3
Bara Tedja itu, Fuckboy atau Bad boy?
***
Aku memasuki klub saat sudah pukul sepuluh malam. Asap rokok, sinar laser dan musik menghentak menyambut. Hari ini agak terlambat datang karena ada janji makan malam dengan beberapa teman.
Seperti biasa suasana klub saat jumat malam sangat ramai. Dance floor terlihat padat oleh tubuh yang menari penuh semangat. Aura weekend sangat terasa. Seseorang kemudian datang dan membisikkan sesuatu,
"Boss, ada yang mau ketemu. Katanya teman boss waktu di Kanada. Namanya Anton. Di VIP 3"
Aku hanya mengangguk, karena memang sudah berjanji untuk bertemu. Kupercepat langkah menuju ruangan tersebut. Anton adalah salah seorang sahabat di Kanada. Dan hampir dua tahun kami tidak bertemu. Ruangannya ternyata tidak ramai. Hanya ada tiga orang. Anton dan dua orang perempuan. Mungkin mereka mau Threesome pikirku.
"Hai, bro!" sapaku.
"Hai." Anton langsung berdiri menyambut. Kami berpelukan seperti biasa. Kemudian saling bertanya kabar. Sampai akhirnya ia memperkenalkan perempuan cantik yang sejak tadi duduk tak jauh darinya.
"Kenalin, ini Rianna. Sepupu gue."
Aku mengulurkan tangan sambil menyebut nama. "Ngapain bawa sepupu ke tempat ini?"
"Dia jarang di Indo jadi nggak punya teman. Makanya gue kenalin ke, lo."
Aku tersenyum kecil sambil kemudian mencoba meneliti berapa angka perempuan yang kini duduk di sebelahku. Kami berbincang tentang banyak hal. Terutama kabar teman-teman disana. Hampir satu tahun aku tidak pulang. Kami berteman dekat karena merasa sama-sama orang Indonesia. Tahulah bagaimana rasanya kesepian di negara orang. Meski aku menganggap kalau Saskatchewan adalah rumah utama. Terutama sejak papa dan mama memutuskan untuk tinggal disini.
Yang aku tahu keluarga Anton cukup terkenal disini. Sementara ia masih terus menuangkan minuman yang sudah memasuki botol ke tiga. Temanku ini memang cukup sering mabuk. Mungkin karena pergaulan. Sementara perempuan yang kutebak sebagai kekasihnya masih terus menempel. Sepertinya perempuan itu meminum sesuatu. Sehingga membuat nafsunya bangkit secepat ini.
Sampai akhirnya aku pamit, ketika melihat teman lamaku sudah mulai horny pada pasangannya. Sebagai sesama lelaki kami harus tahu diri. Kuajak Rianna dan ia mengiyakan. Kugenggam erat jemari gadis baruku menuju ruang kerja. Beberapa karyawan mengangguk hormat pada kami. Kulirik wajah yang terlihat polos, lumayanlah attitudenya cukup baik. Tidak ada kesan bossy sama sekali. Bahkan cenderung humble.
Aku seperti memiliki mainan baru. Meski sebenarnya kurang suka tipe seperti ini. Lebih suka pada perempuan agresif sih dan tahu apa mauku. Tapi not badlah jika hanya untuk satu atau dua malam. Sambil memeluk pinggangnya kami memasuki ruangan milikku. Kubawa ke sebuah sofa yang biasa menjadi tempat bercinta. Entah kenapa aku sangat menginginkan pelepasan malam ini.
"Sudah berapa lama di Indo?"
"Baru tiga hari." Jawabnya.
"Mau minum?" tanyaku.
"Boleh."
Kupesankan Martini untuk kami berdua. Kebetulan aku tidak suka yang terlalu manis. Menghabiskan malam bersama seorang perempuan terasa tidak enak kalau sampai mabuk. Jika dia yang mabuk sih tidak masalah, aku malah suka. Karena sisi liarnya akan keluar dan aku tinggal mengikuti saja. Ia menyecap minumannya. Kutatap wajah cantik dan halus didepanku. Sepertinya keturunan asing.
"Kamu cantik." Pujiku.
"Kamu bukan orang pertama yang berkata begitu." Jawabnya penuh percaya diri.
Sial! Pertahanannya cukup bagus.
"Aku jujur untuk itu."
"Lalu aku apalagi?"
"Kamu smart, humble dan penuh kejutan. Aku suka yang seperti kamu."
Ia tertawa kecil dan kembali menyecap minumannya. Mempermainkan bibir gelas dengan bibirnya. Sebuah pemandangan yang menarik. Tidak banyak yang sanggup melakukan itu. Kutatap bagian dadanya yang terbuka. Gundukan bukit itu terasa memanggil jemariku. Kuelus bahunya dengan ibu jari. Ia hanya diam dan tersenyum menatapku. Matanya mendadak sayu. Sebuah kode bahwa aku boleh melakukan lebih. Kucium tulang selangkanya yang memang terbuka. Tidak ada yang menghalangi disana.
Saat kusentuh perutnya, jemari Rianna segera membawa kebagian intinya. Sepertinya prediksiku tidak salah. Ia tidak sepolos wajahnya. Tapi aku suka. Kami memulai permainan. Seperti biasa aku akan mendominasi setelah beberapa saat. Melayani dia dengan keahlian yang memang kumiliki. Kami segera tenggelam dalam keindahan duniawi. Saat gaunnya benar-benar lepas dari tubuh.
***
Sebuah berita di media online mengusik ketenanganku. Seorang PSK yang dibuang dipinggir jalan mengaku bekerja di klubku. Entah sial apa kali ini. Sampai-sampai beberapa media memblow up berita tidak jelas sumbernya seperti itu. Kuminta beberapa orang kepercayaan untuk menyelidiki ini. Karena memang sudah lama lepas dari urusan perempuan panggilan. Karena memang diurus oleh mucikari masing-masing. Sampai kemudian siang ini aku mendapat laporan tentang darimana masalah ini berasal.
Seorang dokter muda menemukan perempuan itu dipinggir jalan. Kemudian sang korban menceritakan semuanya lalu mereka melapor ke kepolisian. Aku tertawa kecil, setidaknya ada perempuan yang cukup berani dalam membela hak kaumnya. Meski terkesan sebagai pahlawan kesiangan. Hal yang jarang kutemui pada masa sekarang. Masalahnya perempuan itu juga membuat sebuah video di akunnya yang memiliki followers ratusan ribu. Dan menghasilkan banyak komen dukungan.
Kuteliti laporan tersebut. Namanya Lyona, belum jadi dokter sih, masih koas. Kutatap fotonya, seperti pernah melihat, tapi dimana? Cukup cantik, kalau boleh dibilang sedikit mirip mama tapi dia lebih tinggi. Dengan wajah Indonesia asli. Ia pintar, dan ternyata anak dari Karel Hutama. Salah seorang pelanggan klub yang merupakan pengusaha baja ringan. Tapi ia hidup bersama ayah tiri dan ibu kandungnya.
Adiknya bernama Daud, yang bagiku bukan nama asing. Karena memang tahu kiprahnya sebagai youtuber ternama yang tidak suka menayangkan sensasi. Kemudian aku berpikir bagaimana caranya agar perempuan itu tidak lagi berbicara. Harus menemukan cara terhalus, karena setahuku ayah tirinya bukan orang sembarangan dan sangat berhati-hati dalam melakukan apapun. Keluarga mereka juga memiliki tingkat kepedulian sosial yang cukup tinggi. Ibaratnya bukan orang berada, tapi berkelas. Yang pasti tidak kekurangan makanan.
Kembali kuteliti laporan tersebut, rasanya aku harus mencoba meminta bawahanku untuk mendekati korban saja. Jelas itu lebih mudah, dengan Lyona aku akan bicara secara pribadi setelahnya. Paling tidak aku ingin agar nama klub ini bersih.
***
Bara menatap sosok yang baru keluar dari rumah sakit. Ia tidak pernah keluar sendiri, ini menurut laporan yang diterima. Namun hari ini mereka ada janji bertemu di sebuah café di seberang rumah sakit.
"Anda mencari saya?" itulah kalimat pertamanya, ada sedikit desahan diujung kalimat. Yang mendengar saja sudah bisa membuat seorang Bara horny. Suaranya seksi, antara kepercayaan diri yang kuat, kecerdasan dan juga pertahanan diri yang tangguh. Bara suka pada perempuan seperti ini. Entah kenapa perempuan pintar selalu menarik untuk ditaklukkan.
"Ya, kebetulan saya adalah pemilik klub yang namanya tersangkut dalam kasus yang kamu bicarakan."
"Bukannya kamu sudah membungkam dia dengan embel-embel sejumlah uang dan janji untuk melepas dari cengkeraman mucikarinya?" balas gadis itu tegas.
"Kamu mau minum apa?" Tanya Bara untuk menurunkan emosi perempuan di depannya.
Lyona menggeleng kecil. Meski akhirnya memilih memesan minuman kemasan. Bara mengangguk, rasanya Lyona memang penuh kejutan.
"Perkenalkan saya Bara Tedja."
"Saya Lyona, dan mungkin kamu sudah tahu banyak tentang saya."
Bara tertawa kecil, macan di depannya sudah mengaum duluan. Tapi ia tidak takut, malah merasa tertantang.
"Itu jelas, saya harus tahu target buruan saya."
"Memangnya saya ngapain sehingga harus menjadi target kamu?"
"Kamu sadar nggak sih, kalau kamu itu menarik dengan cara bicara kamu?"
"Enggak! Saya malah merasa kamu melecehkan saya dengan tatapan seperti itu."
Bara menatapnya intens, sambil berpikir strategi apa yang harus ia lakukan untuk menaklukan buruan. Jelas Lyona berbeda dari perempuan lain. Seketika rencana untuk membicarakan perempuan korban kekerasan itu sirna. Nantilah, biar pengacara yagn mengurus. Sementara ini ia lebih suka menikmati Lyona.
"Saya hanya sedang menikmati makhluk cantik yang sedang marah dihadapan saya."
"Saya nggak marah, hanya saja bertanya dalam hati. Ada urusan apa sampai kamu menemui saya?"
"Jangan bertanya dalam hati. Ada saya disini. Silahkan bertanya sekarang."
"Ya kamu dong, kan yang mau ketemu saya itu kamu." Jawabnya kesal.
Kembali Bara tersenyum, gadis di depannya sedikit pemarah. Seandainya ini terjadi diatas ranjang, maka Bara akan menghabisinya sampa tetes terakhir. Membuat seorang Lyona tidak berkutik adalah tujuannya sekarang. Tapi tunggulah, mendapatkan sebutir berlian pasti membutuhkan waktu dan kesabaran. Bara tidak suka memaksa, tapi jangan lupa kalau ia seorang pemangsa. Yang akan membuat buruannya bertekuk lutut, menyerah tanpa sadar.
"Kenapa kamu menyampaikan ini di akun media sosial kamu yang saya tahu berfollower ratusan ribu."
"Karena pelecehan terhadap perempuan itu harus dihapuskan."
"Jangan lupa, perempuan seperti mereka sudah mengerti aturannya. Juga dibayar sesuai kesepakatan yang tarifnya tidak murah. Mereka menikmati hidup dengan pekerjaan itu."
"Tidak semua, sebagian melakukan karena terpaksa. Kamu menjual perempuan setelah mengambil kebebasan mereka."
"Siapa yang menjual? Mereka datang sendiri untuk menyerahkan diri pada mucikari. Aku menyediakan tempat dan jangan lupa mereka mencari makan disana. Aku tidak pernah memaksa mereka. Kalau kemudian mendapat tamu yang seperti itu, juga bukan salahku. Kebetulan saja mereka sedang bernasib sial. Lalu bagaimana saat mereka menjerit keenakan dan mendapat bayaran tinggi? Aku tidak ada disitu. Lalu dimana salahnya? Kalau dapat tamu royal, kan mereka juga yang senang." Balasku sengaja memancing emosinya.
Sayang, Lyona tidak terpancing, pertahanan dirinya sangat kuat. Hebat sekali.
"Lalu untuk apa kamu menemui aku disini?"
"Aku meminta kamu menghapus video wawancara dengannya yang menyebutkan nama klubku. Itu tidak baik, percayalah aku tidak terlibat sama sekali. "
"Permintaan kamu sama sekali nggak lucu."
"Yang bilang lucu siapa? Aku hanya menjaga nama baik klubku."
Ada tatapan membara dalam diri gadis itu, membuat Bara semakin bersemangat.
"Pembicaraan ini akan sia-sia. Kita tidak sependapat. Dan kamu pasti akan mengajukan argument versi kamu."
"Lyona cantik, Klub bukanlah tempat yang cocok untuk perempuan seperti kamu. Yang sejak kecil tidak kekurangan. Tapi itu bisa menjadi surga bagi perempuan cantik yang tidak berpendidikan. Atau berpendidikan tapi ingin mencari uang dengan cara yang gampang. Tinggal buka kaki tanpa perlu menguras otak.
Tahu dimana ujung dari semua? Uang dan kelangsungan hidup."
"Kamu—"
Bara tersenyum penuh kemenangan.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
231220
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top