Bab 5: Bermalam di Pos Lampu Merah

Mereka memindahkan jasad rekan yang tewas ke dalam peti. Seorang penyihir senior merapalkan mantra dan membekukan peti itu agar jasad tidak membusuk. Para penyihir yang sudah berpengalaman terlihat biasa saja, mereka melihat jenazah tanpa kepala itu dengan ekspresi datar. Berbanding terbalik dengan para junior yang baru bergabung. Ada yang menangis, bahkan sampai muntah.

Hoffman berdiri di depan mereka semua dengan raut wajah tegas, ia menepuk kedua tangannya. "Perhatian!" Masih terdengar suara isak tangis dari barisan para penyihir tersebut, rekan yang ada di sebelah penyihir itu berusaha membujuk temannya untuk tidak bersuara terlalu kencang.

Pemimpin mereka menghela napas, sorot matanya tampak dingin. "Berhenti menangisi rekan kalian yang sudah tewas, setidaknya kita beruntung karena jasad yang tersisa masih cukup utuh dibawa kembali ke kerajaan."

Walau omongannya terdengar tidak berperasaan, tetapi Hoffman ada benarnya. Seringkali, para penyihir yang tewas kembali dalam tubuh tidak lengkap, bahkan ada yang cuma lengan tangannya atau sobekan jubahnya. Creature yang menyerang barusan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang sudah mereka alami selama ini.

"Angkat kepala kalian, jangan lemah!" seru Hoffman.

Kini barisan itu hening sepenuhnya, wajah-wajah yang tadi tampak sedih dan pesimis menjadi lebih tegar. Mereka memandang ke arah depan dengan tubuh kaku dan tegang.

Amber bisa merasakan tekanan yang berat di pundaknya. Ia tahu harus tetap waspada. Tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi rekan-rekannya juga.

Dari salah satu menara markas turun seorang penyihir dengan jubah biru yang dilapisi perisai di dada. Ia berlari kecil menghampiri Hoffman. Mereka berdiskusi kecil lalu Hoffman mempersilakannya bicara di depan pasukan.

"Selamat siang, buat yang baru bergabung, perkenalkan namaku Erick, aku bertugas menjaga pos ini," ucapnya sambil tersenyum ramah.

Menjaga pos? Amber mengatupkan mulutnya dengan tangan saking kagetnya. Berjaga di pos artinya dia menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam Shadow Grove. Luar biasa bagaimana ia bisa bertahan tinggal seorang diri ditempat tersebut selama hampir sebulan, berbekal ransum dan makanan kaleng yang rasanya tidak enak.

Tidak hanya itu, ancaman dan jeritan para Creature di luar markas pun seharusnya membuat jiwa pria itu terganggu. Tetapi ia terlihat biasa-biasa saja, bahkan cukup ceria.

"Hoffman sudah mengizinkanku untuk memakai jasa kalian," ia terkekeh lucu. "Aku tinggal sendiri di sini, tidak ada yang sanggup membersihkan markas sebesar ini sendirian, jadi, sebelum istirahat aku ingin kalian bantu bersih-bersih barak, ruang rapat, membersihkan kamar mandi dan sebagian menyiapkan makan malam."

Wajah para penyihir baru tampak kecewa, entah apa yang lebih mereka inginkan saat itu, langsung beristirahat atau menantikan petualangan yang spektakuler untuk dibicarakan kepada keluarga, bukannya malah bersih-bersih markas seperti pembantu.

"Ayolah jangan murung begitu!" Erick menepuk-nepuk tangannya. "Karena kalian membawa suplai makanan segar, kita bisa makan enak malam ini, ayo! Kita kerja sekarang!" Ajaknya sambil berbalik masuk ke dalam markas.

Amber tersenyum canggung pada Beatrice, gadis itu pun demikian. Mereka mengedikkan bahu lalu berjalan mengikuti yang lain, pasrah.

Amber kebagian mengangkut suplai ke gudang persediaan, sementara Beatrice membersihkan barak. Hoffman terlihat di ruang rapat bersama tim survey dan peta, ada Erick juga disana. Raut wajah pria itu tampak serius. Amber tidak dapat membayangkan tekanan dan beban yang harus dipikul Hoffman, entah sudah berapa banyak anak buahnya yang mati dan terkadang ia harus bertatap muka dengan keluarga yang ditinggalkan tersebut.

Jika itu Amber, ia pasti sudah menangis setiap malam.

"Hey, anak baru, jangan diam saja!"

Amber menoleh ke belakang, kaget mendengar suara pemuda berambut pirang yang berdiri di belakangnya. Ia memapah kotak berisi kentang di pundak dan mengapit karung berisi bawang bombay.

"Ah, maaf," ucap Amber pelan. Ia jadi tidak enak karena menghalangi jalan pemuda itu. Namun, rasa tidak enaknya sirna saat pemuda itu berlalu sambil mencibirnya.

"Pemula memang merepotkan."

Amber panas mendengar dirinya dikatai seperti itu. Ia tahu dirinya tidak merepotkan. Ia tidak terima dan langsung mengejar langkah seniornya itu. Sekantung wortel yang dibawanya jadi tidak terasa berat sama sekali.

"Hei, apa maksudmu berkata seperti itu?" tanya Amber sambil mengekor langkah pemuda itu.

"Kau tau sendirilah, pemula, mudah terkejut, tidak bisa beradaptasi, mudah mati," ujarnya sambil sedikit menolehkan kepalanya. Amber dapat melihat pemuda itu melemparkan senyum asimetris yang menyebalkan.

"Kami tidak selemah itu, kami hanya kaget–sedikit," suara Amber memelan di kata terakhir. "Lagipula, aku tidak diam saja tadi."

"Itu hanya satu Creature, kau tidak akan bisa berpikir saat dikepung lebih dari tiga."

"Kau bicara seakan kau bisa mengatasi situasi tersebut," balas Amber, tajam.

"Oh, kau tidak tahu saja," pemuda itu menyeringai. Ia berbelok masuk ke gudang suplai dan meletakkan barang bawaannya. Amber mengantri di belakangnya, masih sebal dengan pemuda itu.

Ia keluar dari gudang, saat melewati Amber, ia menepuk pundak gadis itu. "Kita lihat berapa lama kau bisa bertahan di hutan ini?"

"Aku akan keluar dengan selamat."

"Aku bertaruh satu hari," pemuda bermata hijau itu menatap Amber. "Ini perpisahan, sampai jumpa." Ia melambaikan tangan sambil melenggang pergi, seakan tidak akan melihat Amber lagi.

Amber menghentakkan kakinya ke lantai karena kesal, ia ingin memukul pemuda itu tapi ia bisa kena sanksi kalau berkelahi dengan rekan satu tim. Ia tidak mau membuat masalah yang mencoreng nama baiknya, tidak di tugas pertamanya.

"Sabar Amber, selalu ada orang menyebalkan di tim, bersabarlah" gumamnya sambil menarik napas beberapa kali.

***

Malam pun tiba. Semua pasukan berkumpul di ruang makan, di meja kayu besar berbentuk persegi sudah dihidangkan makanan sederhana seperti kentang rebus, sup wortel dan sepotong roti. Mereka menyantap makanan dalam hening. Sesekali terdengar suara jeritan Creature yang khas dan nyaring. Beberapa anak baru yang tidak terbiasa seketika kehilangan selera makannya, teringat dengan kejadian tadi siang.

Amber duduk di sebelah Beatrice, ia makan dengan lahap karena memang benar-benar kelaparan. Ia merasa seseorang mengamatinya, Amber menoleh ke sudut ruang, di meja panjang berisi para penyihir senior ia bisa melihat pemuda pirang tadi sedang mengunyah roti dengan wajah pongah.

"Menyebalkan," gumam Amber.

"Ada apa?" tanya Beatrice dengan suara pelan. Amber mendelikkan matanya ke arah orang yang dimaksud, Beatrice pun manggut-manggut.

"Namanya Gale," kata Beatrice. "Aku tidak kenal sih, hanya tahu namanya saja. Dia cukup populer."

"Karena apa?" Amber sudah membayangkan prestasinya yang setumpuk, ia tidak sudi kalau pemuda itu jauh lebih baik daripada apa yang diperkirakannya.

"Karena pernah melihat Creature Colossal."

Mendengar itu, bayangan raksasa berwujud mahluk lendir dengan tangan tajam langsung melintas. Ia mengerutkan dahi, tidak percaya.

"Bukankah itu hanya mitos?" tanya Amber.

Beatrice mengangkat bahu. "Setahuku juga mitos, tapi dia bersikeras mengaku pernah melihatnya."

"Kapan?"

"Saat ia pertama kali bergabung ke tim ekspedisi, sekitar dua tahun lalu?"

Amber terdiam, jelas pemuda itu hanya mengarang cerita untuk meningkatkan popularitasnya. Mungkin dugaannya benar, pemuda itu tidak lebih besar daripada omongannya sendiri. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top