lima
Dahulu kala disebutkan bahwa Raja Langit Tentei, mempunyai seorang puteri cantik jelita yang memiliki kesenangan terhadap menenun kain. Nama puteri itu adalah Orihime.
Tentei sangat menyayangi puterinya. Raja Langit itu merawat dan mendidik sang puteri dengan sangat baik, hingga Orihime benar-benar tumbuh menjadi gadis yang sempurna.
Raja langit Tentei sangat bangga memiliki puteri seperti Orihime. Begitupun sebaliknya. Orihime bahagia mempunyai seorang Ayah sebagai Raja Langit.
Hingga suatu hari, Orihime meminta pada sang Ayah memberinya izin untuk pergi ke Bumi. Dan karena terus merengek, akhirnya sang Raja Langitpun mengijinkan puteri kesayangannya itu untuk pergi ke Bumi.
Disanalah Orihime waktu itu. Dia turun ke Bumi bersama pengawalnya. Puteri itu sangat suka di Bumi. Menurutnya Bumi memiliki banyak hal indah. Termasuk penghuninya yang disebut: manusia.
Selama disana tak sedikitpun ia berkeinginan untuk cepat-cepat pulang ke khayangan. Puteri cantik itu sangat betah di Bumi. Terutama disebuah tempat bernama sungai. Orihime sangat menyukai sungai.
Suatu waktu, ia kembali ke Bumi karena ingin melihat sungai. Turunlah ia seorang diri kesana. Sambil bersenandung indah, Orihime, menikamati suara aliran sungai sembari menenun kain.
Sudah terlalu lama ia diam disana, hingga lupa waktu pulang. Sungguh ia harus pulang saat itu. Tapi kain yang telah selesai ia buat sedang di jemur. Maka, ia kembali lagi kesana hendak mengambil kain tersebut.
Alangkah terkejutnya ia saat mengetahui bahwa kain itu telah hilang dan tidak berada di tempat semula.
Orihime mencarinya hingga ke sebuah hutan. Yang ia temukan malah sebuah gubuk yang hampir roboh. Tapi tunggu, bukankah itu adalah kain tenunannya. Kain yang seharian ini ia cari dengan susah payah. Kenapa kain itu berpindah tempat kesini. Orihime mendekati kainnya yang sedang di bentangkan disisi rumah itu.
Seorang pria keluar dari gubuk itu dan memandang Orihime dengan takjub. Si pria Bumi memperkenalkan dirinya sebagai Hikobushi. Dan Orihime memberitahu nama sekaligus maksud kedatangannya.
Pria itu memaklumi lalu mengembalikan kain itu pada Orihime dengan satu syarat.
Orihime harus menikah dengannya.
Tanpa disangka sebuah anggukan setuju dari Orihime membuat Hikobushi tersenyum bahagia luar biasa.
Mereka memutuskan untuk menemui Ayah Orihime hari itu juga. Untuk pertama kali dalam kehidupannya, Hikobushi akan menemui Raja Langit, dan melamar anak perempuannya.
Ada rasa cemas ketika ia menginjakan kaki di megahnya kerajaan langit. Tapi Orihime menggenggam tangannya. Meyakinkan Hikobushi bahwa ayahnya itu adalah Raja yang sangat baik hati dan bijaksana.
Hikobushi lega mendengarnya.
Dan harus selega apalagi hati dan kebahagiannya ketika Raja Langit merestui hubungan mereka. Merekapun akhirnya menikah.
Raja Tentei sangat sedih karena ditinggalkan oleh satu-satunya puteri yang ia sayangi. Tapi ia tidak perlu khawatir, karena ia percaya pada Hikobushi, suami Orihime sekarang, walaupun pria Bumi itu hanya seorang penggembala.
Hikobushi membawa Orihime turun dan menetap di Bumi. Orihime sendiri yang memilihkan tempat untuk mendirikan rumah mereka. Dekat dengan sungai.
Seperti pasangan menikah pada umumnya. Mereka hidup bahagia. Melewati segalanya berdua. Hingga suatu saat, saking bahagianya, mereka lupa pada pekerjaan masing-masing.
Orihime tak lagi menenun sementara Hikobushi juga tak lagi menggembala.
Raja langit murka. Ia sangat marah pada anak dan mantunya. Jadilah ia memisahkan mereka. Tentei membawa kembali puteri Orihime ke langit dan membiarkan Hikobushi kehilangan istrinya di Bumi.
Pasangan itu sangat bersedih. Cinta yang telah mereka bangun, kandas begitu saja oleh kemurkaan sang Raja Langit.
Setiap hari Orihime menangisi kerinduannya pada sang suami. Sementara Hikobushi terus mencari cintanya yang hilang.
Hari-hari mereka lalui dengan siksaan oleh perasaan renjana yang menggerogoti jiwa dan raga mereka. Raja lagit tidak tega melihat puterinya seperti itu. Maka ia putuskan untuk mempertemukan mereka sekali dalam satu tahun.
Di sungai itulah Hikobushi dan Orihime akan bertemu setiap tahunnya. Pada hari ketujuh bulan ketujuh setiap tahun mereka akan bertemu. Jika hari hujan pada tanggal dan bulan tersebut mereka tidak akan bisa bertemu karena air sungai yang meluap.
Padahal katanya luapan air sungai itu merupakan wujud luapan air mata dan kerinduan Orihime pada Hikobushi.
Kalau sudah begitu, alampun akan membantu mereka untuk bertemu. Tersebutlah sekelompok burung kasasagi akan terbang kearah sungai dan membentuk jembatan untuk mereka lewati agar dapat bertemu diwaktu itu.
Hingga sekarang, setiap hari ke tujuh pada bulan ke tujuh manusia yakin bahwa hari itu adalah hari pertemuan Hikobushi dan Orihime. Banyak harapan yang tersemat pada hari itu. Banyak doa dan kebahagian melebur pada waktu itu.
Banyak sekali kebaikan jika dipikir dari sudut pandang yang berbeda.
---------
Uzumaki Naruto sudah hapal betul dengan jalan cerita tersebut. Konon, legenda itu ada pula sangkut pautnya dengan perayaan Shichiseki, hampir sama dengan legenda Tanabatatsume yang di adopsi kerajaan.
Ya, tentang dua nama bintang paling terang di langit yang di pisahkan oleh gugusan bintang sepanjang tahun kecuali pada tanggal tujuh di bulan tujuh.
Yang Naruto tahu bahwa sesungguhnya bintang itu berjumlah tiga. Vega, Altair, dan Deneb.
Jika Orihime adalah Vega, dan Hikobushi adalah Altair, lalu siapa itu Deneb.
Ah, untuk apa pula Naruto memikirkan hal itu. Lebih baik ia pikirkan kenapa para Dewan memilih semua calon peramal untuk tahun ini.
Dan sore ini untuk pertama kalinya mereka akan diperkenalkan pada tempat tinggal mereka yang berupa menara.
Naruto bersama ketiga calon tadi di masukan kedalam tandu khusus dan dibawa menuju tempat tak dikenal di Konoha. Raja Nara hanya mengantar hingga menaiki tandu saja.
Sekitar satu yojana atau lebih, bisa juga kurang, perjalanan dari pusat kota ke tempat itu. Tempat dimana sebenarnya kehidupan para peramal akan dimulai.
Sebuah menara.
Naruto, Hinata, Ino, dan Tenten turun dari tandu itu dan langsung disuguhkan pemandangan menarik untuk mata mereka.
Mulut mereka menganga melihat bangunan didepannya.
Naruto sendiri bingung, siapa orang-orang yang berhasil membangun menara setinggi dan semegah ini. Sayang tempatnya jauh sekali dari pemerintahan. Tepatnya diseberang hilir sungai Amanogawa dan di ujung hutan larangan.
Masih segar dalam ingatannya saat Raja mengatakan keputusannya. Keputusan yang diambilnya berdasarkan perintah para Dewan. Keputusan yang membuat mereka tak lagi ragu tentang siapa yang akan jadi peramal tahun ini.
Nyatanya, mereka berempat di putuskan resmi menjadi cenayang negeri mulai hari ini. Bayangkan, empat orang peramal untuk Konoha. Harusnya Konoha dapat mencegah segala bencana dan kekacauan dengan empat pembaca masa depan itu.
Naruto juga terus mengingat-ingat wajah bahagia rekan peramalnya. Bagaimana bisa mereka tenang-tenang saja saat akan hidup bersama empat orang tak dikenal yang sangat buruk rupa dimata Naruto.
Barangkali hanya dirinya saja yang memiliki mata jeli. Atau ketiga temannya itu mendapat hipnotis masal?
Naruto merasa jadi yang teraneh disana. Karena masih muda dan laki-laki. Dan akan meramal nasib kerajaan berdampingan dengan makhluk-makhluk berwajah jelek.
Mengapa mereka hanya tertawa saat Naruto berkata bahwa Dewan memiliki wajah yang sangat buruk. Dikiranya itu hanya lelucon saja. Memangnya Naruto ini anak kecil.
Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan juga. Nenek Mito pasti sangat sedih jika tahu Naruto bakal tidak kerasan tinggal di menara bersama Dewan berwajah tampan menurut warga Konoha.
Ini aneh. Tapi lebih aneh lagi suasana mencekam sore menjelang malam ini. Katanya para pengawal dan prajurit kerajaan sedang menjemput perwakilan keluarga peramal untuk bertemu terakhir kalinya disini.
Tapi hingga sekarang langit menggelap, para utusan dan wakil dari keluarga mereka tidak juga datang.
Malam akan tiba sebentar lagi, para peramal dipersilahkan masuk ruang khusus diluar menara untuk beristirahat sambil menunggu perwakilan keluarganya datang.
Ya, yang mereka bisa lakukan sekarang adalah menunggu. Hanya menunggu.
Itu juga yang dilakukan Uzumaki Naruto. Menunggu. Siapapun yang datang mengucapkan salam perpisahan padanya.
Siapapun.
***
Uetsu dalah desa yang paling dekat dengan hulu sungai. Salah satu desa dari empat desa di Konoha yang letaknya agak jauh dari desa lain. Tinggallah disana beberapa marga keluarga.
Satu diantaranya adalah Uchiha.
Uchiha adalah keluarga keturunan penjaga negeri. Sudah dari sananya semua keturunan Uchiha akan mengabdi pada negeri. Menjaganya. Melindunginya.
Uchiha yang dimaksud kali ini adalah keluarga Uchiha satu-satunya yang bertahan. Pasangan Fugaku dan Mikoto serta kedua anak lelakinya.
Sebagai keluarga penjaga negeri, Uchiha sendiri membangun bisnis persenjataan yang dibuatnya untuk digunakan oleh kerajaan ataupun untuk di perjualbelikan pada kerajaan lain.
Turun-temurun Fugaku menjalankan bisnis ini. Sekarang ia akan menurunkan usaha ini kepada anak-anaknya. Itachi dan Sasuke.
Tapi ada yang tidak benar pada salah satu anaknya ini.
Uchiha Itachi jelas sangat patuh pada tradisi keluarga. Diapun satu-satunya yang membantu Fugaku dalam membuat senjata. Lain lagi dengan si bungsu.
Namanya Sasuke. Uchiha Sasuke. Pemuda pendiam yang sepertinya tidak memiliki keinginan melanjutkan usaha Ayahnya.
Meski tahu bahwa Uchiha adalah pembuat pedang yang sangat digemari para pembeli. Sasuke seperti tidak peduli pada semua itu.
Fugaku memang nama dibalik semua kesuksesan Uchiha dalam membuat pedang. Dia adalah seorang ayah yang penyayang dan tegas terhadap anak-anaknya, termasuk pada Sasuke. Si bungsu yang malah enggan untuk belajar membuat pedang.
Tidak seperti sang adik, Itachi mahir dalam pembuatan pedang hingga sang ibu, Mikoto, yakin jika Fugaku akan mewariskan segala kemampuannya membuat senjata kepada anak sulungnya.
Lain Itachi, sangat lain dengan Sasuke. Dia adalah keturunan pembuat pedang, lahir didesa pembuat pedang dan bergaul dengan para pembuat pedang, tapi itu semua tidak membuat Sasuke berminat pada hal-hal berbau senjata.
Satu-satunya benda tajam yang sering dia gunakan dan sukai adalah sebuah pahat. Ya, Sasuke lebih menyukai memahat patung ketimbang membuat pedang yang sudah jadi garis keturunannya.
Ayahnya jelas sangat menentang keinginan si bungsu Uchiha yang keluar dari tradisi seharusnya,tapi Sasuke sangat menikmati hidupnya sebagai pemahat patung.
Setiap hari dilaluinya dengan menghabiskan waktu dikamar khusus dengan semua jenis dan model patung yang telah atau akan dia buat. Ada yang berbahan dasar batu, ada pula yang dari kayu atau batang pohon.
Sasuke memang sangat pendiam, setiap hari dia hanya mengurung diri di dalam ruangannya bersama patung-patung itu. Dia akan keluar jika sahabatnya datang mengajak bermain sembari mencari bahan untuk membuat patung.
Sasuke sangat menyukai memahat patung dewa ataupun dewi, dengan begitu dia juga melakukan hal baik untuk hidup dan keluarganya yang dia cintai.
.
Hari ini Fugaku sedang berbicara serius mengenai pemesanan pedang dari negeri lain.
Dirinya bersama Itachi sudah menyetujui pemesanan yang disampaikan perwakilan negara tetangga itu. Dia sangat senang karena kerajaan tersebut memesan hingga ratusan bilah pedang pada Uchiha dan harus selesai dalam waktu satu bulan.
Fugaku serta si sulung, Itachi, jelas menyetujuinya. Bagi mereka pekerjaan sebanyak itu akan dapat dilakukan karena mereka sudah terbiasa.
"Aku akan coba meminta bantuan Sasuke, Ayah," usul Itachi yang kala itu mengingat bahwa adiknya jarang keluar dari kamar.
"Ayah rasa juga begitu, Itachi. Panggilah adikmu, kita akan membicarakan hal ini."
Itachi segera pergi setelah mendengar perintah ayahnya. Ia mengetuk pintu ruangan Sasuke dengan perlahan. Dalam hatinya dia senang akan bisa bekerja sama dengan adiknya. Sudah lama dia tidak mengobrol dengan sang adik meski mereka satu rumah.
"Sasuke," sang kakak memanggil.
Itachi mengetuk pintu lagi, setelah beberapa lama akhirnya pintu itu terbuka sedikit.
Bunyi pintu terbuka membuat seraut wajah datar mendongak malas.
"Sasuke, bolehkah aku masuk?"
Tidak ada sahutan, yang ada hanya suara denting palu yang dipukulkan pada pahat. Itachi tahu pasti adiknya sedang bekerja.
Itachi mendekati sosok adiknya yang tengah duduk bersila. Dirinya ikut duduk disamping sang adik dan memerhatikan apa yang dilakukan Sasuke.
"Kau membuatnya lagi?" Itachi mengambil salah satu patung kayu setengah jadi berukuran sejengkal tangan.
Sasuke tidak menjawab, fokus pada pekerjaannya.
"Kau semakin berbakat," puji Itachi tulus, jujur patung-patung yang dibuat Sasuke memang karya yang tidak bisa dianggap remeh, entah dari mana adiknya ini mendapat bakat seperti itu namun yang Itachi tahu bahwa patung buatan Sasuke sangat bernilai seni tinggi.
"Patung siapa ini?" Itachi masih memegang patung tadi. Persis seperti patung kecil yang Sasuke berikan pada Naruto. Hanya saja tidak ada ukiran didahi si patung kecil.
"Hn?"
"Kalau kamu mau ambil saja patung itu, Aniki." Sasuke menghentikan palu kecil diudara. Tidak lama kemudian palunya berdenting lagi.
"Ayah ingin---"
"Tidak." Sasuke memotong cepat. "Kata Naruto, Ayah akan menyuruhku membuat senjata untuk di jual. Dan senjata dibuat untuk saling melukai. Aku tidak mau."
"Naruto?"
"Dia yang memberitahuku." Sasuke cuek, kembali bekerja untuk patungnya.
"Dia yang jadi peramal itu?" tanya Itachi mengingat pawai besar tadi siang, nama Naruto sering sekali disebutkan, dan baru sadar kalau nama itu adalah nama yang sama dengan nama sahabat adiknya.
"Dia sudah ke menara. Kau tidak menemuinya?" si kakak menyimpan patung ditangannya ke atas meja kerja. Lalu melirik diam-diam pada adiknya.
Sasuke berhenti memahat, wajah datarnya berubah sejenak. Seperti memikirkan sesuatu. Tiba-tiba Sasuke melempar pahatnya dengan rusuh.
"Aku akan ke sana." Sasuke cepat-cepat berdiri dari kursi, ia juga menyambar jubah untuk jaga-jaga dari dinginnya angin malam.
"H-Hei, Ayahmu---"
"Nanti saja. Aku harus bertemu Naruto sebelum menara itu ditutup." si bungsu keras kepala sudah melesat keluar rumah lewat jendela kamar.
Itachi diam saja. Adiknya itu kepala batu seperti ia dan ayahnya. Jadi ia biarkan saja Sasuke pergi dari rumah untuk menemui sahabat satu-satunya itu. Urusan meneruskan tradisi keluarga bisa mereka bicarakan sambil makan malam atau sarapan esok pagi.
Itachi mendesah lelah lalu keluar dari sana setelah mengambil kembali patung kecil yang tadi di pegangnya.
Lumayan, untuk hiasan dikamar yang selama ini penuh dengan gantungan pedang saja.
"Kau cantik. Siapa namamu?" Itachi mengelus rambut panjang patung itu.
Angin malam tiba-tiba menelusup mengusap wajah hingga ke tengkuknya. Membuatnya merinding.
Itachi mengedikan bahu. Tidak peduli.
***
Bersambung,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top