Chapter 6 : Semakin Dekat

        Hal pertama yang dirasakan oleh Jungkook ketika bangun adalah lemas, tenggorokannya kering, dan dia amat kehausan. Nyeri di perut akibat tusukan membuatnya enggan untuk banyak bergerak, apa lagi meninggalkan tempat tidur. Meletakkan telapak tangan kanannya di atas dahi, Jungkook mendecak saat mengetahui dirinya demam. Keadaan ini sungguh menyusahkan, renungnya. Tidak ingin memanjakan diri sendiri, Jungkook pun berusaha untuk duduk di tempat tidurnya.

        Pandangannya berputar, mungkin karena demam, pikirnya. Menatap sekeliling ruangan, dia baru menyadari jika tempat tinggal barunya ini hanya berupa ruangan yang sangat luas tanpa sekat. Langit-langitnya tinggi, tanpa ada lubang agar cahaya dapat masuk ke sana. Tepat di tengah ruangan ada seperangkat komputer dan monitor yang menyala, Jungkook menduga jika itu adalah milik Suga.

        Tak jauh dari meja komputer ada meja makan, dan di pojok sana dilihatnya ada satu tempat tidur yang kosong. Di seberang ruangan ada dua undakan anak tangga, tampaknya di sana difungsikan sebagai dapur karena terdapat meja konter, dispenser, kompor, dan lemari gantung. Jungkook melangkahkan kaki ke sana. Pertama dia membuka lemari gantung, mengambil cangkir lantas mengisinya dengan air.

        Tadinya dia hendak mencari kotak P3K untuk mencari obat penurun demam, namun setelah berpikir dia tidak akan menemukannya di sini, akhirnya Jungkook kembali ke tempat tidurnya sambil membawa cangkirnya yang sudah diisi penuh dengan air. Minum banyak air putih akan membuat demamnya cepat turun, pikir Jungkook. Jadi, sebelum tidur lagi dia menghabiskan air dalam cangkirnya dan bersiap untuk tidur.

        Jungkook terbangun beberapa jam kemudian, Suga masih belum kembali dan layar monitor masih menyala. Lebih karena penasaran, Jungkook turun dari tempat tidur, mengamati apa yang terpampang di layar. Rupanya Suga memasang kamera pengintai di berbagai titik di tempat ini, jadi melalui monitor-monitor tersebut Suga dapat mengawasi tempat ini. Cerdik, pikir Jungkook.

        Perutnya mengeluarkan bunyi khas saat seseorang kelaparan, teringat jika sejak kemarin dia belum makan apa pun. Pantas saja aku merasa lemas. Namun di sana tak ada apa pun untuk mengganjal perut. Terpikir olehnya untuk menghubungi Suga, jadi Jungkook mencari ponselnya. Dia menyusuri ruangan, menemukan pintu yang menghubungan ke ruangan sebelah yang lebih kecil.

        Menghidupkan lampu, di sana dia melihat ada dua lemari pakaian dan ada ruangan lain. Setelah dicek, rupanya itu kamar mandi. Jungkook membasuh wajah kemudian membuka salah satu pintu lemari yang bertuliskan namanya. Dia menemukan ponsel milik Taehyung berada di dalam tas, kemudian dia pun menghubungi Suga.

        "Dia tidak menjawab teleponku," gumam Jungkook, heran karena biasanya Suga tidak pernah begini. Dia mencoba lagi tapi tetap tidak mendapat jawaban.

        Khawatir memikirkan Suga, Jungkook pun tidak tinggal diam. Dalam gelap dia mencari jalan keluar dari tempat itu, tangannya meraba-raba tembok, berharap menemukan pintu atau jalan masuk. Namun tidak ada pintu masuk di sana. Jungkook melampiaskan kekesalannya dengan menendang dinding, setelah itu menyesali perbuatannya karena membuat luka di perutnya bertambah nyeri.

        Tertunduk sambil menopangkan sebelah tangan di dinding, tampak Jungkook mendesah menahan sakit hingga membuatnya berkeringat dingin. Kedua kakinya gemetar hingga dia harus duduk dan menyandarkan punggung ke dinding. Penglihatannya berkunang-kunang, untuk menjernihkan pandangannya Jungkook sampai harus menggeleng-gelengkan kepala, tetapi tidak berhasil.

        Nyaris limbung jika Suga tidak segera menahan Jungkook. Pria bermata sipit itu sendiri heran karena mendapati Jungkook berada di sini dan bukannya di tempat tidur. Wajah pucat Jungkook saat itu membuat Suga tampak cemas hingga dia sempat berpikir untuk menghubungi Suran agar wanita itu memeriksa keadaan Jungkook. Tetapi karena tidak ingin melibatkan Suran terlalu jauh dalam masalahnya, Suga mengurungkan niatnya.

        Alhasil Suga mencoba untuk memapah Jungkook, namun tangannya ditepis dan Jungkook mendorongnya.

        "Siapa kau!" Teriak Jungkook.

        "Ini aku, Suga!" jawabnya. "Kenapa kau duduk di sini?"

        Suga memperhatikan kalau Jungkook tidak langsung menjawab pertanyaannya. Tampaknya Jungkook tengah mengumpulkan kesadarannya terlebih dahulu.

        "Aku kelaparan. Karena di sini tidak ada apa pun yang bisa kumakan, terpikir olehku untuk menghubungimu tapi kau tidak menjawab. Kenapa kau tidak menjawab satu pun panggilan teleponku?!" Jungkook mengusap matanya dan menambahkan, "Karena kau tidak menjawab teleponku, aku khawatir terjadi sesuatu padamu. Orang itu bilang dia akan membunuhmu."

        "Maaf," gumam Suga setelah menyadari kekhawatiran Jungkook. "Mulai sekarang aku tidak akan menggunakan ponsel lagi. Bisa saja mereka menemukan keberadaan kita setelah melacak sinyal ponselku. Jadi, jangan mencoba untuk menghubungiku lagi."

        Jungkook mendesah kesal, kemudian bangkit untuk menuju tempat tidurnya lagi.

        "Aku akan segera kembali," kata Suga, sengaja meninggikan suaranya agar Jungkook dapat mendengarnya.

        Menggeser panel pintu, Suga menyelinap keluar sambil berlari kecil menaiki tangga. Gelapnya malam membuat pria itu nyaman berjalan meninggalkan tempat itu. Dia berjalan cukup jauh menuju jalan besar dan menghentikan taksi. Taksi yang ditumpangi Suga berhenti di depan sebuah restoran, dia memesan dua porsi makanan untuk dibawa pulang, setelah pesanan makanannya beres, dia menyeberang jalan menuju minimarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan obat penurun demam.

        Tahu bila Jungkook sedang menunggunya, Suga tidak membeli banyak barang. Setelah mendapatkan apa yang diperlukannya pria itu bergegas meninggalkan minimarket. Saat tiba di tempat tinggalnya, Suga buru-buru menyiapkan makanan untuk Jungkook karena dia tahu Jungkook belum makan apa pun sejak kemarin.

        "Jungkook, bangun," ucap Suga pelan.

        "Bisakah kau membiarkanku tidur sebentar saja," gumam Jungkook, matanya masih terpejam rapat.

        "Kau bisa melanjutkan tidurmu setelah makan dan meminum obatmu."

        Tanpa berpikir lagi, Jungkook langsung bangun.

        Suga menaruh nampan berisi semangkuk bubur dan sup tulang sapi di atas pangkuan Jungkook, sementara itu Suga menyiapkan makanannya sendiri. Dia makan sambil memeriksa monitor dan sesekali menoleh untuk mengawasi Jungkook.

        Saat dia selesai makan, Jungkook pun sudah selesai makan dan meminum obatnya. Mengambil nampan dan mencuci pelaratan makan mereka, Suga tersenyum tipis melihat Jungkook menghabiskan semua makanannya. Selesai mencuci piring, dia duduk di tepi tempat tidur Jungkook, tampak ingin membicarakan sesuatu.

        "Kemarin sebelum Suran Nuna pergi dia mengatakan sesuatu padaku," ucap Suga hingga mendapat perhatian sepenuhnya dari Jungkook.

        "Apa yang dikatakannya?"

        Tatapan muram Suga menatap Jungkook. "Dia melihat seseorang keluar dari apartemen lama kita. Saat mendengar itu, aku menduga itu salah satu anak buah Ketua."

        Raut Jungkook berubah pucat. "Apa... apakah dia melakukan sesuatu pada Suran Nuna karena memergokinya?"

        Suga menggeleng.

        "Seperti apa orang itu?" tanyanya penasaran.

        "Tinggi, berambut cokelat, tidak terlalu kurus. Sayangnya dia tidak melihat wajah pria itu. Tapi satu hal yang pasti, Suran Nuna bilang orang itu kelihatannya masih muda."

        Refleks, Jungkook menggigit bibirnya sendiri. "Orang yang kau sebut Ketua itu bahkan sampai menyuruh anak buahnya ke apartemen kita. Apakah orang itu ingin menangkapmu atau membunuhmu?"

        "Mungkin keduanya," jawab Suga sambil tersenyum tipis.

        "Entah kenapa aku berpikir jika orang itu adalah orang yang menyerangku. Dia berpikir aku sudah tewas dan hendak melanjutkan tugasnya untuk melenyapkanmu." Kemudian Jungkook menyandarkan punggung sambil menghembuskan napas dengan keras. "Untung kita sudah pergi dari sana."

        Suga mengangguk-angguk tetapi tidak mengatakan apa pun.

        "Sepertinya aku mengenali suara orang yang menyerangku," kata Jungkook, hingga membuat Suga membelalakkan mata.

        "Kau yakin, Jungkook?"

        Jungkook mengangguk dengan gerakan kaku. "Saat itu aku setengah sadar ketika pria itu melepas maskernya, lalu dia berkata, 'Jangan terlalu membenciku. Apa yang menimpamu disebabkan oleh Suga." Jungkook terdiam cukup lama, rautnya tampak mengeras. "Suara pria itu sama seperti... Taehyung Hyung."

        "Itu tidak mungkin!" Sergah Suga cepat. Pemuda itu berdiri menjulang dan berjalan mondar-mandir. "Taehyung saudara kandungmu, lagi pula mana mungkin dia menyerang adiknya sendiri."

        "Aku tahu, tapi aku mendengar suaranya dengan jelas sebelum aku pingsan."

        Kemarahan tampak dengan begitu jelas pada wajah Suga. Dia nyaris melayangkan tinju pada Jungkook, tetapi menahannya karena kondisi pemuda itu sekarang. "Jika itu memang Taehyung, menurutmu apa alasannya hingga menyerangmu? Ini sungguh tidak masuk akal, Jungkook. Kau pasti terlalu syok saat orang itu menikammu. Aku tidak percaya jika orang itu adalah Taehyung."

        "Kau benar. Mana mungkin itu Taehyung Hyung," ucap Jungkook dengan nada sedih, lantas menundukkan wajah menatap tangannya sendiri.

        Menyadari itu, Suga kembali duduk di tepi tempat tidur, kemudian berkata, "Aku menemukan seseorang yang bisa membantu kita."

        Menaikkan pandangan, mata Jungkook membelalak, tampaknya sudah benar-benar lupa dengan kesedihannya. "Benarkah?"

        Yang ditanggapi anggukan mantap oleh Suga. "Dia salah satu dari sekian banyak anak buah Ketua yang masih bekerja di sana."

        Tiba-tiba tenggorokan Jungkook terasa begitu kering saat itu. "Apakah dia bisa dipercaya? Maksudku, dia masih bekerja di sana dan bisa saja dia melaporkanmu pada Ketua."

        "Dia teman baikku dan kita bisa memercayainya."

        "Kalau begitu, kau sudah tahu di mana markasnya sekarang?"

        Suga menggeleng. "Dia tidak mau memberitahuku karena dia tidak ingin aku menyelinap ke sana. Tapi sebagai gantinya, dia akan mencari tahu informasi mengenai Taehyung."

        Kedua pria itu merasakan jika ada sedikit harapan untuk menemukan Taehyung.

        "Kau harus tetap berhati-hati, Hyung," kata Jungkook cepat. "Biarpun dia temanmu, tidak menutup kemungkinan—biarpun kecil—jika ada seseorang mengetahui temanmu itu membantu musuh Ketua."

        "Aku akan mengingatnya." Sudut-sudut bibir Suga tampak membentuk senyuman. Perhatian kecil dari Jungkook terasa sangat berarti bagi Suga. Dia merasakan hubungan persaudaraannya dengan Jungkook semakin menguat. "Nah, sekarang kau bisa melanjutkan tidurmu dan aku akan pergi untuk menemui orang itu. Aku akan terlambat pulang atau mungkin tidak akan pulang, jadi jangan menungguku."

        Jungkook menanggapinya dengan anggukan pelan.

        "Kalau kau lapar, ada roti dan ramyeon di dalam lemari gantung. Dan obat-obatan yang kau butuhkan kutaruh di dalam kotak P3K."

        Mengangguk lagi, kali ini Jungkook melakukannya sambil menguap.

        "Baiklah, aku pergi dulu."

        Rupanya Suga memang tidak pulang saat Jungkook terbangun sekitar pukul empat pagi. Karena tidak bisa tidur lagi, dia turun dari tempat tidur, menyibukkan diri dengan memperhatikan layar monitor. Tak ada seorang pun yang tertangkap dalam kamera pengintai dan itu membuat Jungkook bosan. Berdiri, Jungkook melangkah ke arah tempat dirinya masuk tempo hari.

        Pemuda itu tampak mengamati tiap jengkal tembok dengan saksama, mencoba mencari tahu di mana letaknya pintu masuk. Lagi-lagi Jungkook tidak menemukannya, kesal karena sebelumnya tidak menanyakan hal ini pada Suga. Tapi mustahil tidak ada pintu di sini. Oleh karena itu Jungkook terus 'menyelidiknya'. Menempelkan kedua tangan ke tembok di hadapannya, lantas dia mendekatkan telinga. Jungkook mengetuk dan terus mengetuk di sepanjang tembok hingga dia menemukan pintu masuk tersebut. Ada bagian tembok yang diketuknya tidak terbuat dari beton melainkan gipsum dan tampaknya itu gipsum yang sangat tebal.

        Sekarang dia hanya perlu menemukan sesuatu untuk membuka pintu rahasia tempat ini. Jika menemukan pintu masuk perkara yang tidak mudah untuk dilakukan, maka untuk menemukan alat apa pun untuk membuka pintu tersebut jauh lebih sulit lagi. Dia sudah memeriksa tumpukan barang yang ada di sana, namun tak menemukan sesuatu. Tampaknya dia harus bertanya pada Suga saat pria itu pulang nanti. Jungkook tidak ingin terkurung selamanya di sini, dia membutuhkan udara segar.

        Sembari menunggu Suga pulang, dia kembali ke tengah ruangan, tanpa sengaja melihat kardus tak jauh dari tempat tidur Suga. Tanpa memikirkan apa pun, Jungkook melangkah ke sana dan membuka penutup kardus, menemukan foto keluarga Suga, dompet, beberapa buku yang salah satu judulnya menarik perhatian Jungkook, kemudian ada buku bersampul kulit berwarna hitam. Ketika membukanya, tampak tulisan tangan Suga di sana. Setelah membacanya kini dia tahu jika buku ini seperti jurnal yang ditulis Suga ketika masih bekerja dengan Ketua.

        Lebih karena penasaran, dia membuka halaman berikutnya, tercengang dengan apa yang tertulis dalam jurnal tersebut. Dalam buku tersebut Suga menuliskan semua kegiatan yang dilakukan pada hari itu. Di sudut atas tiap halaman tertulis tanggal, tahun, dan lengkap dengan hari di mana dia sedang beraktivitas. Apa yang tertulis di sana membuat Jungkook yang membacanya dibuat merinding, pekerjaan yang dilakoni Suga di masa lalu sangat berat dan mengerikan.

        Pantas jika Suga tidak tahan dan akhirnya melarikan diri dari Ketua. Pada buku tersebut Suga juga menulis betapa dia menderita dan sempat beberapa kali ingin mengakhiri hidup. Dari tulisan itu Jungkook mengetahui kesulitan yang pernah dilalui oleh Suga dan dia pun merasa kasihan pada Suga. Di lembar berikutnya, Jungkook menemukan nama Taehyung di sana, rupanya Suga menulis tentang teman baru yang ditemuinya ketika sudah pindah ke Busan.

        Tampak senyum kecil di wajah Jungkook saat membaca bagaimana Suga merasa kesal pada Taehyung di awal pertemuan mereka, lalu semakin lama hubungan pertemanan kedua orang itu kian dekat seiring berjalannya waktu. Lembar berikutnya tak ada tulisan apa pun selain gambar wajah tersenyum lebar yang digambar Suga. Gambar tersebut merupakan akhir dari jurnal Suga yang dibuatnya dua setengah tahun yang lalu.

        Menutup buku tersebut, kemudian Jungkook mengembalikannya ke tempat semula. Kini dia tahu bagaimana perjuangan Suga setelah membaca jurnal tersebut, dan rasa bencinya pun sedikit berkurang sekarang. Selama beberapa saat Jungkook duduk sambil memikirkan banyak hal—terutama memikirkan masa lalu Suga. Walaupun sudah melakukan banyak kejahatan, tetapi tidak serta merta membuat Suga menjadi pribadi yang jahat, justru dia menderita melakukan semua kejahatan itu.

        Jungkook merasa prihatin dengan nasib Suga, namun kemarahannya atas apa yang menimpa Taehyung juga tidak mudah untuk dilupakan. Lama dia terduduk seperti itu hingga akhirnya tertidur. Tampaknya Jungkook tidak sadar jika Suga sudah terlalu lama meninggalkan 'rumah'.

***

        Ada bahaya pada setiap langkah yang diambil Suga, dia sadar betul akan hal itu tapi tetap menyusuri gang gelap untuk menemui salah seorang teman lamanya. Selain suara langkah kakinya sendiri, seolah-olah Suga mendengar suara degup jantungnya yang berdebar tidak normal. Dia sama sekali tidak merasa takut bertemu bahaya apa pun saat itu, seharusnya dia memang harus mempersenjati diri untuk pergi ke tempat yang berbahaya. Tiba-tiba terbesit dalam benaknya, paling tidak dia membawa sesuatu untuk melindungi diri-sebagai antisipasi.

        Mengamati sekelilingnya, tetapi Suga tidak menemukan apa-apa yang bisa digunakan sebagai senjata. Menertawai diri sendiri, setelah terdiam sejenak dia kembali melangkah. Di ujung sana terdengar suara orang sedang bercakap-cakap dan tertawa. Untuk mengamati sekeliling, Suga cepat-cepat bersembunyi di balik tong sampah besar, menyembulkan kepalanya dari balik tong sampah tersebut dan mengamati dari kejauhan.

        "Sial! Kenapa harus ada orang di sana?!" gumam Suga.

        Total ada tiga orang pria berjas hitam di mulut gang, sudah pasti mereka adalah anak buah Ketua. Dari apa yang dilihatnya, ada meja bulat dan tiga buah kursi plastik yang masing-masing diduduki oleh satu orang. Tampaknya itu adalah pos penjagaan sederhana yang mereka buat sendiri. Tiga orang penjaga dirasa cukup merepotkan untuk Suga saat ini, atau bisa dibilang dia tidak ingin membuat kerusuhan. Hal seperti itu terlalu berbahaya. Mempertimbangkan risikonya, dia pun memilih mundur.

        Dengan tenang Suga berbalik badan meninggalkan tempat itu, akan tetapi salah satu dari tiga orang tadi terusik saat melihat ke arah gang gelap tersebut karena melihat adanya bayangan yang bergerak, hingga menyalakan senter dan mengarahkannya ke gang. Mendengar seseorang berteriak dari arah belakangnya, Suga langsung lari. Kemudian di belakangnya terdengar suara tembakan, serta salah seorang dari mereka memberinya perintah untuk tidak kabur. Perintah bodoh, pikir Suga. Memangnya dia mau menuruti perintah seperti itu? Jadi, dia tetap berlari, hingga akhirnya tersungkur ketika tembakan yang meleset melukai kaki kirinya.

        Sesaat Suga merasa kaki kirinya dijalari nyeri yang luar biasa lalu mati rasa. Agar bisa berdiri kembali dia harus menyeret tubuhnya hingga mendapat pegangan untuk berdiri. Nyeri menghantam pria itu ketika pertama kali melangkahkan kakinya, sementara para pengejarnya semakin dekat. Walaupun tidak mudah mengesampingkan rasa terbakar pada kakinya, Suga tetap berlari secepat yang dia bisa untuk melarikan diri dari sana.

        Sampai di dekat jembatan, dia melihat jalan yang menurun dan curam. Maksud hati ingin melewati jalan itu, tetapi dia justru terperosok jatuh. Mematung, ketiga orang yang mengejarnya juga melewati jalan yang sama sebelum Suga terperosok. Rupanya mereka tidak mengetahui ke mana arah Suga melarikan diri dan sudah pasti mereka akan kehilangan jejaknya. Ketika tidak mendengar suara apa pun lagi di dekatnya, barulah Suga berani bergerak dari tempatnya. Jalan satu-satunya yang akan ditempuhnya adalah melewati sungai kecil di depannya.

        Beruntung sungai itu tidak terlalu dalam—kedalamannya hanya sebatas pinggang orang dewasa—jadi dia bisa menyeberanginya sampai di seberang. Dia menuju jalan utama, menyetop taksi, lantas benar-benar pergi meninggalkan tempat itu. Suga meminta sopir taksi menurunkannya sejauh seratus meter dari tempat tinggalnya, dia membayar lebih tarif yang sudah diberikan, lantas meminta maaf pada sopir taksi karena membuat jok belakang basah.

        Sambil menyeret langkahnya tak henti-hentinya Suga mengumpat kesal. Pasalnya setelah berbulan-bulan menjalin komunikasi rahasia dengan temannya itu akhirnya malam ini mereka baru bisa sepakat untuk bertemu. Tetapi pertemuan itu ternyata harus gagal. Dalam keadaan kesal Suga tampak mempercepat langkahnya.

        Dari sana Suga merasakan perjalanannya cukup jauh hingga dia tiba di rumah. Jatuh terduduk setelah menutup pintu, karena tidak kuat berdiri, Suga terpaksa memanggil Jungkook.

        "Jungkook!" Panggilnya setengah berteriak.

        Tampak Jungkook berlari menghampirinya dengan raut cemas.

        "Kau kenapa?" tanyanya. Nada dan ekspresi Jungkook saat itu menyiratkan kekhawatiran saat melihat Suga.

        "Kakiku terluka. Tolong ambilkan kotak obat," kata Suga sambil menunjuk di mana kotak tersebut berada.

        Tak sampai sepuluh detik, Jungkook sudah kembali ke sana.

        Dari dalam kotak tersebut Suga mengeluarkan gunting lalu menggunting celana jinsnya sampai sebatas betis. Tampaklah luka sepanjang dua sentimeter yang masih mengeluarkan darah.

        "Apa yang mereka lakukan padamu?" tanya Jungkook dengan mata terbelalak.

        Tanpa menatap Jungkook, Suga menjawab, "Ada beberapa orang yang berjaga di sana. Orang-orang itu melepaskan tembakan saat mengejarku. Untung saja tembakannya meleset."

        "Sudah kuduga, pasti orang itu menjebakmu, kan?" Nada Jungkook terdengar penuh tuduhan dan amarah yang tidak ditahan-tahan.

        "Tidak," bantah Suga, menatap tajam pada Jungkook. "Kami belum sempat bertemu. Aku tidak tahu jika tempat itu dijaga dan sialnya mereka memergokiku ketika aku meninggalkan tempat itu."

        Setelah selesai membersihkan lukanya, Suga meminta Jungkook untuk memasangkan perban pada luka tersebut.

        "Itu berarti kau akan pergi ke sana lagi?"

        "Tentu saja tidak. Masih banyak tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat pertemuan, dan aku akan segera mengaturnya," kata Suga, tampak sangat bersemangat. "Kau tahu, Jungkook, aku tidak pernah merasa sedekat ini dengan Taehyung."

        "Ya, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi, Hyung..."

        Sontak mata Suga menatap ke arah Jungkook. "Ada apa?"

        "Aku juga ingin ikut mencarinya."

        "Tidak, Jungkook, itu terlalu berbahaya. Biar aku saja yang melakukannya."

        "Justru karena berbahaya makanya aku harus ikut denganmu. Coba lihat keadaanmu sekarang, Hyung, kau terluka—"

        "Hanya luka kecil," sela Suga cepat.

        Kemarahan melintas di wajah Jungkook, tapi hanya sesaat. "Kali ini tidak akan ada yang melukaiku. Selain itu... aku juga lumayan jago berkelahi jika ada yang hendak menyerang."

        Suga menunduk sambil menatap telapak tangannya, tampak bekas darah yang sudah mengering di sana. Rupanya kali ini Suga mempertimbangkan ucapan Jungkook. "Kau boleh ikut."

        "Benarkah?!" Seru Jungkook. Nyaris melompat karena kegirangan.

        "Tapi dengan satu syarat."

        "Apa itu? Aku pasti akan menurutinya."

        "Sederhana saja. Kau hanya harus mengikuti setiap ucapanku. Kusuruh lari, kau harus lari. Jika ini memang jebakan dan dia membunuhku di sana, tinggalkan saja aku dan pergilah sejauh mungkin."

        "Aku tidak mungkin meninggalkanmu. Selain kau, aku tidak punya siapa-siapa lagi."

        Melihat kesungguhan Jungkook, entah kenapa membuatnya begitu tersentuh. Alih-alih menangis, bahu Suga berguncang karena pemuda itu tertawa. "Kau harus melakukannya." Senyuman yang jarang sekali terlihat menghiasi wajah tampan Suga ketika berkata, "Aku tidak akan selalu lolos dan selamat dari kejaran mereka, Jungkook. Entah bagaimana, tapi aku selalu tahu jika aku akan mati di tangan salah satu anak buah Ketua."

        Tidak senang dengan ucapan Suga barusan, tiba-tiba Jungkook berdiri. "Kau pernah bilang kalau tahun depan kau ingin merayakan ulang tahun Taehyung Hyung bersamanya, kan? Cobalah untuk mewujudkan keinginanmu itu."

        Suga kehilangan kata-kata. Namun ucapan Jungkook itu bukan terasa seperti mimpi. Dia ingin ada di sana bersama Taehyung dan Jungkook untuk merayakan hari istimewa itu. Selama Suga berteman dengan Taehyung, dia belum pernah sekali pun mengucapkan secara langsung ucapan selamat, padahal Taehyung selalu memberitahunya jika dia berulang tahun. Teman seperti apa aku ini? Taehyung, waktu itu kau pasti sedih sekali karena aku mengabaikanmu di hari ulang tahunmu.

        "Tahun depan..."

        Dahi Jungkook berkerut menatap Suga yang masih terduduk di lantai.

        "Mari kita buat pesta kejutan untuknya," ucap Suga dengan suara parau.

        Pemuda itu berdiri, berjalan terpingcang-pincang menuju tempat tidurnya dan berbaring di sana. Dalam tidurnya Suga meneteskan air mata melihat Taehyung tersenyum lebar mendapat pesta kejutan darinya. Temannya itu tak henti-hentinya berkata bahwa dia sangat bahagia karena akhirnya Suga mengucap selamat ulang tahun untuknya. Tetapi ketika sadar jika itu hanya mimpi, kesedihan yang amat mendalam menjalari hati Suga.

        Lama sekali Suga terduduk sambil menundukkan wajah, hingga akhirnya beranjak dari sana ketika mendengar bunyi notifikasi dari salah satu komputernya. Pagi itu Suga mendapat email dari teman yang kemarin malam hendak ditemuinya, dan dari email itu mereka pun merencanakan ulang untuk pertemuan selanjutnya. Namun ada hal lain yang tiba-tiba menarik perhatian Suga dari layar monitornya.

        Di atas meja terhidang semangkuk sup rumput laut yang masih panas. Mendatangi meja makan, diambilnya secarik kertas yang bertuliskan tulisan tangan Jungkook. Dalam pesan singkat itu Jungkook hanya menuliskan kalimat selamat ulang tahun untuknya. Menelengkan kepala, Suga tampak keheranan bagaimana Jungkook bisa tahu hari ini adalah hari ulang tahunnya.

        Tidak memusingkan hal itu, Suga menarik kursi dan menyantap sup rumput laut yang dimasak Jungkook untuknya. Suga menyantap makanan itu dengan penuh rasa haru. Setelah bertahun-tahun baru kali inia ada seseorang—selain ibunya—yang membuatkan sup rumput laut di hari ulang tahunnya. Hingga suapan terakhir senyum Suga terus tersungging di bibirnya, pagi itu untuk pertama kalinya raut muram Suga lenyap.

>> (Un)Dead 언데드
Taehyung dan Jungkook harus bertahan hidup di tengah wabah yang menyerang manusia, mengubah mereka menjadi sesuatu yang mengerikan.
Kalau suka cerita zombi, jangan lewatkan (Un)Dead.

- 090319 -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top