagi. Sebab Orochimaru kembali dibuat bungkam oleh penuturan Sasuke.
Tiga tahun yang lalu saat ia dan Jiraiya mendatangi desa Omi dan bertemu keluarga Uzumaki dan beberapa teman dari Naruto, tidak ada pemuda ini diantara mereka.
Cukup mengejutkan karena nyatanya pemuda ini berasal dari Uetsu, desa yang cukup jauh dari Omi.
"Siapa namamu, anak muda? Berapa lama kau mengenal Uzumaki Naruto?" Orochimaru melemaskan kaki, mendesah kecil disela nafasnya. Ia sudah lelah dengan semua ini.
Konoha sudah terlalu banyak diuji bencana, empat peramal yang dipilih Dewan seperti tak memiliki fungsi maksimal pada kelangsungsn kerajaan. Termasuk Naruto yang diramalkan akan membawa pencerahaan pada Konoha. Sepertinya sama sekali tidak ada harapan.
Maka, sekali lagi Orochimaru mendesah panjang, menatap sang pemuda dengan pandangan yang lebih bersahabat.
"Tidak usah menjawab jika kau keberatan---"
"Aku Uchiha Sasuke berteman baik dengan Naruto sejak tiga tahun yang lalu sebelum ia di culik secara terang-terangan oleh para Dewan."
Orochimaru mendengarkan dengan baik. Pria itu mendengkus keras. Berdiri dari kursi, lalu berjalan menuju meja besar di tengah ruangan.
"Aku adalah perias kerajaan waktu itu. Untuk pertama dan terakhir kalinya bertemu dengan remaja Uzumaki yang saat itu di calonkan menjadi peramal oleh neneknya, Mito.
"Aku sudah terkejut saat ia mulai memasuki ruangan rias. Lebih terkejut lagi waktu melihat tanda lahir pada perutnya."
"Anda melihat tubuhnya?" Sasuke berjengit sesaat sebelum ia kembali duduk kalem di kursinya.
Orochimaru berbalik dengan sikap heran. Heran kenapa Sasuke baru merespon saat ia mengatakan hal itu. Sepertinya Sasuke tidak suka Naruto di lihat atau di sentuh oleh orang asing.
"Tenang saja, aku tidak menyentuhnya sedikitpun. Saat itu ia bersikeras menutupi tubuhnya, dan ngomong-ngomong Uchiha Sasuke---apakah kau sendiri tahu jika Naruto memiliki tanda lahir yang sudah diramalkan sejak lama?"
"Di ramalkan?" alis Sasuke menukik tajam, tidak mengerti pada pembicaraan ini. Apakah ada kaitannya dengan mimpinya selama ini.
"Maksudmu---"
"Ah, kau tidak tahu rupanya." Orochimaru berekspresi kecewa, "kau tahu, ada yang ingin dia sampaikan pada salah satu temannya saat itu." perempuan setengah jadi itu berpikir sejenak, "kalau tidak salah ingin balas memberi hadiah pada teman yang sudah memberinya sebuah patung."
Kepala Sasuke bergerak cepat kearah Orochimaru. Mereka berpandangan sedikit lama.
"Patungnya ia bawa ke menara, dan ia meninggalkan ini di meja riasku." Orochimaru menghampiri Sasuke dengan langkah perlahan, "dia bilang tidak ada waktu untuk memberikan benda ini pada temannya itu. Jadi ia titipkan padaku, berharap ia kembali secepat mungkin dari menara."
Sasuke mengambil benda yang di maksud Orochimaru. Tidak jelas bentuknya sebab itu hanya sebuntal kain yang di gulung lalu di jahit menjadi sebuah hiasan gantung memakai benang merah. Hanya saja Sasuke tidak mungkin luput memerhatikan sobekan gambar uchiwa yang jadi lambang keluarga Uchiha pada bola kain itu.
"Saat mendengar margamu, kupikir benda itu memang untukmu, Sasuke Uchiha." seringai tipis terkembang di bibir bergincu Orochimaru.
"Jika firasatku benar, dari semua kisah yang kudengar dan kisah kalian berdua, mungkin ada kaitannya antara kau dan nasib anak itu." kata Orochimaru yang kini kembali duduk pada kursinya didepan Sasuke.
Keduanya diam terpekur dalam diam. Sasuke mengingat lagi mimpi-mimpinya dan menanyakannya langsung pada lelaki jejadian itu.
Setelah itu keduanya terlibat pembicaraan yang panjang dan mengesankan bagi mereka.
***
Bersambung,
A/n:
Maapkan saya yang tidak bisa menjabarkan ide cerita dalam otak kedalam sebuah tulisan. Trims bwt yg punya waktu luang bwt baca cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top