Bab V

"Eh? Kalian siapa?"

Pria misterius tersebut menatap Marry dan Ten keheranan.

"U-umm... i-itu... kami..."

Suara Marry terdengar bergetar akibat ketakutan. Berbanding terbalik dengan pria misterius itu yang masih tetap sabar menunggu jawaban Marry sambil tersenyum simpul.

Tapi senyuman tersebut malah membuat Marry semakin gugup untuk menjawab dan mengeratkan pegangannya pada lengan kanan baju Ten.

Menyadari ketakutan Marry, Ten pun mengehela napas panjang. Si pemuda pun akhirnya angkat bicara.

"Aku Ten, seorang penyihir Inimicus berelemen air. Sedangkan gadis ini adalah Marry, seorang manusia biasa," jawabnya mewakili Marry.

"Ah, begitu ya~ perkenalkan, aku Nine. Penjaga sihir tingkat Primus, salam kenal~" Nine balas memperkenalkan dirinya sambil tersenyum lebar.

"Oh ya, phoenix itu bernama Ignis, salah satu spirit mythology yang kumiliki."

Ignis mengibaskan kedua sayapnya beberapa kali, lalu terbang dan hinggap di atas bahu kanan Marry.

"Hahaha~ bulumu halus~" ujar Marry seraya mengelus lembut puncak kepala Ignis. Sedangkan phoenix itu sendiri tampak menikmati elusan yang diberikan Marry kepadanya.

Nine tertawa kecil melihat keakraban mereka, "Tampaknya Ignis menyukaimu, Marry."

"Hm? Apa benar begitu?"

"Tentunya~ Asal kau tau saja, Ignis itu paling susah akrab dengan orang asing. Bahkan dia jarang sekali membiarkanku mengelus bulunya~ iya 'kan?"

Ignis mengibaskan kedua sayapnya senang, menyetujui perkataan Nine.

"Ekhm! Apa kau lupa alasan kenapa kita datang ke sini, Marry?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Ten barusan itu langsung membuat ketiganya diam. Tampaknya dia sudah mulai bisa terbiasa memanggil Marry dengan nama depannya.

Marry berhenti mengelus kepala Ignis dan menepuk dahinya pelan.

"Benar juga, hampir saja kelupaan. Nine, sebenarnya-"

"Sstt..."

Nine meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Marry, menyuruhnya untuk diam.

"Aku tau kok. Kau datang kemari untuk meminta kunci perak dariku 'kan?"

Baik Ten maupun Marry tak dapat menyembunyikan keterkejutan mereka kini.

Ignis yang paham dengan keadaan yang ada pun langsung turun dari bahu Marry dan terbang di belakang Nine.

"Ba-bagaimana kau bisa tau?" Tanya Marry keheranan.

"Hm~ kira-kira bagaimana aku bisa tau ya~" Nine menjauhkan jari telunjuknya dari bibir Marry.

"Mungkin..."

Nine berjalan mendekati Ten dan meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir si pemuda.

"... karena insting?" Lanjutnya sambil memberikan sebuah wink.

"Hah?"

Ten cengo.

Tanpa ragu-ragu langsung menepis tangan Nine kasar dari mulutnya dan menatapnya tajam.

"Jawab betul-betul. Kenapa kau bisa tau alasan kami datang kemari?"

Nine menghela napas pasrah. Padahal dia masih ingin 'bermain' dulu dengan dua orang itu. Tapi tatapan Ten yang tampak seperti menerkamnya kapan saja membuat Nine memilih untuk mengalah.

"Itu karena-"

"Saya yang memberitahukan hal tersebut pada tuan," ujar sebuah suara misterius yang entah berasal dari mana, membuat Marry refleks langsung bersembunyi lagi di balik tubuh Ten.

Dan secara tiba-tiba, sebuah cahaya kuning yang menyilaukan muncul di atas kepala Nine.

"Itu... apa...?" Tanya Marry takut sekaligus penasaran.

"Entahlah. Tapi sepertinya itu juga salah satu spirit mythology yang dimiliki oleh Nine." Ten menjawab dengan sangat santai.

Perlahan, cahaya itu mulai meredup dan muncullah sosok seorang gadis bersurai kuning cerah yang memiliki ukuran tubuh sebesar kepalan tangan orang dewasa. Di balik punggungnya, tampak sepasang sayap berwarna transparan.

"Pe-peri..." Marry menatap gadis peri itu dengan takjub.

"Maaf terlambat memperkenalkan diri. Saya lux, salah satu spirit mythology milik tuan Nine yang berupa peri cahaya."

Lux membungkuk sekilas, kemudian kembali berdiri dan menatap Marry.

"Nona Marry, maaf atas ketidaknyamanannya. Tapi jika boleh jujur, sayalah yang terus mengikuti anda sejak anda datang ke Magie. Saya juga telah mendengar semua percakapan anda dengan tuan Zero dan memberitahukannya pada tuan Nine. Sekali lagi, saya mohon ma-"

"Apa kau penguntit?"

Belum lagi Lux menyelesaikan pengakuannya, Ten langsung memotongnya dengan pertanyaan yang terdengar sangat sarkastik.

"Kau pikir enak jika diikuti secara diam-diam seperti itu? Apa kau tidak memikirkan perasaan Marry?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top