TM*4
"Mana You C-nya non Pril?"
"Nggak ada, Mbak Yul!"
"Kita nyari ditempat lain?"
Prilly menggeleng. Sebenarnya tadi bukan tidak ada, tapi memang ia tak jadi mencari minuman mengandung vitamin c itu karna sudah kurang mood. Tatapan sadis perempuan tak jelas siapanya Ali itu tak ia pedulikan terlebih tatapan tak nyaman Ali.
Ada urusan apa hatinya terasa tak suka? Ali juga baru dikenalnya. Entah siapakah Ali di masalalu saat kini dia lupa? Prilly tak mau memikirkannya. Ikuti kata hati. Dan pergi.
"Ke Taman Pak Syukri!"
"Kenapa ke Taman lagi Non? Kata Pak Nikkoo..."
"Aku nggak peduli sama Nikko!"
"Non belum minum obat."
"Absen."
"Tapi non..."
"Ya jangan bilang aku nggak minum Mbak Yul, nanti aku buang yang untuk hari ini, jadi kalau dia cek, dia nggak akan tau aku nggak minum."
"Non..."
"Apa kalian berdua bisa dipercaya?"
Mereka bertiga terdiam sejenak. Mbak Yul dan Pak Syukri seperti tidak punya pilihan. Pak Syukri melirik dan melihat Prilly dari kaca sambil mengangguk.
'Lupa ingatan tetap saja keras kepala si Non!' komentar Pak Syukri dalam hati.
Prilly memukul-mukul kepalanya sendiri membuat Mbak Yul menahan tangannya kaget.
"Kenapa, Non?"
"Kepalaku sakit!"
"Makanya minum obat, Non."
"Enggak!" Prilly menggeleng. Prilly memukul kepalanya lagi dan Mbak Yul lagi-lagi menahannya.
"Aku benci kenapa aku bisa lupa segalanya Mbak Yul?!"
Kali ini nada suara Prilly bergetar. Rasanya ada sesak didadanya ketika merasa dirinya hampa.
"Sabar, Non..."
"Aku merasa ada yang aneh, terasa hilang semuanya Mbak Yul, kenapa?"
"Papi, mami, pak Syukri, tuan Nikko dan saya masih ada untuk Non!"
"Tapi kenapa terasa ada yang hilang?"
Prilly seperti bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa rasanya ada yang kurang?
"Bisa kita ke kampus aku Mbak Yul, sudah hampir setahun aku koma dan sebulan lebih sudah bangun dari koma, kenapa aku tak pernah diperbolehkan kesana?"
"Maaf Non, menurut Tuan Nikko masih belum saatnya Non kesana, kampus Non ditakutkan akan membuat trauma, lagipula teman-teman Non sudah menyelesaikan kuliahnya saat Non masih terbaring koma."
"Apa aku tak punya teman dekat?"
Mbak Yul menarik nafasnya. Mbak Yul menggeleng. Entah apa maksudnya? Tak punya teman dekat? Atau Mbak Yul tak tau apakah ia punya teman dekat? Atau lagi apa Mbak Yul disuruh diam?
Pikiran Prilly menerawang kesana kemari dengan bertubi-tubi pertanyaan.
Berada di taman yang sepertinya menyimpan banyak ketenangan ini membuatnya merasa damai dengan sejuknya angin yang menerbangkan rambutnya perlahan.
Rasanya ingin menangis. Tapi Prilly tak tau apa yang membuatnya sedih. Hanya karna melupakan segalanya kah?
Ting.
Sebuah nada pesan singkat terdengar dari hape yang sedang dipegangnya. Handphone itu handphone baru, yang sengaja dibelikan orangtuanya untuknya sejak bangun dari koma karna handphone yang lama raib entah kemana.
08xxxxx8999
Aku berharap semuanya baik-baik saja
Karna aku tahu bagaimana kamu yang dulu Prilly, dewi amorku...
Dari tiga angka dibelakang nomer tersebut, Prilly sudah bisa menebak siapa pengirimnya.
Dewi Amor?
Dewi Amor?
Dewi Amor?
Prilly memencet pelipisnya. Bayangan sebuah adegan menyeretnya pada ingatan sekilas....
"Kamu tau lukisan ini artinya apa?"
Prilly memperhatikan gambar yang baru saja dilukis Ali. Lukisan berwajah dirinya dengan bunga dikepala. Cantik. Tentu saja sangat cantik.
"Kamuuu cantik." bisik Ali.
"Cantik menurut kamuuu." sanggah Prilly sedikit bersemu.
"Nggak ada yang bilang kamu nggak cantik, dan kamu itu buat aku bukan manusia!" Ali merengkuh bahu Prilly.
"Bukan manusia?" tanya Prilly mengeryitkan dahinya.
"Iya, bukan manusia tapi dewi, dewi amorku!" Ali menyentil ujung hidung Prilly dengan jarinya.
"Owww, co cweet, kalau aku dewi amor berarti kamu dewa amorku dong yaaa...karna panah asmaranya udah nembus sampe ke hati."
Prilly tertawa sambil menjatuhkan kepalanya kedada Ali sambil mengangkat wajahnya mencium sekuntum mawar putih ditangannya. Ali menunduk dan mencium pangkal hidung Prilly.
"Iya dewa amor yang akan mencintaimu selamanya, yang akan menjadikan kamu satu-satunya dewi dalam hidupnya, yang akan membuatmu selalu ingat karna cinta penuh perjuangan dan penuh pengorbanan."
"Akan selalu ingat, takkan melupakanmu..."
Prilly terseret bayangan-bayangan yang membuat kepalanya sakit.
Lukisan.....
Dewi Amor.....
Bunga Mawar.....
Takkan Melupakanmu.....
Prilly merasakan pandangannya berkunang-kunang. Kepalanya makin berdenyut.
"Shhhhhhh....."
Dengan kedua tangannya Prilly menangkup kepalanya sendiri. Ia menghempaskan tubuhnya dibangku taman dan menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Handphone yang sedari tadi ada ditangannya terjatuh direrumputan yang dipijak.
"Non Prillyyy...."
Hanya suara Mbak Yul yang terdengar cemas terakhir singgah dipendengaran Prilly. Setelahnya semua menjadi gelap.
+++++
Pohon besar itu masih ada. Dibatangnya pun masih tertulis nama mereka. Dedaunan yang jatuhpun masih mengingatkan pada waktu itu. Hari dimana mereka berikrar saling mencintai dan ingin bahagia bersama-sama.
Ali merenung dalam mobilnya yang terparkir didepan sebuah pohon besar. Disekitarnya pepohonan lain berdiri tegak sedangkan didepannya ada sebuah danau biru buatan. Terpaksa Ali harus membiarkan Prilly pergi dengan pikirannya sendiri. Jika tadi ia mengatakan sesuatu takkan bisa merubah apapun karna Prilly sudah melupakan apa yang pernah terjadi.
"Sampai kapan kita harus sembunyi?" Suatu hari diperayaan hari jadi mereka yang ke tujuh bulan Prilly bertanya sambil menatap mata pria terkasih didepannya. Yang sudah menjadi tujuan hidup dan pelabuhan cintanya meskipun dalam keadaan yang mungkin tak pernah bisa dimengerti orang lain.
"Sampai semuanya sudah beres, sayang, aku janji ya!" Ali menyentuh pipi Prilly yang terlihat halus dan licin.
"Dari sebelum kita jadian rasanya nggak beres-beres." sahut Prilly. Prilly melepaskan pinggangnya dari pelukan tangan Ali yang lain.
Prilly melangkah melewati Ali dan duduk dibangku panjang yang menghadap danau.
Ali mengikuti dan menyentuh lagi dua pipinya.
"Apa kamu udah bosan menunggu?"
Prilly menggeleng mendengar pertanyaan Ali.
"Lalu apa? Apa kamu udah jenuh kita harus sembunyi-sembunyi?"
Ali bertanya, lagi-lagi diiringi dengan gelengan Prilly dengan mata sendunya.
Ali tahu, tak mudah bagi Prilly menjalani hubungan yang tak bisa dipublikasikan. Perasaan cinta dan kebahagiaan yang harus dipendam didepan orang lain bahkan di depan keluarga dan sahabatnya sendiri.
Ali menyusut airmata yang jatuh dari sudut mata Prilly.
"Kenapa? Apa aku terlalu membebani pikiranmu?"
"Enggak, aku hanya sedang terharu, nggak nyangka tujuh bulan sudah kita melalui semuanya diam-diam, aku nggak tahu apakah aku ini sebenarnya bersalah, atau akuuu..." ucapan Prilly terpotong karna jari telunjuk Ali sudah menyentuh bibirnya. Prilly mendongakkan wajah menatap Ali yang juga sedang menatapnya lekat.
"Stttt, udah ya, kamu nggak salah, persoalanku harusnya sudah berakhir tapi dipersulit, ini bagian dari perjuangan cinta kita, semoga kamu masih sabar menunggu!" kata Ali memotong ucapan gadis didepannya itu.
"Bukan masih sabar tapi tetap dan selalu sabar, yang penting kamu bisa pegang janji kamu, yang penting aku takkan melupakanmu dan janji-janji kita!" balas Prilly yakin.
"Makasih sayang, aku berusaha segera menyelesaikannya dan kita bisa mengatakan pada semua orang kalau kamu milikku, dan aku milikmu!" ucap Ali tak kalah yakin.
Kedua tangannya menangkup pipi Prilly lalu menundukkan wajah mencium ujung dahi Prilly yang mendongak kearahnya.
"Aku milikmu dan kamu milikku, ingat ya!" ulang Ali lagi. Prilly mengedipkan kedua matanya menjawab ucapan Ali. Ali duduk disebelah Prilly, merengkuh bahu dan mengusapnya ketika Prilly menjatuhkan kepala dilekuk lehernya.
"Aku ingin waktu itu segera tiba, semoga nggak ada yang menghalangi cinta kita, nggak mami, nggak papi, bukan Niko ataupun Aleya, apalagi Tata."
Prilly makin menyusupkan kepalanya dipelukan Ali. Merasakan hangat dan nyaman yang lebih.
Kini, Ali hanya bisa memejamkan mata mengingat Dewi Amornya. Prilly masih lupa segalanya dan untuk membuatnya ingat kembali butuh waktu. Atau takkan ingat selamanya.
"Mau sampai kapan kita disini? Aku bosan nemenin kamu bengong disini, Li!" suara di jok sebelahnya tak membuat Ali terkejut. Menolehpun tidak sama sekali.
"Salah lo sendiri, kenapa lo mau ngintilan gue melulu? Lo udah tau gue, lo maksain diri lo, dewi ular!!"
Pandangan Ali lurus kedepan. Tak peduli wanita disebelahnya menoleh sengit. Tak peduli ia tak terima dikatakan Dewi Ular. Karna itulah kenyataannya. Ularnya sangat berbisa. Seharusnya juga tak pakai Dewi. Dewi itu harusnya cantik hati dan bersih pikirannya. Ini tidak sama sekali. Dewi yang mempersulit keadaannya, sampai namaa aslinya saja Ali malas menyebutkannya.
"Apa lo bisa nggak usah mempersulit hidup gue lagi?"
"Melangkahi dulu mayat akupun kamu nggak akan bisa tenang!"
++++++++++++++++++++++++++++++
Banjarmasin, 06/05/2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top