lima belas
Naruto berteriak memanggil Sasuke.
Angin kencang menerbangkan segalanya.
Sasuke memasang kuda-kuda kokoh, siap menerjang monster Tengu.
Dua bola jiwa melesat di antara pusaran angin yang mendera.
Sepasang kaki raksasa tetiba menjejak di tengah mereka. Debum suaranya terdengar memekakan telinga.
Angin kencang berhenti berputar. Naruto terhempas menimpa tanah hutan.
Sasuke bergerak cepat mendatanginya.
Sang Tengu menggeram marah.
"Akan kuurus mereka berdua. Kembalilah ke tempatmu, wahai Tengu." suara ini lebih menggelegar namun terdengar lebih bijak.
Sasuke dan Naruto mendongak menyusuri kaki raksasa itu yang tak kunjung habis di lihat.
"Aku adalah Raja Langit Tentei. Akan kubawa puteriku kembali ke khayangan." suara itu menyerukan tujuannya.
Dua bola jiwa, biru dan jingga kembali merasuki tubuh Sasuke dan Naruto. Keduanya ambruk.
Mereka berdiri lemas setelah terbatuk parah hingga mengeluarkan darah.
"Ayah," tiba-tiba Naruto mendongak kearah kaki besar itu, "jangan bawa aku. Kumohon Ayah, kali ini saja." ini Naruto yang telah dirasuki Orihime berlutut memohon.
Hikobushi di belakangnya menatap sendu.
"Kalian telah melanggar aturan! Kau tahu apa hukumannya, puteriku!?"
"Aku berjanji, Ayah, ini terakhir kalinya. Jangan biarkan kami berpisah lagi, kumohon." isak tangis Orihime dalam tubuh Naruto mengusik Hikobushi.
Tubuh Sasuke yang dimasuki jiwa Hikobushi mendekati Naruto. Menyentuh pundak itu pelan. Memberi dukungan.
"Kau tahu Shichiseki belum datang, kenapa kau melanggar ketentuan itu? Kenapa kalian bertemu sebelum hari itu. Sekarang, terimalah hukumannya!"
"Tidak! Kumohon, Ayah," tangis sang Dewi makin jadi, pemuda raven di sampingnya mengeratkan pegangan pada pedangnya.
"Tidakah Ayah lihat perjuangan mereka untuk saling menemukan? Tidakah Ayah merasa kasihan?"
"Manusia memang pantas di hukum. Kau tidak boleh ikut campur urusan mereka---"
"Kitalah yang membuat mereka menderita, tidakah kau sadar itu, Raja Langit yang Agung?" suara Hikobushi menyindir.
Kaki raksasa itu bergerak sedikit.
"Kau tidak pantas berbicara padaku, manusia nista!" Raja Langit kembali meraung, "kalian tahu sifat manusia yang mudah melupakan, mereka akan saling melepas setelah di pisahkan. Tak perlu di khawatirkan."
"Mereka berbeda, Ayah. Kau boleh membuktikannya." seru Orihime, "aku dan Hikobushi akan keluar dari tubuh mereka, dan kau boleh menguji keduanya, Ayah."
"Selamanya langit tak bisa bersatu dengan bumi. Selamanya Dewi takan berjodoh dengan manusia. Hubungan kalian berdampak tak baik bagi kehidupan." Raja Langit tetap menentang keinginan sang puteri.
"Dengarkan aku, kumohon." Orihime dalam tubuh Naruto bersujud.
"Sungguh kau Raja Langit tak pantas mendapatkan doa dan sesembahan dari manusia." Hikobushi menguarkan permusuhan.
Raja Langit berang, beliau meraung keras bak binatang dalam rimba.
"Manusia, kurang ajar! Akan kubuktikan jika perkataanku selalu benar. Keluarlah kalian dari tubuh mereka!" kaki raksasa sang Raja mengentak keras, menimbulkan getaran kencang di sekitarnya.
Tengu ikut mengawasi ketika dua bola jiwa keluar dari tubuh Sasuke dan Naruto, lalu tubuh mereka terkulai menumbuk kerasnya tanah.
Sekejap, Sasuke dan Naruto menyadarkan diri. Mendongak tak percaya pada keadaan di sana.
"Naruto, kamu tidak apa-apa?" Sasuke merangkul leher sang kekasih, membantunya berdiri.
Naruto mengangguk, melepaskan diri dari tangan Sasuke. Melangkah maju mendekati kaki sang Raja Langit.
"Panjang umur untukmu, Raja Langit. Terimalah rasa syukur dariku." seru Naruto tiba-tiba.
"Hmm,"
"Dengarlah permintaanku kali ini, Raja, aku menyembah padamu." Naruto berlutut menangkupkan kedua telapak tangannya.
"Dobe..." lirih, Sasuke tidak tahu apa yang akan dilakukan Naruto.
"Pada kehidupan ini, aku mohon padamu, Raja."
Sasuke mendengarkan dengan baik. Dia akan mencegah jika si Dobe itu berkata sembarangan.
"Hm," sahut sang Raja.
"Kumohon, biarkan kami bersama." Naruto memejamkan mata, "kali ini saja, dan akan kuberikan apapun yang anda inginkan."
"Kau sedang menggodaku. Kemampuanmu sebagai peramal memang unik. Tetapi, permintaanmu jauh sekali untuk bisa di kabulkan. Menyerahlah."
"Dengarkan aku, yang mulia Raja." tukas Naruto cepat, "aku mencintainya, begitupun dia mencintaiku."
Raja Langit menggeram tak suka, iritasi mendengar kata cinta di antara dua pemuda ini.
"Untuk kali ini, biarkan Hikobushi dan Orihime bersama, aku bersedia mengganti posisi mereka."
"Naruto...!"
"Tindakan yang gegabah, kau bodoh yang sangat bodoh, manusia nista." Raja Langit tertawa mengejek, "apa yang bisa kau tukar untuk itu?"
"Apapun, yang mulia, apapun." tertunduk, kepala pirang itu enggan mendongak. "Asal kau memulihkan kembali Konoha, dan aku tetap bisa melihat Sasuke."
Sasuke tergopoh menggapai bahu si pirang, namun di tepis kasar oleh Naruto.
"Harapanmu terdengar sangat jelas, Uzumaki," Raja Langit menggumam di telinga Naruto.
"Kerahkan kekuatanmu untuk menghilangkan ingatan pemuda itu tentangmu, akan kukabulkan keinginanmu untuk bisa terus melihatnya disekitarmu."
"Kau Raja Langit bedebah!" Sasuke melompat melindungi Naruto di balik tubuhnya, "selamanya aku tidak akan meninggalkan kekasihku!"
Lengan Naruto terulur mencengkeram ujung kimono Sasuke. Sambil terisak Naruto menggelengkan kepalanya.
Sasuke menoleh, mendapati Naruto yang putus asa pada keputusan terburuknya.
"Jangan lakukan, dobe, kumohon." berlutut di hadapannya, Sasuke menggamit kedua tangan Naruto. "Kita akan tetap bersama, abaikan perkataan Raja brengsek itu," Sasuke mendongakkan wajah Naruto, saling bertatapan pada jarak yang dekat.
"Sasuke, aku menncintaimu." jejari hangat menyentuh pipi pucat Sasuke.
"Tidak," Sasuke menggeleng keras, "jangan lakukan, dobe," semakin erat tangkupan tangan Sasuke semakin keras doa Naruto panjatkan hingga alampun menyambutnya dengan baik.
"Naruto, jangan---"
"Selamat tinggal, Sasuke."
Raja Langit tertawa membahana diiringi seringai puas Tengu sang penunggu hutan. Pusaran angin kembali menyelubungi mereka, kali ini bersama puing-puing reruntuhan pohon.
Naruto memejamkan matanya erat sementara Sasuke melemas hingga ambruk di sisinya.
Lagi, tawa Raja Langit menggelegar mengisi kekosongan hutan. Pusaran angin berhenti, sosok Tengu kembali ke tempatnya semula.
Naruto terkulai lemas, jatuh pingsan sebelum dua orang asing berlari cepat ke arahnya. Itachi dan Kyuubi.
...
Hutan kembali lengang. Raja Langit, bola jiwa, tengu, dan para manusia telah pergi dari sana.
Biarlah hutan tetap tenteram seperti ini. Dengan begini, dengan adanya pengorbanan ini setidaknya dua bola jiwa sepasang kekasih beda alam itu akan tetap bersama tanpa mengganggu kelangsungan percintaan manusia.
Biarlah hanya satu orang yang menanggung resikonya.
Biarlah hanya Naruto yang mengingat siapa dirinya.
Biarlah ia tetap melihat kekasihnya walau tanpa di kenali.
Biarlah semua ini terjadi. Biarlah.
***
Selesai
A/N:
Ini terakhir kali saya menulis AN sebelum Omake di bawah. Saya hanya ingin berterima kasih sebesar-besarnya pada snfanfict dan kalian yang telah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.
------------------------------------------------------
Omake
Udara Konoha bersih jernih. Pohon tumbuh dengan subur. Sungai mengalirkan air kehidupan. Langitnya cerah dengan awan yang berarak. Kerajaan sudah hampir stabil sebab Raja Nara kembali memimpin.
Tidak ada yang dapat memungkiri ketenangan ini. Semua desa mengalaminya. Hari ini adalah awal dari kebangkitan mereka setelah tiga tahun didera bencana.
Omi, Kaa, Ako, dan Uetsu, sedang bersiap untuk perayaan Shichiseki. Mereka akan fokus pada festival saja setelah pencarian peramal dihilangkan sejak saat itu.
Semua sibuk. Semua rumah. Semua keluarga. Termasuk Uchiha.
Sasuke baru saja bangun tidur, menggeliat lega dalam pelukan selimutnya.
Hari sudah pagi, ayam jantan sudah berkokok. Suara denting palu telah terdengar dari luar jendela kamarnya. Rupanya Ayahnya rajin membuat pohon harapan sepagi ini.
Sasuke tersenyum mengingat Uchiha tak lagi menjual senjata ke negara lain. Dia bangun membereskan futon.
Berwajah cerah keluar dari kamar. Pemuda itu berjalan riang menuju ruang tengah.
"Ohayou," Sasuke menyapa dengan suara sedikit keras.
"Oh, Sasuke kau sudah bangun? Lekas mandi dan bantu Ayahmu membuat pohon harapan." kata ibunya yang berada didapur.
"Hn," Sasuke mengangguk kecil, mendekati meja makan.
Itachi disana dengan raut wajah tak terbaca.
"Kau juga, Itachi." Mikoto menunjuk sulungnya dengan centong nasi.
Itachi mengiyakan, duduk di tatami bersama adiknya.
"Memangnya kita akan membuat pohon harapan sebesar apa, Aniki?" Sasuke melirik dengan ekor mata.
Itachi bergeming, menyentuh pelan peralatan makan yang ada di atas meja.
"Seperti tahun kemarin?" tanya Sasuke lagi.
"Ya," Itachi menjawab tak yakin, "ngomong-ngomong tentang Shichiseki, ototou, aku ingin memberikan sesuatu untuk kau gantung pada pohon harapan nanti." ujar Itachi lamat-lamat.
Sasuke mengernyitkan dahi tak mengerti, menatap sang kakak dengan wajah datar yang penasaran.
"Oyah, apa itu?" Sasuke mengambil air minum. Itachi segera berdiri.
"Ikut aku. Akan kutunjukan." kata si sulung sembari beranjak menuju kamarnya.
Sasuke selesai minum, menyimpan gelas setelah mengedikan bahu tak acuh, lalu mengikuti Itachi.
Di kamar inilah kedua Uchiha muda itu berada.
Sasuke langsung menerjang futon yang masih tergelar di lantai, Itachi tak menggubris, ia fokus pada sesuatu yang dicarinya dari dalam lemari.
"Perayaan kali ini pasti akan lebih meriah." ujar Itachi yang tak kunjung menemukan benda cariannya.
Sasuke mengangguk saja lalu meneruskan menggeliat di atas futon.
"Keluarga kita akan mengadakan acara makan-makan, dan akan mengundang beberapa kerabat dari desa lain." Itachi kini beralih pada beberapa laci di meja kerjanya.
"Hn," lagi-lagi si bungsu menanggapinya dengan malas.
Itachi berhenti sejenak lalu memerhatikan adiknya dengan seksama. Oh, adiknya itu sedang bahagia luar biasa, tebak Itachi ngasal. Lalu kembali mencari sesuatu itu.
"Kau akan mengundang Naruto?" tanya Itachi.
Sasuke tiba-tiba bangun lalu duduk bersila.
"Naruto??"
"Ya---"
"Uzumaki itu?" Sasuke memutar tubuh. Itachi mengernyitkan dahi, "aku tidak keberatan jika Ibu mengundang Uzumaki untuk makan-makan." kalem, Sasuke tak menghiraukan wajah kakaknya yang memucat.
'Apakah kutukannya sudah lenyap?'
"Kau ingat Naruto?" Itachi bertanya hati-hati, tangannya yang tadi bergerak, kini berhenti total.
"Pemuda aneh dari desa Omi itu bukan? Kata orang dia keturunan penyihir, tidak satupun yang mau berteman dengannya." Sasuke berkata seolah ia tidak pernah mengenal Naruto. Atau memang tak mengenalnya?
"Aku pernah bertemu sekali dengannya, tampaknya dia orang baik. Bukan begitu, Aniki?" Sasuke mendekati Itachi yang masih mematung pucat di hadapannya.
Itachi menerawang nanar, mengingat-ingat apa yang mungkin dilakukan Naruto untuk menghapuskan kutukannya. Ingatannya mundur dengan lambat, mengulang kembali apa yang terjadi pada malam Naruto memohon pada Raja Langit.
Naruto melakukan apa yang dia sebut sebagai kunci masa depan. Apakah ia rela mengorbankan kisah cintanya untuk cinta yang lain?
Terbuat dari apakah hati Naruto itu.
Tak ada gunanya menyedihi sesuatu yang sudah terjadi. Naruto menghendaki takdirnya dilupakan oleh Sasuke.
Sungguh besar hati dari pemuda kecil itu.
"Aniki?" Sasuke menarik kesadaran Itachi, "kamu melamun?" si adik merasa tidak pernah melihat kakaknya yang tergugu. Apa gerangan yang membuat Itachi terdiam bagai patung?
"Ah," Itachi bergerak canggung, "ya, ahm---Naruto memang baik. Dia itu baik sekali, ototou."
"Hn," Sasuke merasa kakaknya keterlaluan menilai orang asing dengan kata baik seperti itu. Memangnya mereka saling kenal apa?
Sasuke tidak terima itu. Tapi tidak mau protes pada pendapat kakaknya. Sudahlah, mungkin Itachi kasihan melihat Naruto yang sering di bully pemuda lain, menurut Sasuke.
Sasuke pun hanya bisa memakluminya, lalu kembali pada pembicaraan awal mereka.
"Katanya kamu ingin memberi sesuatu. Mana?" telapak tangan si bungsu terulur layaknya bocah. Sasuke mengulas senyum cerah yang dibalas oleh senyum miris dari si sulung yang tidak terima adiknya melupakan Naruto yang sudah berkorban demi Konoha dan dirinya.
"Mana, Aniki?" Sasuke mulai tak sabar, kakaknya ini malah keterusan melamun.
"Oh, iya, aku lupa." Itachi membalikan badan menahan sesuatu yang membuat panas matanya.
"Sepertinya benda itu tidak ada disini, Sasuke. A-Aku akan mencarinya dulu. Kau pergilah bantu Ayahmu, aku akan menyusul sebentar lagi." kepala Itachi tertunduk lemas, ia tak ingin menunjukan kepedihannya pada Sasuke.
Semua ini salah Sasuke, kenapa Naruto harus berkorban sedemikian rupa. Dijelaskan juga sia-sia jika Sasuke tidak mengingat apapun.
Takdir sudah berjalan sesuai kehendak. Itachi tidak dapat mengubah apapun pada takdir orang lain. Termasuk pada adiknya atau pada takdir Naruto.
Dia hanya akan jadi saksi hidup bagaimana sebuah hubungan di tentang oleh kutukan. Dan kutukan akan sirna oleh pengorbanan.
Itachi tersenyum miris. Di genggamnya erat benda yang sejak tadi ia cari. Bola kain itu sedikit rusak. Rusak seperti orang yang telah membuatnya tiga tahun lalu.
Ya, rusak tak bisa diperbaiki seperti kehidupan Naruto Uzumaki.
***
Owari
Tanabata Legend:
ORACLE
Puyamoya
Selesai
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top