1
Kita ketemu dengan Bara, yang menurut Daud adalah bajingan. Apa sampai sekarang dia masih seperti itu?
Senang bertemu dengan kalian dalam cerita yang sebenarnya nggak baru banget. Semoga kalian suka, meski tokoh Bara cukup menjengkelkan.
Daud akan tetap lanjut, tapi maaf saya kehabisan ide buat mereka. Entah karena kesibukan di dapur yang cukup tinggi diakhir tahun.
***
Seorang pria berusia awal tigapuluhan, menatap tajam pada CCTV di ruang kerjanya. Ada lima televisi besar disini yang terhubung dengan beberapa klub eksklusif miliknya. Suasana malam minggu sangat terasa. Dance floor dipadati oleh ratusan orang .
Pria itu bertubuh tinggi besar dan berambut sebahu yang diikat rapi menjadi satu. Wajah tampannya tampak selalu mengeras. Tatto membungkus hampir seluruh tubuhnya. Sebuah kesukaan sejak ia berusia remaja. Dan hampir setiap tahun bertambah. Auranya mengintimidasi, membuat para bawahannya enggan untuk bertemu.
Setiap malam ia berkantor ditempat itu. Memastikan bahwa keuangan dan keamanan klub tidak bermasalah. Sambil esekali menyecap minuman yang telah menjadi bagian hidupnya sejak lama.
Kesukaan pada minuman beralkohol dimulai sejak tinggal di Kanada. Ketika itu ia menjadi mahasiswa yang jauh dari kedua orangtua. Menikmati kehidupan malam yang maha bebas. Sesuatu yang sangat dinikmatinya. Si tampan yang mapan adalah julukan para perempuan untuknya.
Meski begitu, ia sangat pemilih. Tidak sembarang perempuan yang bisa dekat dengannya. Paling tidak, perempuan itu haruslah memiliki ukuran tubuh sempurna. Ia bisa meninggalkan teman tidurnya bila menemukan sedikit saja kekurangan mereka.
Ia juga terkenal royal pada perempuan yang dekat dengannya. Karena memang sanggup untuk melakukan itu. Perputaran keuangan klub membuatnya kaya raya. Meski kekayaan itu sudah ada sejak ia belum lahir. Hanya satu yang tidak bisa dimiliki para perempuan tersebut. Yakni hatinya.
Pernah pacaran diusia sangat muda. Ketika itu memang sedang jatuh cinta pada teman berbeda kelas. Tapi akhirnya menyadari kalau cinta terlalu mengikat. Tidak cocok untuk jiwanya yang tidak menyukai batasan. Apalagi ia tidak bisa menjanjikan kesetiaan. Karena memang merasa mudah untuk jatuh cinta sekaligus pembosan.
Saat inipun ia memiliki beberapa perempuan yang dekat dengannya. Sebagai teman disaat kesepian atau butuh melampiaskan hasrat. Dengan rela mereka menyerahkan waktu dan tubuh untuknya. Bahkan perempuan itu saling mengenal namun tidak bisa meminta lebih. Karena sejak awal ia sudah memberikan batasan. Bahwa tidak akan ada komitmen diantara mereka. Ia adalah pemegang kendali bagi kehidupannya.
Tak bisa dipungkiri kalau ia menyayangi mereka, berusaha membahagiakan tapi tidak bisa mencintai. Baginya nilai rasa sayang itu jauh lebih penting dari pada sebuah kata cinta yang pada ujungnya bisa saja menghancurkan hati.
Hanya satu perempuan yang bisa membuatnya benar-benar jatuh cinta. Yakni sang ibu tentunya Serrafina Arryan TedjaMulia. Ia akan menyerah kalah, saat sang ibu yang bersuara lembut itu memintanya melakukan sesuatu. Kalimat ibunya adalah perintah baginya. Kecuali dalam hal menikah! Ia tak suka dengan kalimat itu, karena memang tak percaya bisa menjalaninya.
Pria itu bernama Bartholomew TedjaMulia. Atau akrab dipanggil Bara Tedja diantara para perempuan yang mengejarnya.
***
Bara memacu kendaraannya dengan kencang. Sudah pukul tiga dinihari. Sambil membesarkan volume musik yang ada dimobil. Mata tajamnya menatap jalanan yang terlihat sepi. Ia sudah berada pada jarak 200 km/jam. Cukup lumayan untuk menaikkan adrenalin malam ini. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan di klub utama.
Tak lama super car tersebut sudah memasuki sebuah rumah yang sangat besar di pinggiran kota. Tempat setiap mata yang melewatinya terkagum, betapa megahnya kediaman tersebut. Yang oleh para penduduk sekitar diketahui milik seorang pengusaha Arryan TedjaMulia.
Bara memasuki kamar dan segera mandi. Sebuah kebiasaan agar besok saat sang ibu memasuki kamar tidak ada lagi aroma perempuan atau alcohol yang tertinggal. Ibunya sangat membenci kedua kata itu. Selesai semua, hanya mengenakan boxer ia segera membanting tubuh ke atas tempat tidur. Dan kemudian terlelap.
***
Bara membuka matanya saat sinar matahari tiba-tiba memasuki kamar. Didepan jendela, sang mama, Serra tengah berdiri menatap kearah hutan buatan.
"Masih pagi sekali, Ma. Ngapain sih?"
"Papamu sudah menunggu dibawah. Katanya kalian ada janji berkuda ke hutan?"
"Papa itu sudah tua, bukannya istirahat saja jaga mama." Protesnya sambil bangkit berdiri. Meski sedikit kesal, Bara tetap melangkah ke kamar mandi. Sementara sang ibu kemudian membenahi tempat tidurnya.
"Pulang jam berapa kamu tadi malam?" Tanya Serra masih dengan nada lembut.
"Jam satu. Kenapa?"
"Jangan bohong, mama tahu dalam seminggu ini kamu pulang menjelang pagi. Ingat kesehatan. Papamu punya riwayat jantung berarti kamu juga harus berhati-hati. Gaya hidup kalian diwaktu muda tidak jauh berbeda."
"Mama jangan menyamakan aku dengan papa. Kami berbeda." Jawab Bara sambil mengenakan jeansnya.
"Mama tidak mau kamu nanti bermasalah disaat sudah umur limapuluhan. Ingat, kesehatan itu hal yang utama."
"Ok, aku akan ingat."
Sang ibu akhirnya melangkah keluar kamar ketika melihat putranya sudah siap berkuda.
"Satu lagi, jangan terlalu sering berganti pasangan tidur. Kalau kamu memang tidak bisa menahan hasrat, ambillah istri untuk bisa melayani kamu."
Bara hanya tertawa kecil kemudian melangkah lebar menyusul mamanya lalu memeluk dari belakang.
"Aku tidak membutuhkan istri. Aku sudah menemukan jalanku. Lagi pula yang seperti mama stoknya sudah habis. Aku sedang menunggu siapa tahu Tuhan sedang berbaik hati lalu menyisakan satu untukku. Dimana dia melirik saja sudah bisa membuatku takut. Seperti yang papa lakukan kalau mama marah."
"Kamu itu." Jawab mama sambil mencubit pelan lengannya.
Keduanya melangkah menuju lantai satu. Sang ibu sudah menyiapkan bekal sarapan mereka dalam sebuah keranjang rotan. Dan seperti biasa, Arryan akan mengecup kening istrinya terlebih dahulu sebelum pergi. Meskipun hanya sekedar berkuda di hutan! Membuat Bara hanya bisa tersenyum sinis. Kenapa ayahnya bisa setia pada ibunya?
***
Bara sedang mengangkat barbell saat Arryan sang ayah memasuki ruang Gym.
"Tumben kemari, papa ada perlu denganku"
"Sudah lama tidak mengobrol dengan kamu. Bagaimana keadaan klub?"
"Baik. Aku baru memecat seorang bartender semalam."
"Kenapa?"
"Beberapa kali salah meracik minuman."
"Seharusnya kamu mencari tahu dulu. Bukan langsung memecat dengan alasan tidak jelas."
"Aku sudah cari tahu, dia hanya tidak bisa bersikap professional setelah perceraiannya. Seharusnya dia bangkit dan membuat orang percaya kalau sanggup mendapatkan perempuan yang lebih baik. Bukan malah terpuruk sampai menerima komplain dari pengunjung berkali-kali."
"Gunakan hati kamu, papa lihat akhir-akhir ini kamu berada diluar batas."
"Aku aman kok, pa. santai saja."
"Kurangi rokok dan alkoholmu. Perbanyak olahraga. Itu bisa membuatmu lebih baik."
Bara hanya menggeleng kepala. Ia tidak suka pada nasehat itu. Karena tidak bisa hidup tanpa keduanya.
"Jangan dikira papa tidak ke klub, lalu tidak tahu apa yang kmu lakukan. Ingat, papa dulu lebih nakal dari kamu sekarang."
Bara hanya tertawa kecil. Kemudian membiarkan sang ayah mulai berjalan diatas treadmill.
"Kenapa sih papa takut sama mama?"
Arryan menatap putranya dalam. Kemudian mengalihkan pada langit biru dikejauhan.
"Bukan takut, papa hanya ingin membuat mamamu bahagia dan tersenyum."
"Papa terlihat sangat mencintai mama. Terlalu mencintai itu tidak baik."
"Adalah keharusan bagi seorang suami untuk mencintai istrinya. Karena ia adalah tulang rusuknya."
Bara tertawa kecil. "Papa percaya pada kitab yang tertulis ribuan tahun lalu? Yang bahkan ketika itu kaca pembesarpun belum ditemukan?"
"Papa percaya pada apa yang papa yakini. Kelak kamu akan jatuh cinta. Dan pastikanlah untuk mengambil perempuan yang benar-benar kamu cintai. Agar pernikahanmu tidak hambar."
"Perasaan manusia akan selalu berubah. Bagaimana kalau kelak aku mengetahui bahwa dia adalah orang yang tepat? Bisa saja kemudian aku menemukan orang lain dalam kehidupanku."
"Dia akan membuatmu menyadari, bahwa kemanapun kakimu melangkah, kamu akan tetap meninggalkan hatimu dirumah. Dia akan membuatmu rindu untuk pulang. Kecantikan akan sirna, tapi percayalah, kalau cinta yang selalu kamu jaga akan tetap membuatmu bahagia. Dia tidak perlu cantik, atau bertubuh sempurna."
"Tapi aku pemuja perempuan cantik. Dan aku tidak percaya pada kesetiaan."
"Kesetiaan harus dilatih, sebagaimana kamu melatih kesabaran."
"Seperti papa pada mama, ha?!"
Arryan tertawa lebar. "Mamamu itu orangnya ngangenin."
"Apa yang membuat papa jatuh cinta pada mama dulu?"
"Suaranya yang lembut, tatapan yang teduh. Membuat papa bisa melupakan hiruk pikuk dunia di luar sana. Dia menawarkan ketenangan yang tidak pernah papa miliki."
"Aku sulit untuk jatuh cinta, ada banyak kompromi dibelakangnya."
"Mungkin karena kamu terlalu mencintai dirimu sendiri. Sampai lupa bagaimana caranya mencintai orang lain."
"Aku menyayangi mereka dan itu sudah lebih dari cukup untuk hidup."
Sang ayah hanya tersenyum kecil. Putranya terlalu keras. Sama kerasnya dengan dirinya dulu, sebelum bertemu Serrafina.
***
Serra menatap tubuh tinggi semampai yang menurutnya hampir saja tidak mengenakan pakaian malam itu. Tidak ada bagian tubuhnya yang benar-benar tertutup. Namun sebagai nyonya rumah tetap berusaha menjaga nama baik dihadapan tamu. Malam ini mereka makan malam bersama perempuan yang menurut putranya adalah seorang teman dekat.
Serra tahu bahwa gadis itu adalah seorang model ternama bernama Katrina. Yang semenjak tadi menatapnya dengan ujung mata. Seolah tidak menganggap kehadirannya sebagai pemilik rumah. Malah terlihat menempel kemana saja Bara pergi. Serra hanya menggeleng, dan berkata dalam hati. Perempuan itu akan menempel seperti lintah saat Bara memiliki segalanya. Kemudian membuang putranya bila suatu saat nanti tidak memiliki apa-apa.
Namun untuk menjaga perasaan Bara yang tengah berulang tahun, ia tidak berkata apa-apa. Memilih diam, dan membiarkan ruang makan besar itu hening. Sesekali ditatapnya saat sang gadis sedari tadi hanya mengaduk saladnya, dengan alasan sedang diet. Lalu apa gunanya ia datang untuk makan malam? Kalau kemudian hanya meminum segelas air putih?
"Apa mama besok ke rumah Om Agung?" Tanya Bara memecahkan keheningan.
"Ke rumah Tantemu Lusi tepatnya." Arryan segera membenarkan kalimat putranya. Membuat Bara menghembuskan nafas kesal. Ia tidak suka pada keluarga ibunya, yang sampai saat ini tidak menyukai kehadiran ayahnya.
"Apa mama mau kuantar?"
"Tidak usah, mama sama papa saja. Kamu mungkin punya kesibukan lain." Jawab Serra lembut.
"Ada supir." Jawab Arryan singkat.
"Besok kita mau ke Anyer. Kamu janji menemani aku, kan?" potong Katrina.
"Ya sudah, mama ke kamar dulu." Balas Serra sambil meletakkan sendok dan garpunya.
"Papa akan ke kamar bersama mamamu. Nikmati malammu. Apa langsung ke klub?" Tanya Arryan.
Bara hanya mengangguk, ia paham apa yang ada dibenak kedua orangtuanya. Dan begitu kedua orangtuanya menghilang didalam lift. Bara menarik tangan Katrina.
"Kita pergi sekarang."
"Aku tidak suka cara ibumu menatapku." Protes gadis itu.
"Ia hanya tidak suka padamu."
Gadis itu menghentikan langkahnya. "Maksud kamu?"
"Aku tidak bisa dekat dengan perempuan yang tidak disukai ibuku."
Katrina menatap tak percaya. Bara mengabaikan. Alasan itu hanya sesuatu yang kebetulan. Karena sesungguhnya putra Arryan tersebut sudah bosan.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
181220
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top