8. Rejoinder





Keramaian melanda pusat kota.

Festival lampion yang berlangsung setiap musim gugur.

Kios para pedagang yang tersusun rapi.

Cahaya lampu warna-warni.

Sorakan suka cita para anak-anak.

Wangi manis dari permen dan makanan lainnya.

Seorang gadis dengan gaun katun sederhana berwarna pastel tersenyum senang menatap langit yang dipenuhi beragam lampion. Pengawal yang ikut bersamanya juga menatap langit.

"Yang Mulia, kita harus kembali sekarang." Nada khawatir tersirat jelas pada setiap kata yang di ucapkan oleh sang pengawal; Kuroo Tetsurou.

Tiba-tiba pria itu meringis kesakitan kala mendapat pukulan keras di bahu.

"Sudah kubilang! Jangan panggil aku seperti itu di tempat seperti ini!"

Alis diangkat naik, "Tuan Putri?"

(Name) melotot garang. Membuat Si Pemuda kembali meringis.

"(Name)?"

Seandainya ini adalah lingkungan istana, Kuroo pasti akan segera disidang dan mendapat hukuman mati karena memanggil anak Raja dengan tidak sopan.

Sebuah senyuman dikeluarkan oleh Sang Putri, "yah! Benar! Seperti itu! Anggap saja aku ini anak gadis biasa! Temanmu!"

"Baiklah (Name). Kalau begitu ayo kita kembali ke istana." Tetsurou menyeret Sang Putri tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"HEI! Dasar kurang ajar! Kau tidak tahu siapa aku!" (Name) memberontak marah

"Anak gadis biasa. Temanku."

"HEI!"

"Kenapa? Aku tidak salah kan?!"

"Bukan! Itu lihat!" (Name) menunjuk kearah kios yang menjual beragam aksesoris. Gadis itu merengek, "biarkan aku melihatnya."

Menghela napas, Tetsurou akhirnya membiarkan Sang Putri menghampiri kios tersebut.

"Bagaimana menurutmu?" (Name) memamerkan hiasan rambut berupa bulu burung merak.

"Itu norak."

"Hei! Siapa yang menuruhmu berkomentar seperti itu!"

"Yang Mu- (Name), bukankah Kau barusan meminta pendapatku!" Tetsurou hampir kehilangan kesabaran.

"Suami istri yang serasi." Wanita tua pemilik kios tertawa kecil.

"Kami bukan Suami Istri!" Kedua suara meninggi secara bersamaan. Wanita tua semakin memperlebar senyumannya kala mendapati semburat merah tipis yang ditampilkan kedua muda mudi tersebut.

Di tengah perasaan kesal, netra hazel menangkap sesuatu menarik diantar tumpukkan cincin yang dijual.

Cincin perak dengan ornamen mawar itu tampak bersinar sendiri diantara cincin-cincin lainnya.

Ⓗⓘⓢⓣⓞⓡⓘⓐ

(putar ost biar makin nganu/? yah gais)

.

.

.

Mentari bersinar bersama langit biru.

Awan putih, serpihan kelopak mawar yang telah mengering.

Berterbangan melalui jendela kamar Sang Putri yang lupa ditutup.

Derap langkah dipercepat, rok diangkat untuk mempermudah langkah.

Rambut hitam yang berkibar, berkilau memantulkan cahaya matahari.

(Name) sama sekali tidak keberatan harus dijuluki sebagai putri gila yang barbar.

Ia tidak keberatan harus dibandingkan dengan Putri negara Qing yang cantik dan penuh etika.

Setidaknya biarkan ia memiliki mimpi hidup bebas sebagai seorang manusia.

Sebagai seorang gadis.

Dan Tetsurou telah mewujudkan impiannya tersebut.

Kepada Sang Langit, tolong jangan rengut Dia dariku.

Ⓗⓘⓢⓣⓞⓡⓘⓐ

Sebuah tanah lapang di halaman istana.

Kemanapun Tetsurou memandang, yang ada hanyalah barisan bangunan istana yang megah.

Tepat pada saat netra hazel memandang kedepan, terdapat 50 anak tangga tempat sang hakim biasa memutuskan perkara.

Posisi hakim kini tergantikan dengan sosok Oikawa.

Sejak awal, pemuda itu telah merasakan sesuatu yang tidak beres. Reaksi para prajurit, reaksi para pejabat istana, dan reaksi Oikawa.

Tetsurou tidak bodoh, tatapan mata coklat itu menyiratkan sesuatu yang berbeda.

Gerbang tiba-tiba terbuka, seluruh atensi tertuju pada sosok gadis dengan seragam pelayan.

Manik berbinar menatap sosok yang telah lama dirindu. Tiada sabar untuk segera memberitahukan kabar gembira ini.

Kabar bahwa Tetsurou tidak akan pernah menyentuh tiang gantungan.

Namun perasaan khawatir masih membekas dalam dada, (Name) berlari kearahnya dengan wajah panik dan hampir menangis.

Apa yang terjadi?

Kepada Sang Langit, apa yang telah Kau putuskan pada jalan hidup kami?

Seluruh pertanyaan yang berputar di dalam kepala terjawab begitu ujung pedang menyabet punggung Sang Ksatria.

Tetsurou hampir ambruk, samar-samar ia bisa mendengar teriakan (Name) memanggil namanya.

Beruntung ia tidak benar-benar jatuh, sebuah kursi kayu berhasi menopang tumbuhnya.

Segala kekhawatiran terjawab, netra hazel menatap tidak percaya pada sosok Oikawa yang tengah berdiri dengan tatapan angkuh.

Manik coklat menatap dingin kearahnya, laksana menjadikan Tetsurou sebagai hama perusak yang harus dimusnahkan dengan segera.

(Name) hampir tidak bisa menangis, perasaan panik dan takut telah menahan air matanya.

Ini terlalu menyakitkan. Terlalu mengerikan.

Netra (e/c) menatap keatas, tepat diatap bangunan bertengger seorang prajurit yang bersiap melepaskan anak panah.

Tetsurou berhasil bangkit, merebut pedang prajurit yang telah melukainya.

Beberapa prajurit menerjang, dipenjara selama berhari-hari sama sekali tidak melumpuhkan tenaga Tetsurou. Tanpa takut ia mengayunkan pedang melawan para prajurit yang berusaha membunuhnya.

Cipratan darah mengotori baju dan wajah. Manik hazel mencari-cari sosok Sang Kekasih, beragam kenangan indah tanpa sengaja terekam di otak.

Anak panah melesat, segalanya berjalan begitu cepat. Bahkan kala Tetsurou berbalik, ia telah mendapati sosok (Name) yang melindungi punggungnya.

Tubuh (Name) terjungkal kebelakang akibat dorongan anak panah yang menancap di dada. Begitu menyakitkan, sungguh, sangat menyakitkan.

Sang Putri ambruk di pelukan Sang Ksatria.

Anak panah ternyata menancap tepat di jantung, (Name) mengerang kesakitan. Napas mulai terputus-putus.

Beberapa pelayan bersorak histeris.

Para prajurit diam membeku.

Seluruh yang berada di sana merasa gempar, Sang Putri meloncat mengorbankan nyawanya.

"Yang Mulia." Suara Tetsurou bergetar, netra tidak lepas menatap wajah (Name) yang telah memucat.

Tetsurou selalu berharap bahwa ini hanyalah sebuah mimpi buruk.

Delusi aneh yang mengerikan.

Waktu seolah berhenti,

tanpa ada oksigen, tanpa suara.

"Aku mencintaimu." Suara itu terdengar lemah bahkan hampir terdengar seperti gumaman. Jemari berusaha menggapai kulit pipi sang pria.

Tetsurou menangis dalam diam. "Aku juga, aku sangat mencintaimu."

Bibir tersenyum, tetapi air mata masih terus mengalir. Jemari tangan terjatuh gagal menggapai wajah Sang Pria.

Sang Putri menghembuskan napas terakhirnya.

Tangan yang lemah diraih oleh Tetsurou, dipaksakan menempel pada permukaan pipinya.

Seluruh tubuh bergetar, langit seolah runtuh dan berubah menjadi abu-abu, bumi berhenti berotasi.

Oksigen yang Tetsurou hirup entah kenapa begitu menyesakkan dada.

Netra hazel menatap cincin perak pemberiannya-yang masih melekat manis pada jari Sang Kekasih.

Sekelebat memori menghampiri pikiran Sang Pria.

.

.

"Cincin apa ini? Jelek sekali."

"Jika tidak mau tidak usah." Tetsurou membalas dengan jengkel.

"Tidak! Kau sudah memberikannya padaku."

.

.

Sedetik kemudian, Tetsurou berteriak mendekap tubuh (Name) yang mulai mendingin.

Mata bulat coklat Oikawa melotot tidak percaya, kaki hendak berlari menghampiri gadis yang ia cintai.

Namun beragam emosi berkecamuk telah menahannya untuk melakukan hal tersebut.

Pada akhirnya, Kau tetap memilih Dia.

Dasar bodoh!

Oikawa berbalik pergi setelah memberikan sebuah perintah.

"Bersihkan sekarang juga."

Tetsurou berteriak memanggil nama Oikawa. Tersirat emosi yang begitu mendalam.

Begitu kentara sekali.

Ini ironi yang sangat mengerikan baginya.

Tangan mengepal kuat memegang pedang, tubuh Sang Kekasih ditinggalkan begitu saja. Bagaimana pun Tetsurou harus membalaskan dendam ini.

Tetapi pada akhirnya ia tidak pernah mencapai anak tangga.

Hujan anak panah menembus kulit, Tetsurou ambruk.

Tangan penuh darah menggapai sosok gadis yang telah menjadi mayat tersebut.

Kepada Sang Langit.

Kini Kau telah memberikan jawaban menyakitkan pada kami berdua.

Seringaian kecil dikeluarkan oleh Sang Ksatria sebelum akhirnya ia ikut pergi menyusul Sang Putri.

Hingga di detik terakhir,

Pada hembusan napas terakhir.

Satu-satunya hal yang mampu dilakukan oleh Tetsurou maupun (Name),

mereka berdua sama-sama menangis.

Ⓗⓘⓢⓣⓞⓡⓘⓐ

Pada akhirnya Sang Langit telah berikan jawaban tragis pada mereka berdua

[tbc]

WHY WHY MAZ KUROO WHY *penulis baper*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top