🎋 ; あなたの短冊

Sorry for a lot OOC🙏

Pair : Oikawa x Reader
By    : LunaTsne2_

.・゜゜・.・゜゜・.. .  . •

Hujan.

Ini sudah musim panas tapi masih sering hujan. Orang Jepang mempertanyakan hal itu.

Tanganku menyapu bulir-bulir air yang menetes di kaca gedung. Tetes-tetesan yang terjatuh ke aspal dengan ikhlas. Tanpa imbalan di sebut pengorbanan.

Sekarang tanyalah. Kenapa hujan turun?

Karena ada aku disini.

Kenapa?

Karena aku bahagia.

***

Ini fenomena alami yang terjadi turun temurun, nenek bilang itu hal yang normal.

Katanya bahkan selain keluargaku, Ameko, ada keluarga lain yang memiliki sesuatu seperti ini yang tradisi, seperti menjadi panda, bisa melompati waktu, ataupun memiliki tubuh yang dapat dirasuku roh jahat.

Jadi, ini normal.

Sangat, sangat normal bahkan sampai memengaruhi beberapa kota.

Ini adalah fenomena, hari akan hujan ketika aku senang, dan langit akan cerah ketika aku dalam perasaan negatif.

"Hah, ini sudah bulan ke tujuh dan sebentar lagi juga tanggal ke tujuh. Bagaimana Hikoboshi dan Orihime bisa bertemu kalau seperti ini... "

Aku menyipitkan mata mendengarnya, "kamu punya keinginan? "

Ketika temanku itu menoleh dengan suatu tatapan di matanya, aku menyadari pakaian pasiennya dan tangan pucat yang tenggelam dalam selimut.

"Tentu saja... "

Benar, tentu saja.

Aku tersenyum lembut. Selembut kapas, dan menepuknya selembut batako.

"Kita bisa seperti nenek di sebelah, dia pasang Teru Teru Bozu." ucapku.

"... Sangat... ketinggalan zaman. Ah sudahlah, percuma aku curhat padamu. Dan jangan memukul orang sakit..."

Mengedikkan bahu, perhatianku kemudian teralihkan oleh HP yang berdering di meja.

Ketika aku meraih benda itu, aku melihat kerling gelisah di mata temanku. Aku hanya tersenyum lagi padanya untung menenangkannya.

Tut.

"...Halo ayah. "

"Halo nak. Apa kabar? "

Aku terdiam, menatap langit gerimis yang perlahan mereda. Awan tebal dengan lambat bubar jalan grak.

Kamar rumah sakit menjadi sunyi mencekam.

"Aku baik, ayah. Bagaimana dengan ayah juga? "

"Ah, Ayah juga baik kok. "

Pandanganku beralih arahnya. Dia melihat langit yang mulai cerah dan aku bergantian dengan khawatir.

Kelopak mataku melemas, lalu tertutup. Lagi lagi menampilkan senyum yang berati; 'tidak apa apa'.

Aku tahu alasan ayah menelpon ku. Adalah, karena dia tahu aku membencinya.

Ayah punya perusahaan yang terkait dengan lapangan terbuka dan elektronik, jadi otomatis dia butuh cuaca yang cerah.

Karena itulah, dia membutuhkan "kekuatan"-ku.

Aku merasa pembicaraan- tepatnya urusan ayah akan panjang. Jadi aku bangkit dan berdiri di depan pintu keluar.

Sempat berbalik sebentar, berpamitan, " Nanti lagi dulu ya, Oikawa. "

Dia melambaikan tangan tersenyum. Hingga pintu tertutup, aku tak melihatnya lagi.

Kelopak mataku kayu menatap lantai rumah sakit, "satu jam lima puluh yen. "

"... Jangan buat ini menjadi seperti diskotik. "

Menghela nafas, aku mulai berjalan lagi, "ayah."

"Hm? "

"Sebentar lagi tanabata. "

Terdengar suara desing dan seruan di ujung telepon, "lalu? "

"... Temanku... Punya permintaan. "

Setelah itu sepi, hanya diisi suara kakiku yang terus melangkah sepanjang lorong.

Aku tahu, ayah pasti mulai tahu arah pembicaraan ini.

"... Nak, meski niatmu baik, jangan paksakan dirimu. "

Aku berhenti di depan lift dan mengetuk, "Tapi semua orang ingin hari yang cerah di hari itu. "

"Kamu- haah... " aku bisa membayangkan ayah mengusap wajahnya, ".. Pokoknya ayah tidak mau membantu, bahkan jika tidak sibuk sekalipun. "

Tentu saja. Aku tersenyum lirih bertepatan ketika lift terbuka, melenggang masuk.

Ini demi semua orang. Semuanya ingin festival tanabata cerah. Burung-burung kasagaki akan bisa menjadi jembatan untuk Hikoboshi dan Orihime.

Lalu, permintaan Oikawa tidak akan basah.

Kalau ayah tidak mau membantu, aku akan pake caraku sendiri.

***

Oikawa memperhatikan langit.

Setelah hari terakhir kali (Name) menjenguk, cuaca saat itu sepenuhnya cerah.

Namun keesokan harinya hujan deras, lalu cerah sampai malam

Besoknya lagi gerimis yang di sertai panas, lalu deras beberapa detik, setelah itu langsung cerah.

... Dia merasa penasaran dengan keadaan gadis itu. Ngapain sampai langit aneh begini?

Suara pintu terbuka di belakang. Oikawa menoleh cepat dan menemukan jauh dari yang dia pikirkan, si Iwa.

"Hoh, ini dia yang beraninya mengundang cewek sendirian. Sudah selesai dramanya? "

Dia nyengir, lalu kembali melihat ke langit, "(Name) ga keberatan tuh. "

"Kalo suka langsung bilang aja, bodoh. "

"Perlahan-lahan mendekatkan diri, Iwa-chan. "

"Itu namanya diam mengkalem, bergerak menjadi buaya. "

Iwaizumi gedek ngeliat temennya yang akting kalem dan baek di depan seorang perempuan. Kalau lagi ga perawatan, dia udah kebiri si Oik itu pastinya.

"Ngomong-ngomong, cuaca hari ini lebih normal ya. "

Iwaizumi juga tahu itu. Beberapa hari terakhir di musim panas, hujan turun beberapa kali. Para organisasi alam melewati jalan jalan becek sambil menyerukan soal rusaknya bumi.

Tapi kemaren dan hari ini, cuaca tidak sebrutal sebelumnya. Itu sepenuhnya cerah, jadi ada harapan untuk Festival tanabata nanti.

"Iya, semoga sampai tanabata, masih cerah. " dia melirik Oikawa yang gayanya melihat langit seperti nak senja, "besok kamu pergi? "

Ke tanabata? "Iyalah."

Semoga besok cerah... Entah dia ingin mengaminkan atau tidak.

Kalau cerah, artinya suasana hati gadis yang di sukanya sedang buruk kan?

Oikawa berpikir sebentar sebelum kemudian mengambil HP nya di nakas, login ke aplikasi chatting.

Dia mengirim, tapi berkat iwaizumi dia baru bisa membaca balasannya besok.

- Aku tidak bisa ke festival
- aku harus melakukan banyak hal
- Jadi kuharap tanzakumu sampai ke langit!

Banyak hal?

Lagi-lagi Oikawa melihat langit.

Tiga hari terakhir, itu sangat cerah. Tidak ada sama sekali hujan jadi seolah ini musim panas yang terlambat datang.

Tapi hari ini, gerimis ringan turun sedikit.

Katika melihatnya Oikawa merasa sedikit perasaan terbuka yang lembut berdesir.

Seolah-olah, gerimis ini di buat seseorang untuk kata kata terakhir.

Setelah gerimis, cuaca berlangsung cerah bahkan hingga sore.

Setelah mengirim beberapa pesan lagi, tangannya terhenti dengan jawaban sebelumnya.

- kamu tidak mau menggantung Tanzaku?:(

- Jika aku berusaha sendiri, permohonannya akan terkabul.

Ketika Iwaizumi datang untuk menjemputnya, dia di bingungkan dengan Oikawa yang justru bersiap pergi ke arah yang berlawanan dari Festival di dekat rumah sakit.

Itu ke kediaman Ameko.

***

Tidak ke semua orang (Name) menceritakan masalah keluarganya.

Karena tidak semua orang bisa percaya.

"Siapa yang menggantung Tanzaku duluan?! "

Ada keributan di Festival dekat rumah sakit, petugas menangkap kertas permohonan itu sudah ada yang terikat sebelum waktunya, mencolok lagi.

Setidaknya sembunyikan dengan lebih pro! Pikir Petugas sakit mata...

Kios-kios mulai di buka. Kuil koin dihias, dan setengah lokasi Festival telah ramai oleh pengunjung.

Festival sudah dimulai seraya berjalannya waktu dengan langit semakin gelap.

Rumah (Name) tampak gelap dan kosong.

Oikawa ingin menelpon tapi adegan klasik hadir dengan habisnya pulsanya. Dia juga tadi lari dari Iwa.

Kemana?

Oikawa berdoa (Name) tidak melakukan hal yang tidak-tidak.

Hari benar-benar semakin larut dan waktu kembang api sebentar lagi akan di luncurkan.

Dia sampai dengan terengah-engah di jalan dekat sungai yang temaram.

"...Oikawa? "

Tertegun. Oikawa mendongak dengan mata lebar dan menemukan seorang perempuan dengan mata ragu menataonya, membawa setumpukan berkas.

"... " Aah! Oikawa berjanji nanti dia tidak akan lupa melempar koin ke kuil, "(Name)... Apa yang kamu lakukan? "

(Name) berkedip kecil dan menatap sungai.

"Menghindari Festival. " tangannya menggenggam berkas erat, "mengerjakan tugas. "

" .... "

Tugas?

Ide bagus, bagus untuk menjadi masokis.

Oikawa ternganga, "ooh... Jangan memaksakan diri. "

Tapi kemudian dia menyadari suatu tatapan di mata (Name) yang memantulkan sungai. Itu dia, tatapan rapuh.

Dia bangkit, sedikit merentangkan tangannya canggung membuat (Name) terkejut, "emm, kalau kamu lelah? "

(Name) membeku sejenak, tapi kemudian mundur perlahan.

"Nanti hujan deras. "

Hah?

Itu kalimat yang (mungkin) dalam kategori normal tapi Oikawa baper 89% meski di tolak.

(Name) tersadar dan dia mulai memerah tipis, lalu menggeleng kuat-kuat.

Ketika ingin mengubah topik dengan malu, mata teralih ke langit yang bintang tiba tiba mulai samar.

Itu awan! Mendung?

Dia membeku, lalu berbalik membuat punggungnya menghadap Oikawa, "aku harus kembali... "

Tapi Oikawa tiba tiba menghalanginya didepan seperti jelangkung, "kemana? "

(Name) mengatakan "Rumah" tapi tiba-tiba Kembang api meledak di langit dan menghalangi suaranya. Karena terkejut, dia reflek berlari.

Oikawa mengira (Name) kabur juga tidak mendengar perkataan tadi.

"Apa?!! "

DUAAR!!!

"HAH?! "

DUAAR!!!

Kembang api meledak pasti ada untuk mengejek mereka berdua. Keduanya bahkan masih kejar-kejaran sambil "berkomunikasi" berteriak.

Sepanjang tanggul berlari, ketika suara kembang api semakin dan semakin keras, Hujan tiba-tiba turun deras.

"..... "

(Name) diam dan berbalik, tapi menabrak Oikawa yang tak sempat mengerem hingga mereka kehilangan keseimbangan dan terpeleset ke sungai.

Kabar baiknya, sungai dangkal.

Kembang api benar benar hilang tanpa jejak, digantikan suara keras hujan.

Oikawa yang dalam masa penyembuhan meringis merasakan tubuhnya. Sepertinya dia akan dimarahi Iwa besok.

(Name) menatap langit dan kelilipan air hujan, lalu menangkap kertas yang berserak di sungai juga. Dia merasa ingin bergelung frustasi.

Malam tanabata tanpa hujan gagal. Permohonan semua orang akan rusak. Hikoboshi dan Orihime-

Pundaknya tiba tiba di rangkul dan tubuhnya di selimuti badan tinggi yang dingin.

Uhuk--sebentar, kok bagian terakhir terdengar suram-

Oikawa tidak mengatakan apa-apa karena jika bicara air hujan yang mengalir mungkin masuk mulut dan posisi agak menunduk.

Agak lama kemudian, pelan tapi pasti yang satunya mulai balas memeluk. Lalu terdengar isakan.

Oikawa merasa canggung dan menepuk nepuk punggung (Name).

Hujan deras masih tetap hujan, tapi tidak sederas sebelumnya.

***

Apakah Oikawa sempat menggantung Tanzaku malam itu?

Tidak, setelah beberapa jam di sungai, Iwaizumi menemukan mereka dan berseru marah "burung cinta! " dan sampai besoknya mereka masuk angin.

Tapi mereka menemukan satu hal yang pasti, bahwa keduanya saling peduli walau tidak lewat kata-kata cinta.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top