RETAK 4
Gaun merah dengan punggung dan bahu terbuka membuat Tyas sangat tidak nyaman. Namun, Aren telah menyiapkan khusus untuknya. Dengan balutan tuksedo hitam yang mengilap, Aren dan Tyas sangat serasi. Tak heran mereka menjadi pusat perhatian dan topik pembicaraan. Ternyata, pernikahan pria lajang sukses dengan janda beranak satu menjadi pembicaraan viral. Tyas merasa kenyamanannya terenggut. Terlebih saat nama Luna disebut-sebut.
"Aku mau pulang!" Tyas membentak Aren di depan umum. Pesta penting Aren tak lebih dari acara kumpul-kumpul dan pamer. Kecantikan pasangan, kekayaan, dan kekuasaan yang membuat wanita bergincu merah itu muak. Dia tidak mencium adanya pertemuan bisnis di sana. Tyas sangat kesal, Aren menipunya mentah-mentah. "Terserah kau mau tetap di sini atau tidak."
Gaun panjang yang melekat di tubuhnya masih menyulitkan pergerakan meski dia telah mengangkatnya tinggi-tinggi. Dia tidak pernah menyangka Aren akan bertindak seperti ini di depan koleganya. Mengagungkan kecantikan di depan rekan-rekan, sementara di rumah, hubungan mereka sama sekali tidak berfungsi.
"Kau membuatku malu dengan pergi begitu saja," protesnya saat di dalam mobil.
"Kau menipuku untuk hal yang tidak penting!" Tyas membanting pintu mobil dan masuk rumah. Sebuah cengkeraman di tangan menghentikan langkahnya. "Dengar, aku di sini bekerja untukmu, tapi ingat, aku bukan bonekamu! Aku punya kehidupan, aku punya Luna, aku tidak punya waktu untuk menuruti urusanmu yang enggak penting itu!"
Tyas mengibaskan cengkeraman Aren, meski tidak berefek apa-apa. Satu tarikan membuat Tyas terhuyung ke dada bidang Aren. Dia dapat mendengar debaran jantung lelaki itu begitu cepat. Debaran itu memicu darah Tyas yang seolah berdesir. Sengatan-sengatan halus di dadanya menimbulkan banyak pertanyaan. Perasaan apa ini? Mata hitam pekat bergerak-gerak resah, pikirannya bercabang. Rasa yang pernah begitu familier menyapanya kembali. Rasa yang pernah memberi ketentraman, justru membangkitkan trauma masa lalu.
"Kau bilang apa? Tidak penting?" bisiknya tepat di telinga. Suara rendah itu menggelalar masuk dan turun ke dada. Jantungnya berdentam-dentam sekarang.
Apa ini rasa takut?
Tyas berusaha mengendalikan diri, dia tidak ingin terjatuh lebih dalam lagi.
"Aren, lepaskan!" tuntut Tyas penuh penekanan. Cengkeraman itu melonggar, Tyas merasa lelaki yang telah resmi menjadi suaminya masih menatap punggungnya saat memasuki kamar Luna.
Luna tidur begitu lelap, dia tidak ingin menganggu tidur putrinya. Tanpa mengganti gaun, Tyas masuk ke kamar lain dengan pencahayaan remang untuk merebah. Seluruh energi seakan tersedot habis.
***
Pintu yang dibanting membuat Tyas yang nyaris terlelap terperanjat. Refleks tangan kanannya menggapai saklar menyalakan lampu tidur di samping ranjang. Seseorang terhuyung mendekat ke ranjang dan tercelentang. Wanita bergaun merah nyaris memekik sebelum sadar yang datang adalah lelaki berambut keriting berhidung mancung dengan dagu meruncing, dialah suaminya, Narendra.
Rasa kantuk yang menggelayut manja kabur begitu saja melihat kedatangan Aren. Aroma arak menusuk hidung hingga membuat Tyas begitu mual.
"Ren," panggil Tyas menepuk-nepuk pipi jirus suaminya. "Aren!"
"Kau mempermalukanku, Yas." Suara rendah itu terdengar sengau.
"Ya, ampun. Dia benar-benar mabuk," gumam Tyas membuka tuksedo yang masih melekat di badan Aren.
"Lepas, Ren!" Tyas begitu kesal, tiba-tiba saja lengan kukuh Aren menggepit lehernya. Tyas tidak berkutik di atas tubuh beraroma arak. "Kau mabuk!"
"Aku menginginkanmu, Yas."
"Dia sudah gila!" Tyas terus menggerutu selagi mengawasi wajah Aren yang terpejam. Bulu matanya lentik dan hitam, alisnya tebal, bibir bawah memiliki belahan tengah membuat bibir itu terlihat berisi. Tidak ada bau arak di area wajah saat Tyas mengendusnya tanpa sengaja.
"Apa aku tampan?" Dia membuka mata dan menyeringai. Senyuman itu membuat alarm bawah sadar Tyas menyala-nyala. Napasnya tidak bau arak, aneh. "Apa aku boleh meminta hakku sebagai suami?" lanjutnya.
"Aku tidak suka caramu bercanda! Kau tidak benar-benar mabuk?"
"Apa kau ingin aku mabuk?" Dia menyeringai setelah bangkit dan duduk di samping Tyas. "Meski aku tidak mabuk, apa sulitnya membuat nuansa seperti orang mabuk?" Kekehannya membuat Tyas mangkel.
"Penipu."
"Aku bisa mabuk untukmu kalau kau mau," ucapnya sambil terkekeh. "Tapi, bukankah lebih baik melakukannya dalam keadaan sadar?"
"Melakukan apa?" Mata hitam itu membola mendengar penuturan Aren yang mulai terdengar absurd. "Kau tidak sungguh-sungguh menginginkan hal ini dariku, kan?"
"Apa aku terlihat bercanda?"
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top