🎋 ; 𝕃𝕠𝕟𝕖𝕝𝕪
Pungut Project Event
[T A N A B A T A]
→ Lonely ←
Kudou Chika x Hozuki Satowa
Kono Oto Tomare! Sounds of Life © Sakura Amyuu
Story by: azure_lullaby
Note~!
- OOC? Jelas.
- Ga jelas? Tentu.
- Typo? Harap diingatkan.
- Kritik dan saran? Sangat dianjurkan.
Setiap tahun di angka 7 dan bulan 7, garapannya selalu berhubungan dengan kesendirian, kesepian, dan bagaimana ia menyiratkan ingin memiliki keluarga.
----------
Angin malam menggoyangkan surai pirang. Senyum cerah terlukis jelas, semakin menghiasi wajah sang empu yang memerah akibat kedinginan. Manik madunya berbinar ketika melepaskan genggaman dari secarik kertas yang baru saja Ia gantungkan.
Untuk kesekian kalinya, lelaki berusia 10 tahun tersebut membaca harapan yang telah dirinya tuliskan. Senyumnya tak kunjung pudar, namun air hangat mengaliri pipinya. Menggambarkan rasa bahagia dan sesak yang tercampur dalam hati. Chika senang. Dia senang karena bisa menggantungkan harapan yang bisa saja terkabulkan suatu saat. Namun disisi lain, merasa sakit mengingat kondisi keluarga yang memiliki kemungkinan kecil untuk menyayanginya.
Salahkah Chika karena sudah terlahir ke dunia? Salahkah Ia ketika menginginkan momen hangat sederhana barang satu kali saja? Salahkah dirinya jika ingin tahu seperti apa rasanya memiliki keluarga yang sebenarnya?
Pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalanya semakin membuat air matanya mengalir lebih deras. Mungkin, Ia memang salah. Salah karena sudah membuat hidup sang Ayah menjadi seperti neraka. Salah karena sudah terlahir ke dunia.
Lengan mungilnya segera menyusut air yang terus mengalir. Chika melebarkan senyumnya, seolah menghapus pemikiran buruk tentang dirinya sendiri.
"Aku sudah menggantung harapanku setinggi mungkin. Harapanku pasti akan terkabul! Pasti! Ayah pasti akan mulai menyayangiku seperti ayah-ayah yang lain!" Anak itu berseru dengan nada riang. Seolah berusaha melupakan kesedihan yang sempat mengisi hati.
.
Entah untuk yang ke berapa kali dia kesini. Menggantungkan secarik kertas sambil menghela nafas. Tak ada senyum yang menghiasi wajahnya kali ini. Kelereng cokelat itu kini tampak gelap dan kosong, menyembunyikan air mata yang harusnya sudah Ia keluarkan sejak lama.
Lagi-lagi, Ia bersalah.
Jika saja Chika tak pernah lahir, kakeknya tak akan menderita dan berakhir pergi ke alam selanjutnya. Jika saja dia tetap bertahan dengan rasa sepinya, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Jika saja ... sang Kakek tak berurusan dengannya, mungkin hidup pria tua itu akan damai tanpa masalah.
Dia menyuruhnya untuk bahagia. Tapi bahagia untuk apa? Sosok lelaki usia senja yang Ia tahu sudah menyayanginya sepenuh hati telah menghilang dari pandangan. Sekalipun Chika punya sahabat, sekalipun Chika tahu kalau teman-temannya menyayanginya, laki-laki tersebut terkadang masih merasa sendiri.
Chika berbalik, dengan kedua tangan yang sudah terbungkus dalam saku celana. Berjalan bersama rasa sepi di antara keramaian sambil bergumam, "Harapan kali ini ... sangat tidak mungkin untuk dikabulkan, tapi ...."
'Aku harap kakek bisa tetap tersenyum kepadaku.'
*
"Kudou! Hei, Kudou! Bangun!"
Kelopak mata berbingkai helaian berwarna pucat terbuka, bersamaan dengan satu tangannya yang menggengam pergelangan tangan seseorang yang tengah memukul pipinya ringan.
Ditangkapnya pemandangan seorang gadis yang tiba-tiba terdiam dengan wajah merah padam. Tidak, bukan hanya wajah, seluruh tubuhnya mungkin sudah memerah saat ini.
Chika menguap dan mengusap mukanya dengan tangan yang satu lagi, "Hozuki, tidak bisakah kau sedikit lebih lembut?"
"A-ap-?! Aku sudah membangunkanmu sejak tadi! Kita sudah sampai!" Sang Gadis, Hozuki Satowa memunculkan perempatan di pelipisnya, akan tetapi tidak mengurangi bagaimana tubuhnya menjadi seperti stroberi yang sudah matang.
"Huh? Sudah sampai?!" Mata Chika langsung membulat, diikuti dengan bangkitnya Ia dari posisi duduk dan mulai sedikit berlari. "Kalau begitu, ayo cepat!"
"Kau yang membuat kita tertinggal oleh yang lain, bodoh!" Satowa meninggikan nada bicara. Namun, tidak menolak genggaman dan tarikan tangan lelaki di depannya meskipun jantung gadis itu terasa seolah-olah akan keluar dari tempatnya berada.
"Yang lain kemana?" tanya pria berusia 17 tahun tersebut sambil celingak-celinguk di antara keramaian.
"Mereka bilang akan pergi duluan. Ini benar-benar salahmu karena tidur seperti kayu gelondongan."
"Hah?! Kenapa kau tidak ikut saja dengan mereka dan meninggalkanku jika akan berkata begitu?!"
"Kau bodoh?! Aku tidak mungkin meninggalkanmu, bocah!"
"Huh?"
"E-eh?"
Setelah menyadari apa yang telah Ia katakan, Satowa memalingkan muka yang terasa semakin panas. Begitu juga dengan Chika yang memandang ke arah lain guna menyembunyikan semburat merah yang ada di bawah matanya.
"M-mungkin mereka sudah sampai di festival. Ayo kita susul." Pada akhirnya, Pemuda Pirang itu mengajak Gadis Hozuki, berusaha terlihat sesantai mungkin agar suasana diantara dua insan itu tak terlalu canggung. Kini, tangannya pun tak tertaut lagi dengan jemari kecil milik Satowa.
*
Cahaya kemerahan mengelilingi mereka. Langkah kaki yang kesana kemari serta suara riang anak-anak kecil mengisi indra pendengaran. Angin malam berhembus menggoyangkan helaian pirang, seolah membawa memori Chika pada dirinya di masa lalu.
Tentang bagaimana bodohnya Ia beranggapan bahwa harapannya bisa menjadi kenyataan.
Ia berjalan, berdampingan dengan Satowa yang sepertinya tidak ada niat untuk bicara, menuju tempat dimana teman-teman yang lainnya berada.
"Yo, Chika, Hozuki-san! Kalian lama sekali."
Panggilan terhadapnya membuyarkan pikiran Chika. Ditatapnya sang Pelaku yang tengah tersenyum lebar dari jarak beberapa meter.
"Kalian! Tega sekali meninggalkankan teman kalian di kereta begitu saja!" Chika memasang wajah masam. Sangat tidak sinkron dengan hatinya yang tengah tersenyum senang.
"Soalnya kami tidak mau kalau harus sampai terjebak di kereta," ujar Kouta di sela tawanya.
"Benar! Untung saja ada Hozuki-san yang menemanimu." Sane menambahkan.
Yang barusan disebut marganya memalingkan muka dengan angkuh, "Aku hanya tidak ingin acara ini jadi kacau gara-gara manusia yang tidurnya tak kenal tempat."
"Bisakah kau berhenti mengejekku?!"
"Kenapa? Aku hanya mengucapkan kenyataan."
"HAH?!"
"Sudahlah, kalian!" seru senior berkacamata mereka yang sejak tadi hanya menyimak. "Tidak baik bertengkar di hari seperti ini!"
Akibat seruan tersebut, dua insan yang sering bertengkar akhirnya hanya saling memutar bola mata dan memalingkan muka. Membuat Takezou menggelengkan kepala.
"Daripada itu ... lebih baik kalian segera mengisi kertas Tanzaku untuk digantungkan di pohon bambu!" Senior mereka yang lain, Kurusu Hiro tersenyum untuk mencairkan suasana sambil menyodorkan dua buah kertas kepada Chika dan Satowa.
"Terimakasih, senpai," ucap Satowa, dengan nada yang lebih lembut.
"Kalian bagaimana?" Kali ini, Chika yang berbicara.
"Ah, itu, sih ... kami sudah mengisinya saat kalian masih berduaan." Mitsu menjawab dengan santai. Tanpa tahu karena perkataan tersebut, telah membuat telinga sang gadis bersurai cokelat panjang memerah. Sedangkan Chika terlihat memasang wajah protes, seolah mengatakan ....
Tidak adalah kata yang lebih tepat untuk kau gunakan?!
*
"Hozuki, kau menuliskan harapan apa?" Pemuda tinggi itu bertanya sambil ikut menggantungkan Tanzaku bersama gadis yang baru saja Ia tanya.
"Ke-kenapa kau harus tahu?"
"Hanya penasaran." Chika berujar. Manik madunya melirik ke arah benda yang tengah digantungkan Satowa. Dan seketika tersenyum melihatnya. "Kau benar-benar menyayangi kami, ya?"
Sang Gadis secara refleks memasang posisi menutupi apa yang Ia tuliskan. Wajahnya kembali memerah malu, lidahnya terasa kelu untuk berbicara. Sedangkan Chika melanjutkan aksi usilnya lagi.
"'Aku harap waktu tidak cepat berlalu dan bisa bersama semuanya lebih lama lagi.' Ternyata kau bisa manis juga, ya, Hozuki-chan."
Alhasil karena kalimat yang baru saja diucapkan sang pemuda, semua yang ada disana tersenyum sambil menangis terharu, pengecualian untuk Natsu yang tetap memasang wajah datar. Agak dramatis memang, tapi cukup untuk membuat seorang Hozuki Satowa memasang ekspresi malu sekaligus bingung akan apa yang harus dikatakan, "A-anu ... itu-"
"Hozuki-chan ... aku pasti akan sering menemuimu saat sudah lulus nanti!" ucap Hiro dengan binar bahagianya.
Atsumu, yang sejak tadi tak mendapat peran sekarang membuka suaranya, "A-aku juga! Aku akan terus mengingat kalian saat kita berpisah nanti!"
"A-ah ...."
"Kami juga berharap bisa terus bermain denganmu, Hozuki-san!"
Kelereng cokelat kemerahan semakin membulat. Wajahnya masih tampak malu, namun juga tampak terharu. Ingin rasanya Satowa menangis bahagia. Bersyukur karena mendapat teman yang sangat tulus menyayanginya, dimana Ia sendiri pernah berniat memanfaatkan mereka.
Satowa menoleh ke arah Chika. Yang sepertinya masih menertawakan wajahnya yang sudah tampak seperti buah stroberi matang. Terlihat jelas dari seringaian menyebalkan yang entah mengapa sangat menawan terlukis di wajahnya.
"Hei! Karena semuanya sudah disini, ayo kita jalan-jalan di festival." Kouta mengalihkan perhatian, beberapa orang mengangguk setuju, sedangkan Chika bergumam mengiyakan.
Senyum hangat Ia lukiskan di wajahnya, ketika semua sudah berjalan mendahului. Binar dalam kelereng berwarna cokelat madu semakin menjadi. Chika tertawa dalam hati, teringat akan harapannya yang berhubungan dengan keluarga, tentang bagaimana dia merasa kesepian, tentang bagaimana Ia berharap tidak lagi merasakan kesendirian. Hei, dia tak sendiri. Chika yang sekarang tak lagi sendiri. Interaksi ringan yang mengisi tiap hari telah menghapus rasa sepi sedikit demi sedikit.
Ia punya teman, Ia punya keluarga, Ia punya klub koto, Ia juga punya sosok yang membuatnya jatuh cinta. Tak ada alasan untuk kembali kesepian. Chika memiliki banyak hal dalam hidupnya yang harus dia sadari.
Meskipun harapan yang lelaki itu tuliskan sejak kecil kemungkinan besar tak terkabulkan. Chika sekarang sudah mendapatkan yang lebih bagus dari apa yang dia harapkan dulu. Bisa bersama dengan orang yang sayangi dan melihat orang yang dia cintai tersenyum bahagia ... hal itu sudah lebih dari cukup untuk mengikis rasa sepi dan membuatnya senang.
"Kudou, kau akan ikut atau hanya akan berdiri disana seperti anak hilang?"
Lamunan Chika buyar mendengar panggilan dari Satowa. Tanpa wajah protes dan sebagainya, pemuda tersebut berlari kecil menghampiri seluruh anggota klub dan mulai berjalan berdampingan dengan sang gadis. Tak lupa dengan senyum hangat yang ta kunjung dia hapuskan dari wajahnya.
End.
Heyyo! Terima kasih karena sudah membaca~! Komen, saran, dan kritik sangat dipersilakan!
Anw, ini lebih tepat disebut fanfiksinya Chika kali, ya? Soalnya kek hang lebih fokus sama mental dan perasaannya hang sebenernya cukup berantakan. Nangis banget pas tahu ternyata masa lalu Chila senyesek itu :'D. / mmluk Chika
Kali ini no conflict, no angst, otakku rada ga bisa dipake buat sekarang /nangis
Jdi, yh... akhirnya cuman bisa bikin cerita yang sederhana begini, hild. Agak kecewa, sih, sama diksiku sekarang. Penggunaan katanya itu itu aja. Kalau sekitanya ada yanv salah atau kutang tepat, silakan komen. Biar kuperbaiki di cerita selanjutnya ^_^.
Sekian perbacotan dariku.
Sekali lagi ...
Terimakasih karena sudah menyempatkan diri untuk membaca~!
Nantikan event Pungut yang lainnya juga, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top