TM»6

"Gue bilang sama lo ya sekarang, gue mau kita cerai, karna gue lebih milih dia daripada lo!!"

Seorang pria mendekat dan menarik Tata dari pegangan Ali yang menahan tubuhnya karna Tata yang mabuk dan sempoyongan. Ali sudah mempertahankan haknya. Menolak tarikan pria itu tetapi Tata berontak.

"Lepasin gue! Lo tau, gue bodoh kenapa bisa menikah sama lo, lo itu sampah, keluarga lo sampah, pantesnya dibuang ke tong sampah!"

Untung saja suara Tata terbaur dengan suara musik di klub itu tapi bahasa tubuh mereka tetap menjadi pusat perhatian.
Ali benar-benar tak menyangka Tata akan mempermalukannya didepan umum. Rasanya tak percaya tapi itu kenyataannya. Bukan melebihkan tapi itulah kejadiannya. Tak pernah bermimpi pernikahannya akan berantakan dibulan ke-tiga.

Ali terpaksa hanya tercenung ketika istrinya dibawa pria lain. Apa yang bisa diharap lagi? Tatapan kasihan Bimo dan beberapa temannya yang lain sangat tak Ali harapkan tapi pada kenyataannya mereka menatap kasihan.

"Lucu bini lo, dia bilang lo sampah, kenapa dia minta nikahi sama lo?"

Komentar Bimo membuat nyeri dada Ali. Memang sangat aneh. Rasanya dulu sebelum menikah tak ada tanda sikap Tata seperti ini. Ternyata setelah dinikahi sifat aslinya seperti itu.

Sungguh Ali tak menyangka. Kenapa Tata tega melakukan itu. Meninggalkannya untuk yang lain. Ali tahu pria itu memang terobsesi pada Tata sejak awal. Sebenarnya saat Ali melamar Tata ternyata sebelumnya Tata dilamar pria bernama Jerry itu. Tata dulu terlihat sangat membenci Jerry dan malah menyuruh Ali segera melamarnya supaya Jerry tidak mengganggu lagi tapi kenyataannya sekarang Tata malah pergi meninggalkannya karna Jerry.
Belakangan Ali juga tahu, selama Ali bekerja jauh dipedalaman Tata juga masih berhubungan dengan mantan pacarnya. Ali memegang dadanya yang bertambah nyeri.


Malam itu pikiran Ali sangat terganggu. Ali ingin sekali meninggalkan tempat itu tetapi rasanya untuk apa pulang kalau hanya akan ada sakit hati bila mengingat kejadian itu.

Disudut lain tempat Ali tadi berkumpul sebelum matanya menangkap sosok Tata, seorang gadis terlihat menyusut airmatanya.

"Napa lo?" teman disebelahnya yang tak sengaja melihat gadis itu menyusut airmata bertanya heran.

"Kasian dia, kenapa istrinya kayak gitu..."

"Ali tu terjebak, dia nggak tahu Tata bagaimana..."

"Kok Bimo nggak cerita sama dia kalau ceweknya itu nakal sih?"

"Udah diberi gambaran, tapi apa hak Bimo ngelarang orang mau nikah, pikir Bimo mungkin dia setelah menikah berubah ternyata oh ternyata..."

"Ohhhh..."

"Napa lo? Perhatian banget sama Ali, tumben Pril, lo kan dah lama tau dia juga!"

"Ah nggak, cuman empati aja Lea, kasian..."

"Kasian-kasian, jangan-jangan lo naksir sama laki orang lagi, mending lo hadepin aja itu Nikko, level lo tuh Nikko dokter ganteng, anak orang kaya bukan Ali, suami orang, bukan orang kaya pula!"

"Stttt, nggak boleh kayak gitu Lea, kenapa sih kalau dia bukan orang kaya? Yang penting dia sekarang mandiri punya kerjaan tetap, bertanggung jawab."

"Mobil kredit, rumah fasilitas, punya banyak kartu bukan debit tapi kartu kredit..."

"Leaaaa..."

"Gue sih berteman baik-baik ya Pril sama Ali karna dia temannya Bimo, tapi nggak banget gue nyuruh lo sama dia, kalau mau udah dari dulu gue deketin lo sama dia."

Prilly hanya memandang Lea sambil menggeleng. Lea memang aneh. Sahabat tapi posesif. Soal pria yang naksir atau menjadi gebetan, jika Lea nggak suka dia melakukan apapun supaya jangan mendekat begitu juga sebaliknya, jika dia suka dan ngerasa cocok ia pasti berusaha mendekatkan. Benar-benar aneh. Meskipun begitu selama ini apapun itu selalu Prilly ceritakan pada Lea.

Pada awalnya Prilly dan Ali nggak saling mengenal. Ali itu temannya Bimo dan Prilly hanya teman Lea pacarnya yang sekali dua kali ikut diajak nongkrong ditempat nongkrong mereka. Sebenarnya Prilly sendiri tak begitu suka keluar malam, kecuali seperti malam itu. Kalau Prilly bertemu Bimo dan Lea-pun tak selalu ada Ali.

Prilly memandang layar handphonenya yang bergetar.

Mami calling

Prilly berdiri dan menepi tak berisik agar suara maminya lebih jelas.

"Lea, gue pulang duluan nggak papa ya, mami gue barusan nelpon!" Prilly kembali dan langsung pamitan untuk pulang sementara Lea masih betah disana apalagi Bimo tak kelihatan sedang ada dimana?

"Tunggu Bimo dulu, nanti gue anterin." sahut Lea sambil celingak celinguk mencari Bimo.

"Pasti Bimo ngurusin Ali nih, kemana sih dia?"

"Ya udah nggak papa Lea, didepan juga pasti banyak taxi kok!"

"Bentar dong, gue cari Bimo dulu."

Lea meninggalkan Prilly sementara Prilly juga melangkah menuju keluar dari club dengan tak sabar. Mami mencak-mencak ditelpon karna Prilly nggak pulang-pulang sementara tadi Nikko bolak balik datang mencarinya dirumah.

"Neng sendirian aja nih?" Sapaan seseorang yang tak dikenalinya tak dipedulikan Prilly bahkan matanya tetap asik dengan layar handphonenya.
Tempat seperti ini sebenarnya asing bagi Prilly tadinya tetapi karna Lea mengajak Prilly merasa tak apa-apa sesekali. Lagipula ia sengaja ikut Lea untuk menghindari yang namanya Nikko.

"Somse banget sih neng, ditempat ginian juga jangan sok jaim deh!" ucapan orang itu mulai mengganggu Prilly bahkan ketika orang tersebut menghalangi jalannya terpaksa Prilly berhenti dan menatap orang itu.

"Maaf jangan halangi jalan saya, mas!"

"Eit, kenalan dulu dong kita!"

Si pria tak dikenal mencekal lengan Prilly dan Prilly akhirnya memberontak karna tak senang dengan sikap memaksanya apalagi tercium bau alkohol dari mulut pria itu. Dalam hati Prilly menyesal kenapa mau diajak ketempat seperti ini? Lea kan ada Bimo yang siap dampingin disebelahnya sementara ia kan sendirian. Rasanya Prilly menyesal lebih dulu keluar dari tempat itu.

"Mas kalau dia nggak mau jangan dipaksa!" suara pria lain menegur pria yang mencekalnya. Prilly menoleh kearah suara dan melihat Ali berdiri tak jauh dari mereka.

"Apa urusan lo? Jangan ikut campur lo, bini lo aja nggak bisa lo jaga ngapain lo sok iye mau lindungin cewek lain!"

Ali mendorong pria itu dan Prillypun berusaha melepaskan cekalannya. Pria itu semakin terlihat beringas karna tiba-tiba menarik kerah baju dan memukul wajah Ali yang tak bisa menghindar karna tiba-tiba.

"Ada apa ini?" Suara keras Bimo terdengar membuat Prilly merasa lega dan mendekat pada Lea yang menatapnya penuh tanda tanya.

"Sori bos, teman lo yang ditinggalin bininya ini ganggu kesenangan gue!"

"Lo nggak tau yang lo gangguin ini temen gue?"

"Taulah bos, tapi kan dia sendirian gue lihat tadi makanya gue berani gangguin dia!"

"Lo hati-hati ya kalau gangguin temen gue, jangan lo sama-samain sama cewek-cewek yang lo kira bisa diganggu, sana lo!!" Bimo mendorong tubuh pria itu yang berlalu dengan sempoyongan.

"Gue nganter Prilly dulu, lo nunggu disini apa balik?" tanya Bimo sambil menepuk bahu Ali.

"Gue balik juga!" sahut Ali dan merekapun beriringan menuju luar club.

"Eh Li, tunggu itu sudut bibirnya berdarah!" ucap Prilly begitu didepan club Ali pamit duluan menuju parkiran mobil.
Prilly mengusap sudut bibir Ali yang berdarah akibat pukulan pria mabuk yang mengganggunya tadi. Entah kenapa ada rasa bersalah karna luka Ali itu gara-gara dirinya.

"Ehem. Lebay banget lo Pril!" Senggol Lea membuat Ali menurunkan tangan Prilly yang menghapus darah disudut bibirnya tak nyaman.

"Gue duluan!"

Tiba-tiba suasana jadi tak nyaman meskipun Ali sudah berlalu dari hadapan mereka. Sikap tak suka Lea terhadap Ali bukan hanya karna Ali bukan orang kaya semata tapi terlebih karna Ali statusnya suami orang meskipun sekarang mereka tau ia sudah ditinggalkan.

"Lain kali kamu bilang sama aku beb kalau kamu ngajak Ali, aku pasti nggak mungkin ngajak Prilly!" ketus ucapan Lea pada Bimo yang sedang menyetir.

"Apa maksudnya kamu ngomong gitu? Kamu terkadang terlalu jauh ya ngurusin hidupnya Prilly, kalau kamu nggal suka pasti kamu libas!"

"Aku sama Ali sih no problem ya dia anak baik, tapi kalau buat Prilly bukan levelnya!"

Prilly yang berada dibelakang mereka hanya bisa menarik nafas dan menggelengkan kepala. Lea memang teman dekatnya sejak SMA. Prilly memaklumi saja sikap Lea karna selama ini memang Prilly tahu Lea selalu memberikan pandangan-pandangannya yang sejauh ini Prilly sependapat kecuali tentang Ali. Entahlah, Lea terlalu posesif sejak awal Prilly mengenal Ali padahal mereka biasa saja.

Memang dulu Prilly pernah dikecewakan seorang pria yang ternyata tidak mencintainya. Terpaksa mencintai karna Prilly anak orang kaya. Pria yang tak tahu malu kemana-mana Prilly yang bayar. Lea sudah sering mengingatkan tetapi Prilly tak menggubris. Akhirnya kecurigaan Lea terbukti karna mereka suatu hari menemukan pria tersebut berkencan dengan cewek lain dan memberikan hadiah yang ironisnya Prilly yang membelikan karna dia beralasan adiknya ulang tahun.

Ya, sejak itu Lea memang selalu mengingatkan Prilly dan Prilly percaya padanya karna sudah pernah terbukti.

"Lo inget deh pesan gue Pril!"

"Iya, lya ... " sahut Prilly datar.

Kali itu memang ia malas berdebat. Percuma aja lah. Padahal ia sudah move on dengan kisah masalalunya.
Sementara entah kenapa Lea sangat mendukungnya ketika Prilly bercerita tentang Nikko. Seorang Dokter anak dari sahabat papi Prilly yang baru datang dari jerman. Sejak awal bertemu Nikko sudah terlihat tertarik pada Prilly. Mereka pernah bertemu saat masih sama-sama kecil tetapi tak pernah bertemu lagi setelahnya.

Salahkah ketika tak ada perasaan apa-apa pada Nikko padahal dia ganteng, mapan dan dokter pula. Rasanya Nikko begitu jauh kalau dibanding Ali. Entahlah.

+++++

Disuatu sore empat minggu setelahnya ketika Prilly mampir ke taman favoritnya, biasanya untuk menenangkan diri, menenangkan pikiran yang terasa sumpek dan tubuh yang penat. Kali ini Prilly ke sana hanya karna sudah merasa rindu menikmati kehijauan taman itu.

Berlari kecil menuju tempat biasa ia duduk ternyata sudah ada orang lain disana. Memainkan gitarnya, menyanyi dengan nada yang lembut.

Wajahnya terlihat sangat terluka. Entah. Prilly merasa sangat iba. Kasihan. Kenapa ada perempuan yang tega berbuat seperti itu di depan umum. Pasti sangat menyakitkan.

"Li..."

Suara Prilly sepertinya sangat mengejutkan Ali karna ia menoleh dengan kaget.

"Pril, kok ada disini?" tanya Ali menghentikan petikan pada gitarnya.

"Aku emang sering kesini, Li." sahut Prilly sambil duduk disebelah Ali karna Ali menepuk tempat disebelahnya seakan menyuruh Prilly duduk.

"Suka kesini?"

"Suka. Disini hijau, tenang, anginnya sejuk, kamu juga suka?"

"Iya suka juga. Sebenarnya ada tempat yang biasa aku kunjungi, yang nggak kalah bagus, disitu ada danaunya tapi itu didekat tempat kerja aku, jauh..."

"Wah, pasti bagus dong ya!"

"Pasti, semoga suatu saat kamu bisa lihat tempatnya."

"Insha Allah."

Prilly memandang kedepannya. Terlihat taman bunga didepan mereka. Pepohonan yang rindang disekitarnya juga semilir angin yang berhembus membuat suasana jadi sejuk.

"Aku kalau kesini karna ada yang direnungkan tapi khusus hari ini sebenarnya nggak ada yang direnungkan, cuma kangen ketenangannya." Prilly bicara datar seperti pada diri sendiri sambil memandang kedepan. Sebenarnya cukup kaku saat mereka hanya saling terdiam.
Ali juga dalam posisi sama. Memandang kedepan sambil masih memeluk gitarnya.

"Aku kesini karna memang butuh ketenangan, nggak aku ceritainpun kamu sudah tau apa sebabnya."

Prilly benar-benar merasa bingung saat itu, apa yang harus ia katakan? Haruskah ia berkata turut prihatin atas kejadian itu atau ikut mengecam perbuatan istrinya atau hanya diam tanpa mengatakan apapun tentangnya?

Akhirnya Prilly meraih gitar yang ada dipelukan Ali dengan tatapan Ali yang bingung.

"Aku hibur kamu boleh?"

Prilly mulai memainkan gitarnya dan mulai menyanyikan lagu Tifanni, Jangan Bersedih.

Ali memandang Prilly tanpa kedip. Bukan hanya karna lagunya yang sedikit banyaknya mewakili nasehat menguatkan tapi juga tak menyangka Prilly ternyata pandai bermain gitar dan suaranyapun merdu.

mati satu tumbuh seribu
patah hati jangan mengeluh
masih banyak hati yang lain
yang menanti tuk kau singgahi

putus cinta soal biasa
sedihnya jangan lama-lama
nanti kau bisa mati rasa
tegarkan hatimu dan melangkahlah

suatu saat nanti kan kau dapatkan
pujaan hati yang kan kau dambakan
ini semua telah Tuhan rencanakan
jadi jangan bersedih lagi

mungkin dia memang bukan jodohmu
dipaksakan nanti sakit hatimu
pilihan Tuhan pasti jauh terbaik
jadi jangan bersedih lagi

pilihan Tuhan pasti jauh terbaik
jadi jangan bersedih lagi

"Jangan sedih lagi yaaa..." Prilly mengakhiri petikan gitarnya dengan senyuman yang menguatkan. Ali memberikan tepuk tangannya dengan wajah tersenyum.

"Aku tau persoalan kamu tidak seringan lagu ini, tapi aku yakin memang ada rencana Tuhan dibalik semua kejadian!" lanjut Prilly lagi. Ali hanya mengangguk.

Sebelum Prilly datang tadi hatinya memang diliputi kegalauan. Sebulan sudah Tata meninggalkan tanpa menemuinya lagi. Sesekali hanya jawaban pesan darinya yang kasar masuk ke handphone Ali.

Ngapain lo nanya gue dimana? Udah jangan ngurusin gue lo

Ali tak juga beranjak untuk menggugat cerai Tata. Terdengar bodoh karna ini kesalahan berulang. Awal mereka menikah Tata ketahuan bertemu dengan mantan pacarnya tanpa sepengetahuan Ali. Ketahuan dari pesan singkat yang tak sengaja terbaca Ali dan itu pesan janjian bertemu lagi. Meminta maaf soal yang mudah. Sudah dua kali kesalahan berulang. Untuk ketiga kalinya ternyata Tata benar-benar meninggalkan.

"Terima Kasih, hari ini kamu ngehibur aku ya!"

Seperti oase ditengah gersang, Prilly membuat pikirannya terbuka, kalau masih banyak didunia ini keindahan lain yang tertutup oleh keindahan dibalik kebusukan dari Tata. Meskipun ini baru permulaan tapi Ali berjanji akan menutup bukunya mulai saat itu karna betul kata Prilly pasti ada rencana Tuhan dibalik setiap kejadian.

+++++++++++++++++++++++++++
Banjarmasin, 09/05/2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: