Bab VII
"Apa kabar, Ten? Aku yakin, gadis yang ada di belakangmu itu pasti yang bernama Marry, bukan?"
"Kalau sudah tau, kenapa tanya lagi?" tanya Ten yang mendadak sewot.
Frigus tertawa lepas melihat sikap tuannya yang seperti itu.
"Ayolah, Ten~ aku 'kan hanya ingin memastikannya saja~"
"Sudahlah. Berdebat denganmu tak akan menghasilkan apapun." Ten berucap seraya menghilangkan barrier sihir miliknya.
"Hahaha, kau selalu saja dingin padaku, Ten~"
Frigus menatap Marry sesaat sambil tersenyum, lalu berenang menuju ke tepian.
"Dia... duyung?" gumam Marry takjub, meski dirinya masih bersembunyi di balik tubuh Ten.
"Benar sekali, Marry~ aku adalah partner sihir dari Ten, namaku Frigus, senang bisa bertemu denganmu~" Frigus berujar sambil tersenyum ceria, "Oh ya, bagaimana kalau kuceritakan padamu sebuah kisah sebagai tanda pertemanan kita?"
"Sebuah kisah?" Marry menatap Frigus keheranan, lalu kembali menatap wajah Ten, "Apa aku boleh mendekat ke tepi kolam?"
Ten balas menatap Marry dengan tatapan datar khasnya, dan mengangguk kecil.
"Yey~ terimakasih banyak, Ten~" gadis itu berucap dengan riang, kemudian berjalan mendekati Frigus yang berada pada tepi kolam.
Sesampainya Marry di tepi kolam, dia pun langsung duduk bersila di hadapan Frigus, bersiap untuk mendengar kisah yang akan diceritakan oleh Merman biru tersebut.
Frigus dapat dengan jelas merasakan antusiasme yang dimiliki Marry untuk mendengar kisahnya. Hal itu tergambar jelas dari sorot mata si gadis yang tampak berbinar-binar. Maka dari itu, Frigus pun berdehem pelan sebelum mulai menceritakan kisahnya.
"Dahulu kala, ada seorang anak penyihir laki-laki berusia 5 tahun yang hidup bahagia bersama keluarganya. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil yang terdapat di dekat air terjun raksasa.
Suatu hari, ketika anak itu baru saja pulang dari sekolah sihirnya, dia mendapati rumahnya dalam kondisi sepi. Padahal setiap kali dia pulang sekolah, pasti ada sang Ibu yang selalu menyambut kepulangannya di ambang pintu dan sang Ayah yang tengah menempa pedang di samping rumah. Tapi kala itu rumahnya tak menunjukkan tanda-tanda keberadaan seseorang.
Didorong oleh rasa penasaran yang kuat, anak itu pun masuk ke dalam rumahnya. Begitu ia masuk, si anak laki-laki mendapati banyak sekali butiran-butiran cahaya keemasan yang beterbangan di ruang keluarga. Dan pada saat itu pula, ia menyadari bahwa kedua orangtuanya telah menghilang untuk selama-lamanya. Hal tersebut ditandai dengan adanya butiran cahaya keemasan yang hanya akan muncul apabila seorang penyihir menghilang karena manusia mengatakan bahwa sihir itu tak ada.
Tapi anehnya, anak tersebut sama sekali tidak menangis. Merasa terluka pun tidak. Yang ada hanyalah perasaan balas dendam tanpa alasan kepada manusia."
Frigus menjeda ceritanya sejenak untuk mengambil napas panjang, dan menghembuskannya. Ia kemudian mencelupkan tubuhnya ke dalam kolam selama sesaat, lalu kembali naik ke permukaan.
"Huwaa! Sejak kapan kalian ada di sini?!" Pekiknya kaget saat melihat bahwa Nine kini sudah ikut duduk bersila di samping Marry.
"Kami sudah ada di sini sejak anda mulai bercerita." Lux yang duduk pada bahu kiri Nine menjawab, sedangkan Ignis yang duduk di pangkuan Nine mengangguk menyetujui.
"Sudahlah~ abaikan saja kami, ayo cepat lanjutkan kisahmu itu~" kata Nine antusias.
Sementara itu, Ten selaku yang paling dewasa di antara mereka semua -berdasarkan sifatnya- memilih untuk duduk bersandar di bawah sebuah pohon rimbun yang terletak tak jauh dari kolam tersebut. Matanya fokus menatap sosok Marry yang kini tengah tertawa pelan bersama yang lainnya.
'Marry, huh...'
"Baiklah, tenang semuanya. Frigus si pendongeng hebat ini akan kembali bercerita kini~"
Frigus kembali berdehem pelan untuk melanjutkan kisahnya.
"4 tahun telah berlalu, anak laki-laki itu kini sudah bertambah besar dan semakin hebat dalam mengendalikan sihirnya. Pada saat dirinya berulangtahun yang ke-9, ia mendapati sebuah kotak musik tak bertuan tergeletak begitu saja di depan pintu rumahnya. Karena penasaran, anak itu pun memutar kotak musik tersebut.
Selama beberapa saat, tak ada satu pun hal aneh yang terjadi. Tapi saat ia hendak menutup kembali kotak musik tersebut, tiba-tiba saja sebuah portal berwarna biru muda muncul di bawah kakinya dan membuatnya jatuh ke dalam portal tersebut. Setelah terjatuh ke dalam portal, kesadaran anak laki-laki itu perlahan mulai menghilang.
Saat kesadarannya sudah kembali pulih, anak laki-laki itu pun akhirnya menyadari bahwa dirinya kini tengah berbaring di tengah-tengah hutan. Bukan hutan yang ada di dunianya, melainkan hutan yang ada di bumi. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian berdiri sambil menepuk pakaiannya yang sedikit kotor akibat debu.
Samar-samar, ia dapat mendengar suara seorang anak perempuan yang sedang bersenandung ria tak jauh dari posisinya berada kini. Dan entah sadar atau tidak, anak laki-laki itu pun berjalan mengikuti asal suara tersebut dan menemukan seorang anak perempuan berusia sekitar 6 tahun tengah merangkai mahkota bunga di tengah ladang bunga yang luas.
Untuk sesaat, ia sempat terpesona akan sosok anak manusia yang tampak seperti malaikat tanpa sayap di matanya kala itu. Ia kemudian menggelengkan kepalanya kuat-kuat guna menepis jauh pemikiran tersebut. Dan akibat tindakannya itulah, anak perempuan tersebut akhirnya menyadari keberadaannya.
Karena terkejut sebab ketahuan, sang anak laki-laki secara tidak sengaja mengeluarkan sihirnya dan mengenai si perempuan hingga terluka. Panik, ia pun segera menghampiri anak perempuan tersebut dan menanyai keadaannya. Jika biasanya manusia akan berlari menghindari orang yang telah menyakitinya, maka anak perempuan itu berbeda, dia malah tersenyum manis seraya mengatakan 'tidak apa. Itu bukan salahmu kok.'.
Perkataan singkat yang keluar dari bibir anak perempuan manusia tersebut telah merubah seluruh pemikiran sang penyihir kecil. Selama ini ia selalu berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang tak peduli terhadap sesama, hanya mementingkan diri sendiri, serta hanya percaya pada apa yang dapat mereka lihat. Tapi sejak bertemu anak perempuan itu, ia yakin, di luar sana masih ada banyak lagi kebaikan hati manusia yang tidak ia ketahui. Nah, dari sanalah awal mula penyihir cilik tersebut mulai mengagumi kalian para manusia.
Selesai~"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top