» 𝟻 | ғᴜɴғ «

    Mendengar perkataan horror Bokuto, (f/n) beranjak menuju kamar. Meneruskan tidur paginya. Dia sangat butuh istirahat untuk menjernihkan otaknya sebelum menyusun strategi.

    Benar saja, tidak lama setelah membaringkan diri di ranjangnya, gadis itu terlelap. Memasuki alam mimpi yang telah menantinya sedari tadi pagi.

✦―― funf ――✦

    (F/n) berjalan menyusuri lorong istana. Tergesa-gesa. Berharap menemukan sosok pangeran Kuroo dengan segera. Mengabarkan berita gawat yang akan menimpa kerajaan mereka. Sesekali bertanya dimana gerangan sang pangeran berada.

    Brakkk

    Terdengar suara pintu dibuka dengan sedikit paksaan. Menampakkan seorang laki-laki yang masih setengah tertidur duduk di depan mejanya. Tatapannya lelah. Sungguh, sebenarnya (f/n) merasa kasihan dengan teman kecilnya itu.

    "Tetsu, gawat! Semua kerajaan, sedang menuju kemari untuk melakukan penyerangan!" jerit (f/n).

    "Hei? Apa maksudmu?" timpal Kuroo dengan nada mengantuk dan muka cengo bangun tidurnya.

    (F/n) sedikit geram. Dirinya berjalan kasar mendekati tubuh lemah(?) Kuroo. Menggebrak meja, dirinya sedikit histeris, "Maksudku, kita, harus, segera, menyusun strategi!"

    "Ah, iya!" Kuroo tersentak mendengar perkataan (f/n). Kaget. Tetapi dirinya belum sepenuhnya bangun dari alam mimpi. Bertambah geram, akhirnya (f/n) menyeretnya keluar istana.

    Sinar matahari yang sudah terik membakar kantuk Kuroo. Sang pangeran menjerit tidak jelas seperti cacing kepanasan.

    "IYA IYA, AYO TEMUI KENMA DAN PERGI KE RUANG RAPAT!" jeritnya histeris. (F/n) terkekeh jahil melihat reaksi Kuroo.

✦―― funf ――✦

    "Bagaimana?"

    Ruangan hening. Gadis itu sudah menyelesaikan penjelasannya. Tinggal menunggu beberapa masukan dari yang lain.

    "Ya, aku setuju saja dengan semua yang kau jelaskan tadi," Kuroo menimpali. Yang lain hanya mengangguk.

    (F/n) menghela nafas lega. Tetapi yang dia bingungkan, kenapa Kuroo tidak bertanya atau sekadar penasaran tentang informasi penyerangan ini? Hm, sudahlah, mungkin, faktor bangun tidur.

    Kini, seluruh prajurit Nekoma dikerahkan ke pos masing-masing. Sekadar untuk berjaga jika ada sesuatu datang menyerang. Seperti dalam rencana, sepertiga pasukan dikirim menuju pintu jalan rahasia dan sisanya berjaga di perbatasan kerajaan. Sedangkan (f/n), berada di pos pemantauan untuk menentukan strategi selanjutnya jika perlu.

    Detik berganti menit, menit berganti jam. Belum ada tanda-tanda kedatangan satu atau beberapa pasukan. Setidaknya, keadaan ini membuat (f/n) sedikit lega. Walaupun batinnya masih khawatir setengah mati.

    Benar saja, tepat sebelum tengah malam, gadis itu mendapat laporan bahwa seorang prajurit yang berjaga di timur melihat seberkas cahaya. Diduga kuat adalah pasukan dari salah satu kerajaan.

    Dan benar saja, (f/n) mendengar seseorang berteriak, "Pasukan Shinzen menyerang dari timur!"

    "Karasuno, Karasuno dan Ubugawa ada di barat! Walaupun mereka terlihat seperti sedang saling menyerang!" terdengar suara teriakan prajurit lagi.

    'Sial, tiga kerajaan sekaligus? Kenapa sih mereka senang sekali berperang? Merepotkan!' umpat (f/n) dalam hati.

    (F/n) keluar dari pos penjagaan, memberi instruksi kepada beberapa prajuritnya untuk menuju ke timur dan barat. Kemudian dirinya berjalan ke arah benteng. Gadis itu melihat cahaya remang-remang datang dari kejauhan.

    'Jangan bilang, itu...'

    "(L/n), pasukan Fukurodani terlihat!"

    "Lev, Kenma, hadang mereka dengan pasukan kalian!" instruksi (f/n). "Aku, perlu mencari sesuatu," lanjutnya sambil berjalan menjauh. Menuju ke jalan rahasia yang berada di pinggir kota.

    Menghela napas, (f/n) memasuki jalan bawah tanah tersebut. Jalur tercepat untuk mencapai seluruh pos penjagaan di Nekoma. Dan juga, istana. Dengan hati-hati, (f/n) berjalan menyusuri lorong gelap. Satu-satunya sumber cahaya adalah obor yang ditempelkan di dinding setiap dua meter.

    "(F/n)! Apa kau di sini?"

    Terdengar derap kaki yang tergesa. Seperti orang yang sedang berlari, dan berasal dari arah lorong luar kerajaan. Tunggu, jangan-jangan, pasukan yang berjaga di luar sana sedang kewalahan? Otak (f/n) bekerja lebih keras. Oke, sekarang dirinya harus cepat sampai ke pos penjagaan terdekat dan mengirim bala bantuan.

    "(F/n)?!" Suara teriakan dan langkah kaki itu semakin dekat. (F/n) menoleh ke arah datangnya suara. Matanya membelalak melihat seseorang yang dia kenal sedang berlari ke arahnya.

    "K-ko-ump!!"

    Cepat-cepat pemuda tersebut menutup mulut (f/n) yang akan meneriakkan namanya. "Sssttt!! (F/n), kau harus ikut aku!" ujarnya sambil menyeret tubuh si gadis. Membawanya entah ke mana. Memberontak, (f/n) meminta tangan si pemuda dilepaskan dari mulutnya. Dan akhirnya dikabulkan oleh pemuda tersebut.

    "Kou! Kenapa kamu bisa di sini? Dan jujur, aku mau diculik ke mana?" tanya (f/n) dengan nada kesal.

    Sambil meringis, pemuda itu menjawab, "Ehehe, prajurit yang kau tempatkan di pintu masuk sangat payah, bahkan aku bisa mengalahkan mereka sendirian! Ah iya, aku akan membawamu ke tempat yang aman. Dan tenanglah, aku bisa jamin tidak ada yang bisa masuk ke sini." Bokuto menyadari raut wajah (f/n) yang terlihat geram dan gelisah.

    Sampailah mereka di pintu keluar terowongan. Dan benar saja, terkapar beberapa prajurit yang berjaga di sana. (F/n) berkata kasar di dalam hati. Walaupun bukan pasukan yang elit, tetapi kemampuan mereka juga tidak bisa dianggap remeh. Gadis itu tidak percaya mereka bisa dikalahkan oleh seorang pangeran dari Fukurodani.

    "(F/n), kau harus berada di tempat yang aman!" perintah Bokuto sekali lagi saat mereka keluar dari terowongan. (F/n) hanya mengatakan kata iya di dalam hati. Mata menyipit, pupilnya berusaha keras beradaptasi dengan dunia yang terang. Gadis itu melihat sang pemuda memutar kepala, "Dan aku telah berhasil membujuk Akaashi untuk melindungimu!" ucapnya lirih sambil meringis.

    Bokuto berjalan menjauhi Nekoma dan entah mengapa (f/n) berjalan mengekorinya, walaupun ada jarak di antara mereka. Selang beberapa waktu (f/n) melihat sosok berambut hitam yang, cantik? Sosok yang sama seperti yang dilihatnya saat pertama kali dirinya bertemu Bokuto.

    "Akaashi!" panggil Bokuto. Yang dipanggil hanya diam saja, wajahnya tetap datar. Hanya mengisyaratkan untuk berjalan lebih cepat. Tetapi, tiba-tiba saja rautnya berubah menjadi cemas. Seakan ada sesuatu berbahaya yang mendatangi mereka berdua.

    "Bokuto-sama, awas!" jerit Akaashi sambil berlari dan menunjuk ke belakang mereka. (F/n) menengok ke belakang dan, dia melihat sebuah panah mengincar pangeran Fukurodani.

    "KOU!" refleks, (f/n) menjerit dan berlari ke arah pemuda berambut silver itu.

    Srek!

    "(F/NNN)?!!!"

    Lapang pandang si gadis menyempit. Yang bisa dia lihat, hanyalah orang-orang yang kini sedang mengerubungi dirinya. Bingung, tetapi dirinya lemas. (F/n) tidak mau berpikir lagi, dirinya hanya ingin menutup matanya dan tidur. Kemudian, semuanya menjadi gelap.

✦―― funf; end ――✦

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top