empat belas

Rupanya takdir membawa mereka kembali pada tempat itu.

Hutan tengu. Tempat awal segalanya terjadi. Disini.

Maka saat dua pasang mata beda warna iris itu mengerjap dan terbuka, keduanya tersadar pada situasi ini.

"O..."

"Hikobushi," tubuhnya melayang, menerjang cepat tubuh lain, kedua lengan karamel memeluk erat tubuh terbalut kimono putih.

Tak butuh hitungan detik, keduanya tersenyum dari balik punggung dalam dekapan.

Pemuda berkimono putih, berkulit putih, bersurai raven mengetatkan rangkulannya. Menghirup aroma sedap dari pemuda pirang di dadanya.

Inilah yang mereka nantikan. Inilah yang mereka tunggu sekian tahun lamanya.

Pertemuan.

Takdir membawa untuk bertemu kembali pada keadaan yang berbeda. Satu yang tak berubah, cinta mereka.

"Apakah Ayah akan memisahkan kita kembali?" pemuda pirang dalam dekapan mendongak menampakan setetes air bening dari sudut matanya.

Sang raven menunduk melihat binar mata cerah si pirang. Tersenyum lembut, lalu menggeleng perlahan.

"Berharaplah kita lolos dari pantauan Raja Langit kali ini." pemuda berkulit putih itu memangku pemuda pirang, saling berhadapan dan menyentuh pipi bergaris tiganya.

"Aku tak akan sanggup menahan renjana lagi, Orihime." senyum tak jua luntur dari wajah aristokrat sang pemangku.

"Bawa aku, Hikobushi. Bawa aku ke dunia dimana Ayah tak dapat melihat kita." kedua wajah saling mendekat, wangi nafas keduanya membaur jadi satu.

Orang yang dipanggil Hikobushi itu menangkup pipi sawo matang, mengecup pelan bibir merah sang pujaan hati.

"Kau tahu itu takkan bisa, Orihime." kecupan kembali dilancarkan, berubah jadi ciuman penuh kerinduan yang menuntut.

Hikobushi dan Orihime yang baru saja kembali bertemu setelah lama di pisahkan.

Hikobushi tak ragu, takan pernah meragukan takdir cinta sekalipun kini Orihimenya berada dalam tubuh seorang pemuda. Ciuman berbuah desahan manis. Membangkitkan gairah yang telah lama mereka pendam.

Di luar kendali tangan Hikobushi bergerak sendiri menyentuh kulit mulus Orihime. Menarik tali obi  dari kimono yang dikenakan pemuda reinkarnasi kekasihnya.

Orihime adalah seorang Dewi, tapi ia memiliki hasrat yang sama dengan Hikobushi, rasa rindu yang di tahannya membuat ia merespon baik setiap sentuhan sang kekasih.

Jemari pucat menyusuri leher jenjang pujaan hati dengan pelan, menelusup masuk membelai tulang belikat serta dada mulus dalam dekapannya.

Erangan tertahan lolos dari bibir ranum yang membengkak karena terlalu lama di lumat. Keduanya jatuh, jatuh pada kubangan gairah yang terus memuncak. Menghantarkan mereka pada keadaan tak peduli lagi pada tempat.

Diatas tanah hutan terlarang ini, Hikobushi membawa Orihime berbaring. Mengganti jejari yang bermain di dadanya dengan sapuan lidah basah menggeliat mengulirkan jejak panas.

Orihime memejamkan mata, menahan lenguhan dengan mengeratkan pegangan pada pakaian Hikobushi.

"Hikobushi..."

Suara Orihime memberat seiring nafsu yang mengalihkan dunianya. Hikobushi membalas dengan menjilat mesra puncak dada Orihime. Menghisap sehingga menimbulkan bekas merah di tubuh sang Dewi.

"Hikobushi..."

Rasa rindu, cinta terpendam, dan pertemuan mendadak ini, membuat keduanya terbakar nafsu, hasrat, dan gairah bercinta yang tak dapat mereka tolak.

Hikobushi melucuti pakaian dari keduanya, bertelanjang bulat di tengah hutan sudah bukan pemikiran warasnya lagi. Tidak ada yang dapat mengganggu mereka dalam hutan terlarang ini sekalipun yang mereka lakukan adalah hal yang dilarang.

Orihime kembali mendesah, mengundang sang kekasih merampas kewarasannya. Mencakari punggung muskularitas lelaki diatasnya, protes tertahan pada perlakuan Hikobushi yang menjambak keras nafsu bercintanya.

Kepala pirang reinkarnasi sang Dewi mendongak, memersilahkan sederet gigi merancap pada leher, membuat pola lingkaran mungil yang tidak akan mudah hilang begitu saja, di tambah hisapan keras disana, Orihime yakin tubuh pemuda tempat wadahnya ini akan di penuhi banyak bercak merah.

"Hikobushi..."

Hutan Tengu terdiam. Hening melatari kegiatan mereka, seolah menyambut pertemuan kembali sepasang kekasih itu. Alam membiarkan Dewinya di cederai manusia tak tahu diri.

"Orihime," Hikobushi memandang wajah berpeluh kekasih yang ia tindih, meminta izin secara tak tersirat agar membiarkannya melakukan penyatuan.

Kepala pirang pemuda Orihime mengangguk kecil, mengalihkan wajah meronanya ke arah lain, membuat bibir sang kekasih mendarat di pipi gembilnya.

Izin diterima, Hikobushi melakukan kontak di area selatan tubuh mereka. Keduanya melenguh.

Bersabar, kedua pemuda itu tak langsung menikmati kegiatan intim. Rasa sakit yang menjalar seolah merobek itu harus di singkirkan terlebih dahulu. Maka, Hikobushi menghujani wajah sang pujaan dengan kecupan ringan, mengalihkan rasa sakit itu pada sebuah senyuman yang terbit dengan tulus.

Sekali lagi, izin di konfirmasi. Hikobushi bergerak sesuai insting. Maju mundur pinggulnya mencari kenikmatan untuk keduanya.

"Orihime.." desah puas lolos saat kebanggaannya di jepit ketat.

"Hikobushi.."

Masih belum berakhir hingga Orihime tiba-tiba pergi dari tubuh pemuda pirang dan Hikobushi mengejarnya.

Dua pemuda masih bergulat panas di dalam hutan. Angin berdesir membelai kulit mereka. Erangan kembali terdengar kala gerakan bertambah cepat mengikuti insting purba.

"..Sa-Sasuke...?" kepala pirang mendongak kaget, mata safir membola sempurna.

Gerakan tak juga melambat. Keduanya terengah.

"Sasuke? Apa yang kamu--ah..."

Seperti di tarik pikirannya, pemuda yang bergerak konstan memaju mundurkan pinggulnya itu mengerjap, balas menatap wajah di bawahnya.

"Naruto.."

Gerakan itu masih tidak mau berhenti rupanya. Sepasang lengan madu masih menggantung di leher putih seputih salju. Menjabak mesra rambut raven di sana. Keduanya saling pandang dalam diam.

"Apa yang---"

"Naruto," Sasuke yang sudah tersadar memanggil, "kamu melihatnya, kamu mengingatnya, kamu merasakannya? Ini aku, Naruto, kekasihmu."

Akhirnya tempo melambat, keduanya mengatur nafas.

"Sasuke..." tak tahu apa yang harus di katakan, Naruto mendekap Sasuke dengan erat. "Jangan tinggalkan aku. Jangan pergi lagi." Naruto berkata di leher jenjang Sasuke.

Sambil mengangguk, Sasuke kembali bergerak melanjutkan kegiatan mendaki kepuasan bersama sahabat yang jadi kekasihnya.

Hari masih panjang, setelah ini mereka benar-benar harus mengelabui takdir dengan cara apapun.

"Aku mencintaimu, Sasuke." suara lirih itu terdengar menggairahkan di telinga Sasuke.

Sasuke kembali menambah bercak merah yang sudah ada di leher tan, "aku lebih mencintaimu, Naruto."

Biarlah alam menyaksikan ini semua. Biarkan mereka tahu bahwa perasaan keduanya tidak melulu karena suatu ramalan saja. Ini adalah mereka. Mereka yang saling mencintai walau menyadari kedua berjenis sama.

.
.
.

Itachi memutuskan mengikuti sosok di depannya dengan senang hati. Ia yang tadi mendengarkan penjelasan panjang lebar pemuda yang mengaku bernama Kyuubi itu, kini mengekor patuh di belakang rambut merah yang bergoyang kanan kiri dengan gemulai ditiup angin hutan.

Mereka tiba di hutan ini tak lama setelah Kyuubi menyeret Itachi untuk membantunya mencari pohon plum bercahaya.

Yang Itachi tidak tahu adalah, bahwa pencarian pohon itu tidaklah benar. Kyuubi hanya mencari alasan, sebab yang ia tuju sekarang adalah keberadaan Naruto. Pemuda yang dulu di jaganya.

Kyuubi ingin melihat kalau Naruto baik-baik saja. Ingin tahu bahwa pemuda pirang itu selamat dari tangan-tangan kotor para Dewan. Namun, Kyuubi khawatir Itachi tidak akan percaya pada hal klenik sebab Itachi hanya manusia biasa. Jadilah Kyuubi mencari alasan yang cukup logis menurutnya.

Itachi tersenyum lembut mendapati Kyuubi menoleh dan memandang penuh arti padanya.

Demi Dewa, Itachi merasa jantungnya berdetak kencang tiap kali mata ruby itu menatap padanya. Ia tidak pernah merasakan ini sebelumnya, namun ia senang sosok Kyuubi berada di dekatnya.

"..chi, oi, Itachi keriput!"

Si merah sudah bertelakan pinggang. Memasang wajah sangar yang membuat Itachi terpesona.

"Kita belum memasuki area Tengu," ujar Kyuubi sengak.

"Lalu?" tanpa dosa Itachi menyahut enteng.

"Dari tadi kau senyum-senyum sendiri. Kau kesurupan?" Kyuubi memutar tubuh membikin rambut panjangnya membelai wajah Itachi dengan lembut.

'Ah, wanginya.'

Itachi tidak tahu jika rambut makhluk langit juga bisa seharum ini. Apakah Kyuubi membalurinya dengan minyak mawar? Atau anggrek mungkin?

"Itachi?" Kyuubi menyikut perut lelaki yang malah makin jadi senyum-senyum sendirinya. "Jangan konyol, aku tidak sekuat itu bisa menyelamatkanmu dari makhluk penunggu hutan. Kekuatanku terus merosot."

"Ah, maaf," canggung, Itachi mengusap tengkuk. Kembali berjalan menyejajari sosok didepannya.

Hutan masih lengang ketika Kyuubi merasakan hawa aneh dari arah lain tujuannya. Itachi menghentikan langkah, melirik rekan seperjalanannya dengan curiga.

"Sebaiknya kita memutar," Kyuubi berbalik, menarik tangan sang pembuat pedang dan membawanya menjauhi kawasan tersebut.

"Ada apa?" Itachi menahan pergelangan tangannya, menuntut jawaban dari Kyuubi.

"Penunggu hutan ini tak akan suka dengan keberadaanmu,"

Itachi mengernyit. Kalau tahu sejak awal, kenapa Kyuubi ngotot memintanya di antar hingga kesini.

"Kenapa?" tanya Itachi.

Menghela nafas, Kyuubi mengedarkan pandangannya.

"Kuharap makhluk itu tidak pernah keluar dari segel kutukan," gumam Kyuubi yang dapat didengar Itachi.

"Apa?"

"Eh, bukan, bukan apa-apa," sergah sang makhluk langit cepat, "ayo, kita lanjutkan perjalanannya," Kyuubi tiba-tiba melirik punggung rekannya.

"Kau membawa pedang?"

Itachi ikut melirik punggungnya sendiri, lalu mengangguk.

"Pantas saja," tiba-tiba Kyuubi menggeram tak suka, "kenapa bawa-bawa pedang segala?"

Itachi lagi-lagi mengernyit bingung. Selain dia itu pembuat dan ahli pedang, dia juga tak mungkin mengabaikan cerita yang di kisahkan Kyuubi selama di penginapan. Rasa-rasanya wajar saja jika ia membawa sebilah senjata ketika akan memasuki hutan terlarang dengan banyak kemungkinan yang akan terjadi.

Kenapa Kyuubi malah sewot saat melihatnya membawa pedang.

"Oke, aku tahu apa yang kau pikirkan." kata Kyuubi, "tapi dengarkan aku sekarang," sekali lagi ia menghela nafas berat, "jangan pakai pedang itu di hutan ini apapun yang terjadi, oke?"

Di luar dugaan, Itachi terlihat menganggukan kepalanya dengan patuh, Kyuubi mengerjap pelan.

"Jika itu perintahmu," Itachi menangkap telapak tangan Kyuubi, "akan kulakukan." katanya.

Kyuubi mengerjap lagi, melihat pada tangannya yang bertaut erat dengan tangan Itachi. Sepertinya ada yang salah. Setahu dia, hutan ini tak memiliki kekuatan menghipnotis seperti yang di lakukan Itachi padanya.

Sudahlah, abaikan saja. Manusia mungkin memang seperti ini. Sulit di baca jalan pikirnya. Terlebih lagi Itachi.

*

*

*

Sasuke mendekap erat tubuh Naruto, rupanya hari sudah beranjak malam. Pohon plum berhenti mengeluarkan cahaya membuat Sasuke dan Naruto kesulitan menentukan arah untuk pulang.

Setelah beberapa kali memutar dan akhirnya kembali ke tempat ini, keduanya sepakat untuk berhenti sejenak sebab rasa lelah yang mengekori sedari tadi.

"Aku masih ada sedikit air." Sasuke memecah hening, "jika kamu haus," lanjutnya ketika Naruto menoleh heran padanya.

Naruto menggeleng. Ia jadi lebih banyak diam setelah melakukan kegiatan intim bersama Sasuke beberapa jam lalu. Ia masih belum mau menerimanya. Ia masih tahu kelanjutan kisah ini. Ia tidak mau berpisah dengan Sasuke, kekasihnya.

"Kita akan segera keluar dari sini, dobe, jangan kuatir." Sasuke menghirup aroma keringat dari tengkuk si pirang.

Kali ini Naruto mengangguk. Bergerak kecil menyamankan diri di dalam dekapan Sasuke.

"Sudah cukup!" gelegar suara yang pernah mereka dengar kembali meneror keduanya. "Waktu kalian sudah habis!"

Naruto memejam mata erat, enggan mendengar kelanjutan kalimat dari suara itu.

"Kalian telah melakukan pelanggaran!"

Sejenak Sasuke berpikir, ia kira mungkin kegiatan panas mereka adalah pelanggaran yang di lakukannya, sebelum suara itu kembali menyentak keras.

"Belum waktunya kalian bertemu, Hikobushi, Orihime. Kalian telah melewati garis!"

Sasuke melirik Naruto yang masih memejamkan mata. Tampak lelah sekaligus damai di mata sang raven.

"Akan ku antar, puteri Langit ketempatnya."

Naruto membuka mata, tepat saat sebuah pusaran angin mengeliling mereka. Sasuke sigap menyembunyikan tubuh sang kekasih sembari memegang erat Kusanagi-nya.

"Hahaha.." suara tawa membahana menakutkan, menciutkan nyali yang susah payah di bangun.

"Tarik pedangmu dan rasakan akibatnya, manusia bodoh!"

Sasuke mengeraskan rahang. Sudah cukup, ia muak dengan suara ini. Ia muak terus-terusan di perintah oleh makhluk ini. Ia muak jika harus mundur dan melepas Naruto begitu saja.

Maka, kakinya melangkah yakin sambil tangannya mengangkat kusanagi yang masih tersarung apik.

"Aku akan melawanmu," tidak sedikitpun getar terdengar pada suara Sasuke, sebaliknya ia di balas tawa mengejek dari makhluk tak kasat mata itu.

"Benar-benar manusia sampah!"

Naruto terkesiap, ia tak menyangka Sasuke akan melakukan hal nekat ini. Apa yang akan terjadi jika Sasuke mencabut pedang dari sarungnya, akankah sosok Tengu kembali hadir disana.

Sedikit-sedikit suara gesek pedang dengan sarungnya terdengar menandakan bahwa Sasuke tidak main-main dengan ucapannya.

Bergerak sendiri, Naruto mencekal tangan Sasuke. Setengah Kusanagi menyapa tajam di sana.

"Jangan!"

Delikan tajam Uchiha bungsu di terimanya, sebelum pusaran angin itu membuyar menyapu segala yang di sapanya dengan beringas.

Sasuke dan Naruto sontak menutup mata. Tubuh keduanya hampir terbawa terbang, namun bertahan setelah menjejak tanah dengan kuat.

"Jangan paksa aku, manusia sialan. Kau akan tahu akibatnya!"

Naruto terhempas berlutut disana ketika Sasuke kehilangan akal dan kesabarannya. Sambil memicing awas, Kusanagi di tarik cepat. Langsung di hunuskan.

"Sasuke...!!"

Yang terakhir Sasuke lihat adalah tubuh Naruto melayang menjauhinya, dan sosok Tengu yang berdiri diseberangnya.

Saling menghadap, Sasuke dan Tengu bersiap adu kekuatan.

***

Bersambung,

A/N:  Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan bathin.. Semoga belum terlambat ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top