Ojamar duduk di ruang makannya yang besar dan luas, atapnya dihiasi sebuah lampu chandelier mewah, pilar-pilar tinggi dan besar berwarna gading menopang sudut-sudut ruang. Di hadapannya terbentang deretan makanan yang cukup untuk mengisi perut 12 orang, tetapi, hanya Ojamar yang duduk di sana dan menikmati hidangan tersebut.
Ia mengambil sepotong steik yang masih meneteskan darah merah. Steik dengan tingkat kematangan rare cukup digandrungi oleh para orang kaya dan bangsawan. Tentu, Ojamar juga tertarik merasakan hidangan dari kelas atas tersebut. Tidak menyelesaikan hidangannya, ia berganti ke hidangan berikutnya, sebuah sajian penutup berupa agar-agar berwarna merah dengan topping berbagai macam buah.
Sambil mengunyah, ia menatap sajian di hadapannya dengan wajah tidak puas. Ada yang kurang, pikir pria tua itu. Ia menjentikkan jari gendutnya, seorang pelayan dengan seragam hitam dan putih tergopoh berlari ke sebelah tempat duduknya.
"Ada apa, Tuan?"
"Tidak ada sup ikan," protesnya. "Bahkan, tidak ada satu pun hidangan ini yang enak."
Pelayan itu menurunkan sedikit kepalanya untuk berbicara dengan Ojamar. "Sudah dua hari ini kami tidak mendapatkan bumbu memasak, toko ikan juga tutup, hampir seluruh toko tutup."
"Apa maksudmu?" Ojamar mendelik, tak percaya.
Pasar di Kerajaan Aeston selalu ramai. Mereka tidak pernah kekurangan satu pun produk, bahkan ikan laut dan rempah yang diimpor dari kerajaan lain selalu tersedia di pasar besar kerajaan.
"Pasar sepi dan banyak toko yang tutup."
"Sejak kapan?"
"Kemarin, sebenarnya—mulai dari dua hari lalu, tetapi kami kira itu itu hanya sementara," terang pelayan tersebut.
Pelayan itu tidak melakukan kesalahan, tetapi ia tetap menundukkan kepalanya. Ia takut melihat amukan majikannya. Piring-piring berisi hidangan mewah itu ditendang dan berjatuhan ke sisi meja.
"Aku akan mengeceknya sendiri!" Ojamar mendengkus. Ia melompat turun dari kursi kayu besarnya dan meraih tongkat panjang yang ia sampirkan di samping kaki meja.
Ojamar berjalan keluar dari paviliunnya yang mewah. Ia, bersama dengan dua belas Petinggi Penyihir lainnya tinggal di dalam kawasan istana—tempat itu diberikan kepada siapa pun yang memiliki kedudukan tinggi dan penting bagi kerajaan.
Pria tua bertubuh kecil dengan hidung bengkok itu sudah lama berada di posisi Petinggi Penyihir. Raja berganti, Pemipian Guardian of The Realm berganti, bawahannya berganti, tetapi ia tetap berada di posisinya selama lebih dari 70 tahun.
Seharusnya, ia tidak berurusan dengan hal remeh temeh seperti mengecek keadaan kota. Bagian itu umumnya dikerjakan oleh para ksatria kerajaan.
Ojamar menggerutu, jadwalnya selama satu hari menjadi berantakan. Biasanya, setelah sarapan, ia akan langsung menuju ke Gedung Pusat Penyihir, menghadiri sidang dan rapat, bersantai jika tidak ada kegiatan, lalu kembali ke paviliunnya dan menikmati sisa hari dengan menikmati potongan buah segar dari pelayan.
Keganjilan yang hadir di meja makannya selama dua hari berturut-turut membuatnya menjadi penasaran, instingnya yang sudah terlatih selama bertahun-tahun menjadi salah satu petinggi di kerajaan menyuruhnya untuk melihat langsung keadaan kota.
Ojamar sudah lama tidak menaiki kuda, ia bahkan takut binatang berkaki empat itu menginjak tubuhnya yang tidak lebih tinggi dari badan hewan tersebut. Maka, ia meminta pelayan di paviliun untuk mengirimkan sebuah kereta kencana. Baginya, tidak aneh para Petinggi Penyihir yang sudah sepuh melakukan perjalanan—baik rute pendek maupun jauh—menggunakan kereta kencana milik kerajaan.
Kereta kencana itu melaju dengan kecepatan sedang, melewati gerbang istana, menyebrangi jembatan batu bata di atas danau besar yang menjadi pemisah kawasan istana dengan kota kerajaan, lalu masuk ke kawasan kota. Rumah-rumah dengan atap merah dan cat dinding gading ia lewati, kereta itu berbelok dan masuk ke area pasar.
Ojamar mengintip dari celah jendela kecil di kereta. Ia terbelalak ketika melihat kondisi pasar yang sepi dan nyaris kosong melompong. Pria bertubuh kecil itu langsung turun dari kereta, kakinya mendarat di atas kotoran kuda. Meringis jijik, ia mengibaskan sepatu ceper birunya agar kotoran di kakinya meluruh.
"Ah, persetan!" umpatnya.
Ia mengelilingi pasar itu. Rasa tidak percaya masih menyelimuti dirinya. Ia bingung dan bertanya-tanya, apa yang membuat para pedagang tersebut meninggalkan kios-kios mereka di pasar. Hampir tidak ada satu pun toko yang buka. Tidak heran kalau pelayan di paviliunnya tidak bisa membeli bahan masakan yang lengkap seperti biasanya.
Melangkah kebingungan, matanya tidak sengaja menangkap beberapa papan nama bar. Di bawahnya, tampak pintu-pintu tersebut masih dilewati oleh beberapa pengunjung. Menduga-duga tidak akan membawakan hasil, Ojamar memutuskan untuk mencari informasi di dalam bar tersebut.
Kerincing bel terdengar ketika Ojamar membuka pintu bar, ia melangkah canggung di atas lantai bar tersebut. Para ksatria dan Guardian Of The Realm yang sedang beristirahat dari jadwal patroli tampak mengisi kursi-kursi di bar tersebut. Masih pagi hari, tapi sebagian dari mereka sudah tampak mabuk dengan wajah memerah.
Ojamar mengibaskan tangannya di depan hidung untuk mengusir aroma alkohol yang kuat. Ia melompat ke atas sebuah kursi di depan meja panjang yang dilayani langsung oleh bartender pria bertubuh kekar.
"Bir saja," pintanya, kaku.
Ojamar tidak ingat kapan terakhir kali ia masuk ke dalam bar, bergaul dengan para orang-orang biasa tersebut. Ia bahkan khawatir penampilannya yang mengenakan jubah mahal memancing perhatian orang-orang di dalam bangunan itu.
Bartender meletakkan satu gelas besar bir di depan Ojamar. Sebelum ia pergi, Petinggi Penyihir itu memanggilnya.
"Kau perlu sesuatu?" Bartender itu berbalik menghadapnya.
"Apa yang terjadi? Kenapa tidak ada satu pun penjual di pasar?"
Bartender itu memiringkan sebelah bibirnya. "Pak Tua, kau bukan berasal dari sini ya?"
Kaget karena tebakan bartender itu tepat, Ojamar menjadi gelagapan, "Yaa–yeaaa, aku memang tidak tinggal di dekat sini, kau tahu maksudku kan?"
Bartender itu mendecih, "Hampir semua warga yang tinggal di area ini sudah pindah."
"Pindah kemana? Kenapa?" Ojamar tidak bisa menutupi rasa penasarannya lagi. Ia menuntut jawaban.
"Aku dengar mereka bergerak menuju Barat, semakin jauh dari Shadow Grove, semakin baik."
"Aku tidak mengerti, selama ini mereka hidup damai bersebelahan dengan Shadow Grove, kenapa tib—"
"Raksasa akan menyerang," potong bartender itu, santai. "Ceritanya beredar sejak tiga hari yang lalu, para penduduk panik, jadi mereka melarikan diri dari kota."
"Raksasa?" Ojamar melotot.
"Colossal Creature, memang apa lagi?"
Bagai disambar petir di siang bolong, Ojamar terkejut sampai jatuh terjengkang dari kursinya. Ia bangkit, kedua matanya hampir lepas dari bola mata. Tidak ada satu pun nama yang melintas di kepalanya selain Hoffman.
Ia ingat, Ketua Divisi Ekspedisi tersebut melakukan sidang bersama Petinggi Penyihir tiga hari lalu, membawa kabar pergerakan Colossal Creature. Para Petinggi Penyihir sudah membungkam mulutnya, ia kira mereka berhasil membuat pria itu diam—seperti biasanya. Namun, ternyata Hoffman bertindak diluar sepengetahuan mereka.
Ia sudah menyampaikan informasi yang menyesatkan. Tindakan ini ilegal! Pelanggaran berat!
Raut keterkejutan pria itu berubah menjadi murka. Ia meninggalkan sekeping uang emas di meja, lalu berjalan keluar dari bar. Bertepatan dengan itu, ia melihat seseorang dengan jubah coklat berlari kecil di depan sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari bar. Orang itu mengetuk pintu rumah, lalu seorang wanita paruh baya dan dua anaknya yang masih kecil keluar membawa kain besar—seperti akan berpindahan.
Gigi Ojamar gemertak menahan emosi, ia ingin menciduk langsung orang berjubah itu, ia pasti berniat membantu ibu dan anak-anak itu keluar dari kerajaan, tetapi, tindakan sembrono itu tidak akan menghasilkan apa pun. Ia harus menangkap Hoffman, bahkan jika perlu menggunakan kekerasan.
Setelah sosok berjubah beserta ibu dan anak-anak itu menghilang, Ojamar mengetukkan ujung tongkatnya di permukaan. Lingkaran sihir terbentuk di kakinya. Tidak lama, seorang penyihir dengan jubah hitam muncul dari sebuah asap yang berputar di hadapannya.
Penyihir pria yang tampak seumuran dengan Hoffman itu sedikit menundukkan kepalanya. "Apa perintah Anda?"
"Ada tikus pengkhianat di Guardian of The Realm—tangkap mereka!"
Ojamar mengetukkan lagi ujung tongkatnya, seketika, penyihir di hadapannya mendapat informasi lengkap sosok yang harus ia buru dan tangkap. kemampuan telepati Ojamar masih tajam seperti masa mudanya, terbukti dari penggunaan sihir tanpa mantra yang sejak tadi ia lakukan.
"Saya mengerti," ucap penyihir itu. "Kami dari Divisi Anti-Kriminal dan Kejahatan akan menangkap pengkhianat itu."
Setelah mengucapkan hal tersebut, penyihir itu menghilang lagi dari balik kepulan asap hitam. Ojamar tersenyum puas, ia tahu usaha Hoffman akan sia-sia. "Sekelompok tikus bisa berbuat apa di hadapan para gajah."
***
Tiga hari sebelumnya, Hoffman yang kembali dari sidang dengan hasil mengecewakan menerima pesan penting dari Amber. Setelah itu, ia langsung pergi menemui Walter, tangan kanan kepercayaannya.
Saat ditemui, Walter tengah menikmati makan siangnya di ruang makan. Hoffman duduk di hadapannya. Dari raut wajahnya, Walter tahu sidang dengan Petinggi Penyihir tidak membuahkan apa pun, selain kekecewaan.
"Apa selanjutnya?" tanya Walter, langsung ke inti masalah.
"Kita akan bergerak malam ini."
"Kau yakin kita sudah siapa?"
"Gale dan Lucas sedang menemui Marina, aku butuh bantuanmu untuk mengumpulkan massa."
"Lokasinya?"
"Bar Albert rasanya cukup, aku akan menemuimu disana."
"Bagaiaman jika penduduk tidak percaya, mereka kan hidup dengan damai dan tenang selama ini?"
Hoffman tersenyum kecil. "Mereka akan percaya, Walter."
Setelah berkata demikian, Hoffman meninggalkan rekan sedivisinya itu untuk melanjutkan makan siang. Sementara, ia pergi menyusul Gale dan Lucas di tempat Marina.
Hari pun berganti malam. Walter sudah mengumpulkan masyarakat yang tinggal di sekitar Bar Albert. Ia berhasil memancing para penduduk dengan menyebarkan info bagi-bagi bir gratis. Penduduk mana yang tidak tergoda, minum-minum adalah salah satu kebiasaan yang disukai para penduduk setelah seharian lelah bekerja.
Walter melihat empat orang berjubah muncul dari sekumpulan kabut putih. Hoffman sengaja memunculkan kabut tersebut agar keberadaan mereka tidak terdeteksi dari mata pengawas penyihir Divisi Anti-Kriminal dan Kejahatan. Penyihir yang berbeda divisi dengan mereka tersebut bertugas untuk memantau aktifitas di kota, walau sebagian ada yang membantu berjaga di perbatasan Shadow Grove.
"Kau sudah siap?" tanya Walter, pintunya menahan pintu bar yang hendak dibuka Hoffman.
Hoffman mengangguk. Pria itu membukakan pintu untuk ketuanya, kehadiran mereka berlima seketika disambut teriakan dan tawa membahana para pengunjung bar yang tengah bersenang-senang dengan bir gratis.
"Aku harap dana divisi cukup untuk ini," Walter meringis.
"Sepadan dengan hasil pertemuan malam ini," balas Hoffman. Ia membuka tudung jubahnya, diikuti oleh Gale, Lucas dan Marina.
Hoffman mengayunkan tongkatnya sambil berbisik pelan, "Controlla persona."
Kursi-kursi berderit, tangan para pengunjung bar menjadi kaku, dan bergerak secara sistematis mengikuti perintah telepati dari Hoffman. Mereka meletakkan gelas-gelas tersebut di atas meja, serempak, semua orang memutar tubuh dan kursi menghadap ke Hoffman. Bartender yang sedang mengelap gelas kaget melihat reaksi tersebut, ia langsung menunduk di balik meja barnya, ketakutan.
"Jangan khawatir," ucap Hoffman, tenang namun tegas. "Namaku Hoffman dari Guardian of The Realm."
"Apa yang kau mau dari kami, penyihir?" tanya seorang pengunjung itu, suaranya gemetar karena ketakutan. Ia sedikit kecewa melihat pasukan yang dihormatinya—Guardian of The Realm—melakukan tindakan semacam ini kepada manusia biasa seperti mereka.
Tidak semua manusia di anugerahi dengan kemampuan sihir, bahkan, sebagian besar hanyalah manusia biasa. Seperti para pengunjung bar tersebut. Tidak ada seorang pun penyihir di antara mereka selain Guardian of The Realm yang ada di sana.
"Aku memiliki informasi penting yang harus disampaikan, ini demi keselamatan kalian semua."
"Apa maksudmu?" tanya pengunjung lainnya.
"Aku akan melepaskan sihir pengikat ini, tetapi sebagi gantinya, tolong perhatikan apa yang akan kami sampaikan."
Hoffman mengibaskan tongkatnya. Tubuh-tubuh kaku di depannya seketika jatuh menjadi lebih rileks. Sebelum keributan muncul di sana, Marina memecah dominasi suara pria di ruangan tersebut.
"Perhatian!" serunya, lantang. "Ini adalah ramalan dari Petinggi Penyihir."
Mendengar gelar tertinggi penyihir tersebut disebut, fokus mereka segera memusat ke Marina. Tidak ada seorang pun penduduk yang meragukan Petinggi Penyihir, mereka menghormati para tetua itu, percaya bahwa mereka bisa memimpin umat manusia terbebas dari rasa takut terhadap Creature.
Marina mengeluarkan bola kristal peninggalan neneknya, Caerulla. Hoffman juga mengeluarkan burung gagak sihir yang membawa pesan dari Erick. Ia mengangguk kepada Marina, siap untuk memulai kombinasi Sihir Proyeksi.
"Memoriam rei huius," keduanya mengucapkan mantra bersamaan. Kristal di tangan Marina terbang ke udara bersama dengan burung gagak itu, keduanya meluruh lalu berubah menjadi layar setengah transparan besar berwarna hitam.
Dari layar tersebut terputar ingatan bola kristal, hari dimana Caerulla sedang melakukan ramalan untuk memastikan mimpi kebangkitan Colossal Creature. Bola kristal itu menampilkan pandangan kota yang hancur dan sesosok raksasa berwarna hitam, lalu gambar berganti menjadi rekaman dari pesan Erick, ketika ia ketakutan dan terburu-buru menyampaikan isi kepalanya ke burung gagak, di belakangnya langkah-langkah kaki besar Colossal Creature bergerak mendekatinya, lalu yang terjadi berikutnya tubuh pria itu dilumat oleh sang raksasa.
Rekaman itu berakhir, layar di hadapan mereka pecah menjadi butiran debu hitam yang menghilang begitu saja. Sihir tersebut efektif untuk membangkitkan ingatan suatu benda, bahkan bisa memproyeksikan momen-momen tertentu, tetapi, sekali digunakan maka objek memori tersebut juga akan ikut menghilang.
Para pengunjung bar yang menyaksikan itu hanya bisa melongo. Mereka manusia awam, tidak memahami sihir, tetapi percaya dengan sihir dan Creature—mahluk Shadow Grove. Itu keyakinan semua manusia. Mereka juga percaya dengan Guardian of The Realm, terlebih saat mata-mata yang ada di sana memerhatikan wajah Hoffman lekat-lekat.
Mereka teringat dengan wajah seorang pemimpin pasukan Guardian of The Realm yang setiap bulan bolak-balik masuk ke dalam Shadow Grove, kembali dengan gerobak-gerobak berisi mayat anggota timnya.
"Apakah itu sungguhan?" tanya seorang pengunjung, ingin memastikan sekali lagi.
"Ini sungguhan," jawab Hoffman. "Aku kehilangan markas dan rekan yang kupercaya karena mahluk itu, Colossal Creature."
"Colossal Creature? Dia benar-benar ada? Aku kira hanya dongeng masa kecil."
"Mereka benar-benar ada," sambung Gale. "Aku pernah melihatnya."
Para pengunjung itu terkesiap. Wajah mereka tampak tegang dan dipenuhi ketakutan lebih dari sebelumnya.
"Aku tidak percaya, kalian hanya bercandakan? Jika terjadi sesuatu, seharusnya Petinggi penyihir sudah menginformasikan—-"
"Para tua bangka itu tidak akan melakukan apa pun!" Hoffman tiba-tiba membentak. Mengejutkan semua orang termasuk Walter, Gale, Lucas dan Marina. "Mereka sudah tahu sejak lama, tetapi sengaja tidak memberitahu kita untuk kepentingan pribadi mereka."
"Kenapa begitu? Bukankah mereka juga akan terkena dampaknya jika raksasa itu benar-benar muncul?" tanya seorang pengunjung wanita.
"Mereka akan lari paling depan saat Colossal Creature muncul," balas Hoffman, dingin. "Percayalah padaku, Kerajaan Aeston dalam bahaya, aku tidak meminta kalian bertarung, itu tugas kami sebagai Guardian of The Realm. Tetapi, aku mohon, selamatkan diri kalian."
"Bagaimana jika prediksimu salah?"
"Nenekku adalah Petinggi Penyihir, bola kristal ramalan itu miliknya dulu," jawab Marina. "Dia tidak pernah salah."
Keheningan melanda ruangan itu sesaat. Lalu seorang pengunjung menunjuk wajah Hoffman, ia sudah memperhatikan pria itu sejak lama. "Aku ingat, kau orang yang suka masuk ke dalam Shadow Grove," ucapnya. "Aku percaya dengan perkataanmu, bagaimana pun, kau yang lebih tahu keadaan di dalam tempat terkutuk itu. Jika kau bilang ada Colossa Creature di sana, maka itulah yang terjadi saat ini."
Kalimat dari pengunjung itu segera mengubah mimik wajah yang lainnya. Seperti ada api yang menyambar, semuanya bergumam dan manggut-manggut menerima pernyataan tersebut. Hoffman menghela napas lega, tampaknya, penyampaian informasi mereka berhasil.
"Aku ingin kalian mengabarkan hal ini kepada semua anggota keluarga, tetangga, kerabat, siapa pun! Lalu pergilah secepat mungkin dari Kerajaan Aeston," perintah Hoffman.
"Kemana kami harus pergi?" sahut seorang wanita.
"Ke arah Barat, semakin jauh dari Shadow Grove, semakin baik."
Para pengunjung itu bergumam sekali lagi, sebelum mereka bangkit satu per satu dari tempat duduk dan mulai meninggalkan bar. Beberapa dari mereka menepuk pundak Hoffman, ada yang berterima kasih juga.
"Aku harap ramalan itu tidak benar, rumahku saat ini adalah peninggalan dari enam generasi," ucap seorang pria tua dengan mata berkaca-kaca. "Haruskah kami pergi?"
"Rumahmu yang hancur bisa dibangun kembali oleh generasimu atau generasi selanjutnya, tetapi jika keluargamu yang mati, tidak hanya rumah, seluruh keturnan kalian pun akan musnah," balas Hoffman.
Lelaki tua itu menjadi yang terakhir meninggalkan bar, kini hanya tinggal mereka berlima dan bartender yang masih gemetar ketakutan di tempatnya.
"Tidak kupercaya rencana dadakanmu barusan berhasil," ucap Gale.
"Satu percikan pun cukup, seharusnya ini bisa mulai menyebar besok," kata Lucas.
"Apa kau tidak khawatir ada penyihir dari Divisi Anti-Kriminal yang menyusup di pertemuan tadi?" tanya Marina.
"Tenang saja, aku sudah mengeceknya dengan Revello tadi," jawab Walter. "Setiap orang yang masuk bar, aku pastikan tidak ada seorang pun Guardian of The Realm yang menyamar."
"Baiklah, mulai besok kita jalankan rencana kedua, bantu mereka keluar dari kerajaan ini, pandu satu per satu agar tidak mencolok dan mencuri perhatian para penjaga," Hoffman memberi instruksi.
Keempatnya mengangguk paham. Setelah memberikan sekantung uang kepada bartender itu, mereka pun pergi meninggalkan area tersebut, diam-diam, tidak meninggalkan jejak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top