16
Buat kalian yang terkena musibah banjir. Semoga banjirnya cepat surut. Dan selalu diberikan kesehatan.
***
Lyona segera memblokir nomor ponsel Bara. Ia yakin bahwa itu adalah jalan terbaik. Mengerti bahwa laki-laki sepertinya tidak akan peduli pada waktu dan uang. Yang penting keinginannya tercapai. Bukan karena Lyo merasa diatas angin, karena seorang Bara mengejarnya sampai ke tempat ini. Tapi karena memang tidak ingin menjalin hubungan lebih.
Masih memiliki trauma dengan keputusan papinya yang begitu mudah tergoda pada perempuan. Pernah menjadi saksi saat sang mami harus menangis setiap malam. Juga pengalaman memiliki ibu sambung yang tidak menyukai kehadirannya. Membuat Lyona lebih berhati-hati dalam memilih pasangan. Terutama juga, karena pernah mengalami bagaimana rasanya dikhianati.
Minimal sekarang, ia sudah membatasi akses orang tersebut. Bukan tidak menghargai apa yang dilakukan Bara. Sebagai perempuan sedikit banyak ia tersanjung. Ada seseorang yang rela menghabiskan waktu dan uang demikian besar hanya untuk menemui sampai ke mari. Padahal tahu, bahwa pria itu tidak memiliki waktu yang banyak. Tapi apa mau dikata? Ia sudah bosan berhadapan dengan pria seperti Bara. Menjauh adalah keputusan terbaik.
Tidak akan ada harapan dalam hubungan mereka. Karena paham apa yang ada dalam pikiran pria itu. Bahwa perempuan hanya menjadi penghibur bagi malamnya. Dan jelas mereka berbeda pandangan tentang hal tersebut.
***
Pagi itu Bara dikejutkan karena tidak bisa mengirim pesan pada Lyona. Kesal dengan sikap gadis itu yang memblokir nomornya, segera ia menghubungi Agung.
"Gung, di mana Lyona?"
"Sudah ke puskesmas sepertinya bos."
"Apa di terlihat baik-baik saja?"
"Ya tadi pagi berangkat seperti biasa."
"Ya sudah, saya akan menghubunginya melalui nomor lain."
Lyona... berkali-kali nama itu disebut oleh Bara. Ia kesal, tapi mengerti bahwa tidak bisa memaksakan kehendak. Marah sudah pasti, dan ada sebuah ego yang semakin membara menguasai pikirannya.
"Jangan panggil aku Bara kalau tidak bisa memiliki kamu. Jangan merasa menang, Lyo. Akan ada saatnya kamu yang mencari aku."
Kesal dengan Lyona, akhirnya jemari pria itu dengan lincah menghubungi sebuah nomor.
"Mami, bisa kirim anak buah terbaik ke hotel saya?" ia segera menyebutkan nama hotel tempat menginap. Bara tengah ingin melupakan gadis itu sejenak dan ia membutuhkan seorang perempuan untuk melayani.
***
Sebuah pesan memasuki ponsel Lyona pada pukul 09.30 WIT. Dari nomor tak dikenal. Tapi ia yakin kalau pengirimnya adalah bara. Lama gadis itu menimbang apakah langsung membaca atau tidak. Entah kenapa kali ini ia memilih untuk melanjutkan pekerjaan terlebih dahulu. Tiga jam kemudian saat istirahat makan siang, kembali dibukanya ponsel dan menimbang, apakah harus membaca dan langsung membalas atau mengabaikan saja.
Rasa ingin tahu yang besar akhirnya membuatnya memutuskan untuk membaca. Paling tidak untuk mengetahui alasan pria itu. Ternyata pesan tersebut cukup panjang.
Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran kamu saat ini. Apa maksudnya memblokir nomor saya? Kamu kira semua akan selesai dengan hal kekanakkan seperti ini? Tidak Lyona, kamu salah.
Saya akui, ada rasa untuk kamu. Sesuatu yang membuat saya sayang dan merindukan serta ingin melindungi kamu. Senang melihat setiap kali kamu marah dan tersenyum. Dan sangat wajar karena kita berbeda jenis. Ini adalah sebuah rasa suka dari seorang laki-laki kepada perempuan.
Tapi ada satu hal yang kamu harus tahu, bagi saya cinta bukan hanya tentang rasa, tapi juga logika. Saya bisa membunuh perasaan dengan logika. Tapi apakah yakin kalau kamu juga bisa melakukan hal yang sama?
Saya tidak menyangka, seseorang yang selama ini selalu berdebat dengan saya adalah orang yang kerdil. Memblokir nomor tanpa meminta konfirmasi. Kalau kamu terganggu tinggal bilang ke saya. Dengan senang hati akan saya pertimbangkan. Mungkin kamu adalah seorang yang baperan. Kamu sama sekali tidak menghargai apa yang saya lakukan.
Apa susahnya mengatakan bahwa kamu tidak suka saya datang? Atau kamu takut pada saya? Takut kalau akan jatuh cinta?
Ingat satu hal, bukan seperti itu cara menyelesaikan masalah. Apa saya harus mengajari kamu tentang manners? Sepertinya ya! Karena kamu sama sekali tidak memiliki itu.
Lyo hanya menatap pesan tersebut. Ada sedikit kebenaran dalam barisan kalimat yang dikirim oleh Bara. Gadis itu menghembuskan nafas perlahan. Berharap bahwa dadanya sedikit terasa kosong. Namun sesak masih bertahta dalam perasaannya. Semudah itu Bara membaca perasaannya?
Apakah memblokir nomor seseorang adalah sebuah tindakan kekanakan? Kenapa sepertinya pria itu marah sekali? Akhirnya, Lyo hanya menggelengkan kepala. Tidak berniat membalas satu kalimatpun. Seandainya punada, maka ia takkan menulis apapun. Karena memang sudah memutuskan. Biarlah seorang Bara berlalu. Semoga ada pria lain yang akan hadir.
***
Bara POV
Kumasuki club dengan langkah santai. Sepulang dari Manado segera sibuk dengan rutinitas. Ada banyak pekerjaan yang menunggu keputusan dan tanda tanganku. Sebuah cara terbaik untuk melupakan Lyona sebenarnya. Meski tak yakin bisa.
Sama sekali tak menyangka, kalau ia sekeras kepala itu. Setelah mengirim pesan tentang kemarahan padanya, ia tetap tidak membalas apapun. Perempuan itu benar-benar berbeda. Tapi jujur aku juga malas mengejar sesuatu yang sudah berada jauh dari nalar sebagai laki-laki normal.
Bila perempuan yang kita ingini tidak merespon setelah berusaha berkali-kali, berarti saatnya mencari yang lain. Karena bukan hanya dia makhluk berjenis kelamin tersebut di muka bumi ini. Meski kuakui ada sesuatu yang berbeda padanya. Yang tidak pernah kutemui pada perempuan lain di luar sana.
Meski begitu, aku tetap membiarkan Agung bekerja. Paling tidak sedikit lebih tenang karena tahu bahwa ia masih menolak seluruh laki-laki yang berusaha mendekati. Meski menurut informanku itu, mereka bukanlah pria sembarangan. Setidaknya orang-orang yang dekat dengan kekuasaan di sana.
Aku tahu bahwa Lyona bukan perempuan yang silau akan jabatan, dan uang. Ia adalah perempuan biasa yang lebih mementingkan sebuah hubungan sehat. Meski aku tidak yakin. Bagaimana ia bisa tetap mencintai Ettore meski jelas-jelas laki-laki itu sama sekali tidak meliriknya?
Kadang perempuan aneh, bukannya mengambil kesempatan yang ada dihadapannya sendiri, tapi malah mengharapkan sesuatu yang masih berada entah di mana. Bahkan rasa itu mereka pelihara seolah sesuatu yang akan menjadi milik mereka.
Padahal hidup selalu memiliki jalannya sendiri. Dan hukum yang terutama adalah, ambil kesempatan dan buang jauh-jauh sesuatu yang tidak mungkin untuk di dapatkan. Entah kapan Lyo akan benar-benar sadar. Tapi kembali lagi apa peduliku? Aku bukan seseorang yang dekat dengannya.
Meski sebenarnya merasa kasihan. Tahu bahwa keluarganya sedang kesulitan. Bagaimana ia harus bersusah payah agar bisa mendapatkan beasiswa. Aku juga tahu bahwa hubungannya dengan Pak Karel tidak terlalu baik.
Ketika berpikir tentang itu, aku jadi teringat akan kedua orangtuaku. Merasakan ikatan papa dan mama yang begitu kuat, meski pernah terpisah. Yang sampai saat ini aku yakini bukan karena ego, tapi memang harus berpikir sebelum mengambil keputusan untuk hidup bersama. Aku beruntung, bisa hidup ditengah-tengah cinta mereka. Tidak pernah melihat papa sedikitpun melirik perempuan selain mama. Demikian sebaliknya.
Mama masih sangat cantik ketika menikah dengan papa. Dan aku tahu bahwa banyak yang menyukainya. Sampai saat ini pun tahu bahwa mata pria paruh baya akan selalu selalu menghampiri mama dimanapun ia berada. Tapi tak sekalipun mama memalingkan wajah dari papa yang lebih tua dua puluh tahun darinya.
Meski dengan pilihan hidup seperti sekarang, aku menyukai kisah mereka. Dan berharap kelak menemukan seseorang seperti mama. Yang sanggup mencintai diluar batas kemampuannya. Tapi dimana menemukan perempuan seperti itu sekarang ini?
Masih iri saat menatap mama membimbing jemari papa yang sudah menua. Saat mereka berjalan pagi di sisi kolam renang atau lapangan golf belakang rumah. Bagaimana mama masih sering berbaring dipangkuan papa dan jemari papa membelai rambutnya. Kadang aku datang mengganggu, tahu bahwa mata papa akan menatap tak suka. Tapi aku juga senang bisa menikmati jemari halus mama berada disela rambutku. Kemesraan yang sama sekali tak lekang oleh waktu.
***
Lyona POV
Aku menjalani hari seperti biasa. Kadang harus turun ke distrik. Tapi kadang juga tetap berada di kota. Aku suka pada tempat ini. Di Kaimana kami semua membaur, baik itu pendatang ataupun penduduk asli. Pada pagi hari, banyak penduduk dari pulau yang datang menjual hasil bumi. Mereka menaiki perahu kecil yang biasanya dibuat sendiri. Dilengkapi dengan mesin dengan kapasitas kecil.
Karena sampai sekarang belum memasak, aku jarang berbelanja. Tapi tidaklah sulit untuk mencari makanan. Hanya saja, makanan khas ambon dan manado mendominasi. Aku jadi mengenal ada makanan bernama suami, papeda, dan juga singkong yang mereka sebut dengan kasbi.
Beberapa kali hadir dalam sebuah acara syukuran penduduk setempat, kami disuguhi pisang, ketela atau singkong rebus dan ikan bakar lengkap dengan sambal. Sesuatu yang saat pertama kurasa sedikit aneh. Karena pesta yang kubayangkan, sama seperti di Jakarta. Yakni lengkap dengan nasi dan lauk pauknya.
Tapi lama kelamaan aku semakin beradaptasi. Kalau ada undangan, biasanya aku makan dulu dari rumah. Beruntungnya, istri beberapa dokter sering mengirimkan makanan.
Komunikasi dengan keluarga di Jakarta juga masih baik. Bedanya, sekarang mami tidak terlalu mengkhawatirkan aku lagi. Jadi lumayanlah, pertanyaan aneh sudah tak pernah terdengar. Meski begitu, setiap awal bulan, selalu saja ada kiriman dari beliau. Entah perlengkapan pribadi, atau kosmetik yang biasa kugunakan. Karena memang tidak ada disini.
Sebenarnya aku betah, hanya saja kadang godaan menikmati hidup seperti di kota besar datang menggoda. Kepingin merasakan jalan di mal, menonton bioskop atau menginap di Cipanas saat Weekend. Semua harus kupendam baik-baik.
Satu hal lagi, tidak pernah ada pesan atau telepon dari Bara. Sepertinya ia sangat tersinggung dengan keputusanku waktu itu. Sebenarnya aku juga merasa sedikit kehilangan. Karena biasanya ada seseorang yang selalu mengirimi pesan. Meski ketika itu rasanya menyebalkan, tapi sekarang terasa lucu karena sanggup menghibur disaat sepi. Kadang aku membuka kembali chat lama hanya untuk menertawakan kejadian yang tela berlalu. Disini tidak ada teman bicara yang benar-benar kukenal. Meski sebenarnya Bara juga bukanlah orang yang ku kenal secara dekat.
Tapi buatku, itulah hidup, sebuah proses akan selalu mengiringi setiap keputusan. Mungkin memang sudah saatnya benar-benar lepas dari Bara. Aku percaya akan ada pria lain yang lebih baik dikirim Tuhan untukku. Biarlah nama itu berlalu.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
080221
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top