Bab 4: Shadow Grove
Penduduk yang tinggal di jalan utama Kerajaan Aeston tampak sibuk mengerjakan masing-masing aktivitasnya, ada yang berangkat ke toko, mengangkut barang dagangan, bahkan ada yang jalan-jalan sambil menggendong anak kecilnya. Perhatian para penduduk teralihkan saat terdengar langkah kuda dari arah markas Guardian of The Realm.
Pemandangan itu sudah sering mereka lihat, tetapi tetap saja jantung mereka ikut berdebar saat melepas para penyihir elit itu berangkat ke Shadow Grove. Rombongan Tim Ekspedisi melintasi area perumahan penduduk, wajah-wajah di balik tudung dan topi kerucut terlihat tegang, terutama para anggota baru.
Kuda-kuda berwarna coklat berbaris rapi sambil menanti pintu gerbang Timur dibuka. Di tengah barisan itu terdapat tiga kereta kuda yang memuat suplai untuk diletakkan di pos Lampu Merah, tempat peristirahatan mereka selama di Shadow Grove.
Amber berada di barisan paling belakang bersama dengan Beatrice. Ia tidak bisa menahan senyum karena rasa antusiasnya yang besar untuk menjelajahi Shadow Grove. Iya tahu tempat itu berbahaya, tetapi itu tidak menjadi alasannya untuk takut. Justru, ia ingin menjadikan pengalaman ini kesempatan untuk berhadapan dengan Creature yang sesungguhnya.
"Siap untuk ekspedisi?" tanya Beatrice yang berada di atas kuda sebelahnya.
"Tentu saja," balas Amber semangat.
Gerbang timur yang besar dan tebal ditarik ke atas oleh katrol derek khusus. Saat gerbang itu terbuka sepenuhnya, mereka dapat melihat hamparan tanah tandus berwarna kehitaman dan deretan pohon-pohon besar Shadow Grove yang tertutup oleh kabut. Di sepanjang dataran yang menjadi perbatasan kedua wilayah tersebut tidak ada tanda kehidupan. Hanya terdengar deru angin yang sayup-sayup.
Hoffman mengangkat tangannya untuk memberi aba-aba. "Tujuan pertama kita adalah Pos Lampu Merah," ia memberi jeda sesaat. "Pasukan, maju!"
Tapal kuda yang dinaiki Hoffman menghentak ke tanah, hewan itu melesat keluar gerbang disusul oleh kuda-kuda yang lainnya. Mereka bergerak dalam formasi dan mulai mendekati area Shadow Grove.
Hawa aneh dan pekat hinggap di kulit Amber, ia belum pernah merasakan sensasi penuh tekanan seperti itu sebelumnya. Semakin dekat jarak mereka dengan mulut Shadow Grove, semakin berat perasaan di hatinya. Ini bahkan belum dimulai, tetapi aku sudah merasa merinding, batin gadis berambut merah muda itu.
Rombongan mulai memasuki area hutan, Amber melihat topografi yang tampak asing di matanya. Tanah berwarna hitam, pohon-pohon besar berwarna gelap dengan banyak cabang dan tajuk yang rapat. Ia tidak dapat mengenali satu pun jenis pohon yang ada di sana. Udara yang dihirupnya terasa dingin, beraroma kayu lapuk, lembab dan sedikit amis.
Hutan itu sangat sunyi. Hanya terdengar suara tapak kuda dari rombongan tim ekspedisi. Walau tajuknya rapat, tetapi ruang di bawahnya cukup lengang dengan jarak-jarak antar pohon yang cukup lebar, itu sebabnya mereka bisa membawa kereta kuda masuk ke dalam tanpa khawatir rodanya tersandung akar atau badan kereta menyangkut di antara sela-sela pohon.
Kabut sesekali menghalangi pandangan mereka, tetapi itu tidak menjadi halangan bagi tim pembuka jalan di depan. Mereka tampak sudah mengenali jalur itu karena pernah melintasinya berkali-kali. Beberapa penyihir di bagian depan, belakang dan samping mengacungkan tongkat dan menyalakan seberkas sinar dari ujungnya. Semakin ke dalam, hutan akan semakin gelap, makanya mereka butuh penerangan.
Mereka sudah berada di atas kuda selama sejam, semua orang tampak masih fokus dan mewaspadai area di sekitar. Hoffman mengangkat tangannya, ia menggerakan jari-jarinya memberikan kode kepada seluruh anggota rombongannya.
Kode tangan itu adalah bahasa isyarat yang digunakan Guardian of The Realm. Ada beberapa situasi yang kadang menempatkan mereka untuk tidak terlalu banyak mengeluarkan suara, sebagai gantinya, informasi disampaikan melalui bahasa isyarat tersebut. Hal tersebut diajarkan pada masa pelatihan, Amber bersyukur karena masih mengingat semuanya.
Sebentar lagi akan sampai di Pos Lampu Merah, Amber membaca isyarat itu di dalam hati. Ia lega karena keberangkatan mereka terasa mulus.
Mungkin Amber harus meralat pikirannya, baru saja ia bernapas lega, selang beberapa detik, seorang penyihir dari samping kereta kuda berseru panik. Ia adalah salah seorang anggota baru di tim tersebut.
"Creature!" teriaknya.
Tim yang bertugas di samping kiri kereta kuda menoleh ke arah yang penyihir itu tunjuk, dari dalam kegelapan hutan melompat sebuah mahluk dengan batok kepala lonjong, dan sepasang tangan serta kaki yang panjang. Mulutnya terbuka lebar dengan gigi-gigi tajam. Tubuhnya diselimuti lendir hitam dan kedua tangannya berbentuk semacam sabit yang tajam.
Mahluk itu mengeluarkan jeritan yang menyakitkan telinga, saat si anggota baru itu menutup telinganya, ia lengah dan tidak sempat melindungi dirinya dari serangan sabit Creature itu. Topi kerucutnya terlempar ke udara, tubuhnya yang tanpa kepala terjatuh dan tergantung di samping kuda karena kakinya masih tersangkut di sanggurdi.
Anggota baru lainnya ciut saat melihat kejadian tersebut. Wajah mereka pucat dan kengerian menghiasi wajah setiap penyihir yang bertugas di tim penyerang.
"Jangan diam saja!" seorang penyihir senior yang berada di depan membalikkan tubuhnya. Ia mengacungkan tongkatnya, "Boltzantium!" Sebuah bola api melesat dari ujung tongkatnya, mengenai tubuh Creature itu dan mendorongnya disertai ledakan besar.
Tetapi Creature itu segera bangkit kembali, ia mengejar rombongan dengan tubuhnya yang terluka. Kini, bagian tim penyerang di belakang yang harus mencegahnya mengejar rombongan.
Amber menekan rasa takutnya. Sama seperti yang lain, ia pun syok saat melihat rekan barunya bernasib tragis seperti itu. Tetapi, mereka semua akan bernasib sama seperti itu kalau hanya diam saja.
Amber mengacungkan tongkatnya yang berwarna hitam dengan ulir berwarn keemasan. "Tendrilas mavur!" serunya.
Ujung tongkatnya bercahaya, lalu ujung-ujung pohon di kanan kirinya memanjang dan menjadi lentur. Seakan bergerak mengikuti kehendak Amber, ujung-ujung pohon itu menyergap tubuh Creature dan melilitnya. Creature itu meronta-ronta berusaha membebaskan diri, tetapi rombongan sudah semakin jauh dan akhirnya tidak terlihat lagi.
Mereka menghela napas saat ancaman tersebut telah diatasi, terutama Amber, adrenalinnya mengalir kencang saat ia berhadapan dengan mahluk tersebut. Tidak ada kehidupan dari sorot matanya, seakan tanpa akal. Mereka hanya mengikuti hasrat untuk membunuh manusia yang masuk ke wilayah ini.
"Hebat, Amber!" puji Beatrice. "Aku bahkan tidak bergerak sama sekali."
Amber tersenyum kecil, "Terima kasih, ayo kita berjuang sama-sama, Beatrice."
Gadis berambut pirang mengangguk, walau dilanda oleh ketakutan, keduanya mencoba untuk tetap tegar.
Bagi Amber, masih terlalu dini untuk merasa senang. Mereka bahkan belum satu hari berada di sana, tetapi sudah ada ada korban jiwa.
Setelah beberapa saat, Hoffman yang berada di depan kembali memberikan kode dengan bahasa isyarat. Sesuai perkataannya, mereka memang sudah dekat dengan Pos Lampu Merah tersebut.
Amber sebenarnya bertanya-tanya mengapa nama pos tersebut "Lampu Merah", setelah ia sampai disana, sekarang ia paham. Guardian of The Realm membangun markas kecil di pos tersebut. Markas itu dilapisi kristal berwarna merah yang hanya dapat dibuka dengan sihir khusus, permukaannya kuat dan dapat bertahan dari serangan para Creature. Tidak hanya itu, mereka juga melapisi area pos tersebut dengan semacam selubung kasat mata sehingga markas tersebut tidak terlihat dari luar.
Rombongan tersebut berhenti tepat di depan kristal yang mengurung markas. Hoffman mengucapkan mantra untuk membuka lapisan yang menutupi pintu gerbangnya. Ia menggerakan tongkatnya ke atas dan pintu gerbang itu terbuka dengan sendirinya. Mereka pun memacu kuda kembali dan masuk ke dalam area markas.
Pintu gerbang pun tertutup bersamaan dengan kristal pelindung yang tumbuh menutupi bagian luar markas itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top