012. Starting to Worry About You

Crystal Si Pemalas,

Aku tidak tahu harus berbuat apa? Aku berusaha membangunkanmu seperti permintaan Bibi Jasmine, tetapi kau malah menendangku sambil mengigau. Sebaiknya kau lanjutkan saja tidurmu, aku sudah memberitahu Mr. Smith bahwa kau tidak bisa turun kerja karena kurang sehat.

Kami akan pergi ke air terjun hari ini. Daisy dan Crystal menagih janji. Ada sarapan di meja makan, tapi aku tidak yakin kau akan menemukannya. Jadi mandirilah atau hubungi saja Hyunjin.

A

Aku melipat kembali secarik kertas notes yang ditempel Aiden di pintu lemari pendingin, kemudian meraih sebotol anggur di meja teras. Aku berdiri menghadap pintu bertekstur natural, telunjukku hanya berjarak beberapa senti dari tombol bel, tetapi sampai sekarang aku masih memikirkannya.

Yakni apakah ini ide bagus atau tidak? Apakah Aiden ingin menjebak kami berdua karena semalam Hyunjin menggendongku menuju rumah? Atau apakah Aiden yang sok tahu itu berupaya menjodohkan kami karena melihat sebuah chemistry baik antara aku dan Hyunjin?

Oh, tidak! Aku tahu ini hanya akal-akalan dari otak pintarku karena yang kulakukan sekarang, memanglah hal normal. Seperti membalas budi atas kebaikan seseorang. Ya, aku sedang melakukannya sekarang dan Aiden, anggap saja sebagai fasilitator.

"Baiklah, tidak perlu gugup, Crystal," kataku pada diri sendiri kemudian menekan bel dan menunggu.

Akan tetapi hingga sepuluh detik berlalu, tidak terdengar sedikit pun pergerakan di dalam sana. Bahkan setelah aku berbaik hati menunggu beberapa saat lagi, sambil duduk di tepi serambi rumahnya dan pelan-pelan menyanyikan salah satu lagu milik Taylor Swift.

"Apa kau mencari seseorang?"

Aku menengadah saat mendengar suara feminin--sepertinya berbicara denganku--kemudian menemukan tubuh yang menjulang di hadapanku dengan sebuah nampan di kedua tangannya. Rambut cokelat gelapnya berkilau akibat terpaan sinar matahari, begitu pula kulit tanned alami yang eksotis membuat gadis itu terlihat sangat menarik. Aku menganga beberapa detik ketika melihat, tetapi segera tersadar saat ia berdeham lalu menatapku dengan tatapan berbinar.

"Crystal, apa yang kau lakukan di sini? Apa kau juga mengenal pemuda itu?" Vivian tersenyum lebar kemudian melirik ke arah sebotol anggur yang berada di pangkuanku.

Namun, belum sempat aku menjawab Vivian terlebih dahulu melangkah meninggalkanku. Menuju pintu rumah Hyunjin dan menekan bel, seperti yang kulakukan sebelumnya.

Mengesampingkan rasa penasaranku, aku berdiri di belakang Vivian sambil meletakkan tangan kiri di pinggang. "Sepertinya dia tidak ada di rumah, jika yang kau bermaksud menemui Hyunjin."

"Hyunjin?" Dia menoleh setelah menekan bel sekali lagi. "Aku tidak ingin menemui Hyunjin, Babe. Yang ingin kutemui adalah Jackson, teman satu rumahnya."

"Jackson?" tanyaku yang kali ini justru kebingungan karena baru sekali mendengar nama tersebut. "Aku tidak tahu siapa dia?"

"Tentu saja," kata Vivian sambil menjentikkan jemarinya. "Dia baru datang kemarin dan kami kebetulan bertemu di pasar, hingga akhirnya berkenalan."

"Apa kau yakin dengan apa yang kau lihat, Vivian?" tanyaku sungguh meragukan karena kemarin, aku berada di sini dan tidak bertemu dengan siapa pun selain Hyunjin.

Akan tetapi ....

... tunggu!

Ya, Tuhan, apakah yang dimaksud adalah pria itu?!

Aku menarik pergelangan tangan Vivian dengan maksud ingin membawanya menjauh, serta berbicara empat mata. Namun, belum sempat aku melakukan sesuatu suara pintu yang terbuka akhirnya terdengar, sehingga membuat kami menoleh.

Ya, secara bersamaan menoleh, tetapi menampilkan ekspresi yang jauh berbeda. Di mana Vivian memperlihatkan senyum hangat dengan wajah merona, sedangkan aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutan hingga tersedak saliva sendiri.

Baiklah, harus kuakui bahwa tebakanku jarang sekali meleset. Jackson adalah pria yang semalam memperingatkanku tentang Hyunjin, di mana aku yakin dia adalah penyusup karena keluar dan masuk melalui jendela.

... atau mungkin tidak. Bisa jadi dia adalah salah satu yang disebut Hyunjin sebagai mereka.

Mereka yang menganggap Hyunjin sebagai aib, hingga ia harus menerima hukuman entah apa.

Aku memicingkan kedua mata saat Jackson melirik ke arahku. Ia tersenyum kemudian mengulurkan tangan, seakan kami baru pertama kali bertemu. "Hai, aku Jackson. Senang bertemu denganmu ...."

"Crystal," sela Vivian menyambung ucapan Jackson, sambil mengisyaratkan agar aku membalas uluran tangan pria itu. "She is my best friend."

Well, tidak ada pilihan. Aku mengangkat sebelah alisku kemudian membalas jabat tangan Jackson. Kali ini aku tidak gemetar. Sebagian kecil yang diperlihatkan Hyunjin semalam, membuatku berpikir bahwa dunia magis--mungkin--memang berdampingan tanpa disadari. Termasuk sebuah tanda berbentuk lingkaran rumit yang ternyata, juga terdapat pada Jackson.

"Tidak salah lagi, mereka saling berkaitan," gumamku dengan masih berjabat tangan, serta menatap menyelidik ke arah Jackson. Kau yang sempat membuat dunia seperti kiamat, tetapi sekarang bersikap amat baik bagai malaikat.

Jackson mempersilakan kami masuk, setelah meraih nampan berisi pai apel milik Vivian dan aku mengikuti mereka di belakang. Saat itu juga, aku mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Hyunjin. Kamar tidurnya tertutup rapat dan suasana rumah ini benar-benar sunyi, seakan ditinggalkan pemiliknya. Aku ingin menanyakan keberadaan Hyunjin sekali lagi kepada Jackson, tetapi Vivian terus mengajak pria tersebut mengobrol.

"Apa kau haus, Crystal?" tanya Jackson sambil membuka lemari pendingin, serta meraih tiga kaleng bir.

Aku menggeleng atas tawaran Jackson karena masih terlalu pagi dan kehadiranku di sini, bukanlah untuk beramah tamah. "Sebenarnya, aku hanya ingin memberikan ini kepada Hyunjin," kataku menjelaskan, sembari meletakkan sebotol anggur di meja bar. "Tapi kurasa dia tidak ada di sini, jadi aku akan pergi saja."

"Kau tidak ingin menyantap pai buatan Vivian, Crystal?"

"No, thanks, Jackson," jawabku sambil menggeleng lagi kemudian bergegas pergi, setelah memeluk dan memberikan kecupan singkat di pipi Vivian.

Aku melangkah lebar meninggalkan mereka, mengabaikan Vivian yang terus melambai ke arahku sambil mengucapkan pesan basa-basi berupa hati-hati di jalan, dan menutup pintu tanpa menciptakan kegaduhan.

Sekarang sudah jam sembilan pagi dan jika pergi ke peternakan Mr. Smith, maka aku hanya terlambat setidaknya satu jam. Itu lebih baik, daripada tidak bekerja sama sekali. Mungkin saja Hyunjin ada di sana.

Akan tetapi, belum sempat melangkah lebih jauh sebuah pick up yang sebelumnya bersisian denganku, tiba-tiba menyalakan klakson hingga membuatku berhenti kemudian menoleh ke belakang.

"Crystal!" panggil Hyunjin setelah melongok ke arahku kemudian berlari kecil menghampiriku. "Apa kau baik-baik saja? Kau pingsan saat aku membawamu ke dalam diri--"

"Hyunjin, jangan dilanjutkan. Oke. Jika seseorang mendengarnya, maka kau akan dianggap gila," selaku sambil menarik pergelangan tangan pria itu kemudian dengan tangan yang lain, aku menutup bibirnya agar tidak mengatakan apapun.

Mata Hyunjin sempat membelalak saat menerima tindakanku barusan. Namun, aku mengabaikannya dengan menoleh ke kanan dan kiri, demi memastikan bahwa situasinya benar-benar aman jika kami mendiskusikan hal gila ini di sini.

Dan ... yeah, harus kuakui bahwa Sonoma Country akan terlihat ramai di hari-hari besar saja. Sebagian besar penduduk lebih memilih berada di lahan perkebunan, di peternakan atau di pasar. Oleh sebab itu, tidak heran jika jalan beraspal di kawasan penduduk ini benar-benar sepi hanya terdapat; satu buah pick up, aku, Hyunjin, dan tiga ekor anjing liar yang sedang berebut makanan.

Aku mengembuskan napas panjang lalu mencebik kepada Hyunjin. "Apa yang terjadi padaku? Kau tidak sedang menciumku saat itu lalu kenapa tiba-tiba aku pingsan? Apa bersamamu juga bisa memengaruhi kesehatan--"

"Crystal, dengar," sela Hyunjin, sambil sedikit menunduk demi menyamakan tinggi badannya denganku. "Sebaiknya kita bicara di mobil saja karena Mr. Smith, memintaku mengantar daging dan susu dari hewan-hewan ternaknya ke pasar."

"Apa itu tidak masalah?" Sebelah alisku terangkat karena meragukan kesehatanku, jika harus bersama Hyunjin. "Pria itu dan juga kau, mengatakan bahwa jika aku terus menempel padamu maka nyawaku akan terancam."

Namun, sebelum Hyunjin membalas ucapanku, aku segera menampar lengannya sambil tertawa kecil. "Hanya bercanda. Jangan terlalu serius," ucapku menenangkan suasana--yang sebenarnya sempat menegang--kemudian bergegas melangkah menuju pick up.

Lalu ketika aku duduk di bangku sebelah kemudi, Hyunjin sudah berada di sisiku. Ia menyalakan mesin kemudian menjalankan pick up tua tersebut menuju pasar, dan tahu apa yang terjadi?

Aku meletakkan tanganku di punggung tangannya, menatap netra hijau tersebut, dan dengan sadar aku menempelkan bibirku di bibirnya.

Memberikan kecupan ringan dan penuh perhatian sebelum akhirnya, aku berkata, "Aku rasa, aku mulai mengkhawatirkanmu. Apa Glenn ada di rumahmu sekarang?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top