TM»18

Ketika kebahagiaan mendekati dan tak ada lagi yang dapat mengusiknya, jangan biarkan mereka yang mencela karna cinta tak biasa ini mengurai mimpi kita....

+++++

Hari-hari yang sibuk. Setelah dilamar dengan menunjukkan surat cerai dan harus diterima walaupun dengan syarat tertentu. Akhirnya mereka sekarang sibuk dengan persiapan melepas masa lajang Prilly dan melepas masa duda Ali.

"Persiapan pernikahan dua bulan ya, mengingat Ali baru saja bercerai." Papinya Prilly yang menentukan kapan mereka boleh menikah.

Memang sah-sah saja jika seorang pria yang baru bercerai langsung menikah lagi, tetapi ini sudah syaratnya, jadi Ali harus mau memenuhi sekalian juga mempersiapkan diri secara lahir dan batin juga secara moril dan materil.

Lain halnya seorang wanita. Jika baru saja bercerai ada masa idah tiga bulan baginya untuk bisa menikah lagi.

"Anak saya masih gadis, jadi sangat berharga, harus dihargai sebagai seorang gadis yang melepas lajangnya apalagi dengan seorang duda, meskipun kamu duren, Li!"

Ya, ya. Menikahi gadis apalagi anak orang kaya pula haruslah eksklusif, Ali menyadari itu, itu bukan tuntutan jika Ali tak mampu tapi Ali merasa mampu mewujudkan mimpi Prilly untuk menjadi seorang putri diacara resepsi pernikahannya.

"Mau jadi putri apa sih?" Ali menurunkan wajahnya menatap Prilly yang mengangkat dagu balas menatapnya. Sebelah tangan Ali merengkuh bahunya agar tubuh mereka merapat.

"Putri seperti didongeng-dongeng, dijemput pangerannya naik kereta kencana, sama kuda-kudanya sekalian yang nganter kita ke pelaminan." sahut Prilly dengan sumringah.

"Aku akan mewujudkannya, dewi!" balas Ali yakin.

"Terima Kasih, dewa!" ucap Prilly senang.

"Sama-sama, apa yang enggak buat kamu? Surat cinta aja aku kejar sampai pengadilan, nggak pernah absen ikut sidang saking semangatnya untuk dapetin surat itu supaya bisa segera nikahin kamu!" tegas Ali sambil menowel pipi Prilly yang mulus. Prilly tersenyum lebar Ali memang selalu melakukan apapun untuk membuatnya senang dan bahagia.

"Hmmm, so sweet, aku berharap ini pernikahanku yang pertama dan terakhir, dewa!" Prilly masih mendongak menatap Ali yang menahan belakang kepala Prilly dengan telapak tangannya.

"Iya, aamiin, terakhir bagiku, selamanya sama kamu." Ali menunduk begitu kalimat penuh harapannya selesai dan mencium dahi Prilly yang tertutup anak rambutnya.

+++++

Hiruk pikuk mall yang terlihat cukup ramai di weekend ini tak menghalangi Ali dan Prilly untuk tetap melangkah kesana hanya untuk sekedar jalan-jalan. Tadinya mau nonton, tapi melihat studio penuh karna antusias remaja pingin menonton sebuah film yang sebenarnya ingin Prilly dan Ali tonton juga membuat keduanya memutuskan lain kali saja dihari biasa bukan weekend.

"Aku mau makan es krim!" rengek Prilly.

"Iya, iya, kita kesana!" Ali menunjuk sebuah tempat penjualan es krim yang terletak di depan tempat bermain anak-anak. Prilly duduk dikursi tunggu yang terletak diarea kosong menunggu Ali yang memesankan es krim untuknya.

"Prilly!"

Tepukan dipunggungnya membuat Prilly menoleh. Chika. Teman mainnya dan Lea baik dikampus maupun hampir disetiap tempat dimana mereka nongkrong.

"Heiii, Chika!" Prilly berdiri dan menyalami Chika setelah itu berangkulan karna lama tak bertemu dan tak nongrong bareng lagi setelah ia koma dan amnesia.

"Kata Bimo lo mau nikah, Pril?" tanya Chika setelah urusan melepas kangen mereka mereda. Prilly mengangguk dengan semangat.

"Iya, nanti datang ya, undangannya belum selesai, lo bagi nomer telpon lo aja." Prilly menyerahkan handphonenya agar Chika menyimpan nomor telpon dihapenya.
"Lo mau menikahi dudanya Tata?" tanya Chika memandangnya penuh arti, entah kenapa membuat perasaan Prilly langsung tak nyaman. Kenapa harus disebut dudanya Tata sih?

"Lo menikahnya sama Ali-kan? Gimana ceritanya lo bisa dipepet dia sih, Pril? Eh, dipepet atau memepet nih?" ucapan Chika membuat Prilly tambah merasa tak nyaman.

Chika memang suka nyablak begitu sejak dulu. Cuma Lea yang bisa jadi sahabat Prilly, hanya saja terakhir mereka bertentangan dengan pilihan hati Prilly pada Ali. Kenapa semua orang menganggap mereka sepertinya tak pantas? Padahal tahukah mereka, takdir yang membawa cinta pada tujuan yang seharusnya.

"Tata juga pantes ditinggalin sih, cuma saja lo juga kasian banget bisa dapat bekas gitu, bekas dibuang orang, nggak selevel pula!"

Tubuh dan wajah Prilly rasanya berubah menjadi beku.

'Tidak apa-apa. Hujat saja aku. Tapi jangan Ali.'

Prilly berharap Ali tak mendengar ucapan bernada sinis seperti itu sebelum ia melihat dari sudut matanya sosok Ali sudah berdiri didekat mereka dengan menggenggam es krim.

"Ini es krimnya!" ucap Ali akhirnya mendekat dan menyerahkan pada Prilly.

"Makasih ya, baik banget sih!" Prilly mengelus pipi Ali. Ali tahu Prilly berusaha menenangkan hatinya yang terlanjur seperti dikoyak lalu diinjak.

Selepas kepergian Chika dan Rey pacarnya yang terlihat juga tak nyaman melihat keberadaan Ali yang tak disadari, Prilly berusaha menganggap ucapan Chika angin lalu.
Ali juga berusaha bersikap sama, menganggap tak mendengar ucapan Chika tapi apa daya dia juga manusia. Memandang Prilly yang asik menikmati es krim dan sesekali menawarkan padanya untuk mencoba membuat Ali sebenarnya merasa ucapan Chika ada benarnya.

Ali memandang gadis didepannya. Dia sangat cantik. Tubuh mungilnya membuat dia terlihat imut dan energik. Tatap coklatnya membuat merinding. Ceria, sederhana dan humble meski dia dari kalangan atas membuat ia punya nilai lebih sebagai seorang gadis.

Ali menunduk, tentu Prilly tak sebanding dengannya. Ia hanya pria dari kalangan menengah hampir kebawah kalau orangtuanya tak berhasil mengantarnya menjadi sarjana hukum dan menjadi legal lowyer disebuah perusahaan besar. Ia duda, pernah menikah walau tak memiliki anak dan dicampakkan meski kemudian hampir diraih kembali. Bekas, kata yang tidak pantas untuk Prilly yang terlalu sempurna baginya.

"Inihhh, lagiiii." Prilly mendekatkan corn es krim pada Ali. Ali menjilatnya dengan sungkan karna perasaan rendah dirinya. Prilly menyadari sedari tadi sikap Ali agak kaku. Prilly tahu tiba-tiba Ali merasa rendah diri.

"Ihh sudah habis, enak, makacih yaaa!" Prilly berseru senang sambil membersihkan bibir Ali karna ada sisa es krim di sudut bibirnya.

"Mau lagi?"

"Mau."

Ali akan berdiri dari tempat mereka duduk.

"Kamu mau kemana?" Prilly menarik tangan Ali agar duduk kembali.

"Kan kamu mau es krim lagi." ucap Ali dengan wajah heran.

"Bukan, maksud aku mau kamu disini!" Prilly tersenyum lebar berharap melihat senyum Ali dan meletakkan dahinya dibahu Ali. Sesekali Prilly meliriknya dan Ali mengusap rambut Prilly mencoba menenangkan dirinya.

"Kamuuu, nggak nyesel milih aku?" Ucapan yang tak diharapkan Prilly akhirnya keluar juga dari mulut Ali ketika mereka sudah berada didalam mobil yang masih ada di area parkir.

"Nggak ada yang perlu disesali, aku bahagia sama-sama kamu."

"Meskipun nggak level?"

"Berarti kamu nggak ngenal aku kalau kamu masih meragukan itu!"

"Bekas?"

Prilly menoleh Ali. Menatapnya yang juga balas menatapnya.

"Mencintai itu apa adanya bukan ada apanya, karna tak ada alasan bagi cinta untuk meninggalkan meskipun banyak kekurangan dan kesalahan." tutur Prilly lembut menyejukkan hati Ali. Ali meraih tangan Prilly dan mendekatkan kebibir lalu mengecupnya.

"Aku beruntung memilikimu!" ucap Ali dengan nada bangga dan haru.

"Aku juga, kamu selalu melakukan apapun biar aku senang, aku nyaman sama-sama kamu." Sahut Prilly sambil mengelus pipi Ali dengan ibu jarinya.

"Aku ingin bahagiain kamu selamanya!" Janji Ali.

"Aku hanya minta satu hal!" ucap Prilly lagi.

"Apa? Kamu minta apa, aku pasti lakukan buat kamu!" sahut Ali mengubah arah tubuhnya menghadap Prilly.

"Jangan pernah sakitin aku!" Prilly menatap Ali dengan pandangan yang jelas disitu ada harapan agar selamanya mereka takkan saling menyakiti.

"Enggak akan, kamu juga harus jaga hati kamu hanya buat aku, karna aku cuma butuh yang setia dan jaga hati!" sahut Ali kembali yakin dengan ucapannya.

"Takkan memberi kesempatan untuk yang lain masuk ketika yang lain itu berdiri didepan pintu hati, itu yang namanya jaga hati, janji?" Prilly mengangkat tangannya dengan telapak tangannya menghadap pada Ali.

"Ya ya, janji..." Ali menyentuh telapak tangan Prilly dengan telapak tangannya lalu menyelipkan jari mereka dan mencium punggung tangan Prilly. Prilly membalas mencium punggung tangan Ali hingga bibir mereka hanya dibatasi tangan yang saling menyelip. Ali menggeser tangannya dan membuat bibir mereka tanpa penghalang lalu menggerakkan bibirnya yang tersentuh bibir tipis Prilly yang menyambutnya dengan gerakan yang sama sambil memejamkan matanya. Singkat tapi debaran didada mereka terasa lebih dari debaran biasa. Ali menarik tubuh Prilly kedalam pelukannya.

"Meskipun aku punya banyak kekurangan kamu nggak pernah sebut itu sebagai kekurangan tapi itu sesuatu yang harus kamu terima, aku sangat mencintaimu, dewi!" Ali menunduk menatap Prilly.

"Jika ada sepuluh kekuranganmu, aku pastikan jika aku sebutkan itu kekuranganku pun akan kamu sebutkan lebih dari sepuluh, jadi kita harus saling terima, aku juga sangat mencintaimu, dewa!" Prilly mengangkat wajahnya menatap Ali.

"Terima Kasih, sayang!"

"Nggak usah dengerin kata orang lagi ya, kita punya cara sendiri untuk saling mencintai."

Ali mengangguk-angguk membenarkan ucapan Prilly. Untuk apa mendengarkan omonga orang? Mereka tak tahu bagaimana rasanya saling mencintai dalam perbedaan? Bagaimana saling mencintai kekurangan? Bagaimana saling melengkapi dalam suatu hubungan? Bagaimana menikmati hubungan dan saling mencintai tanpa alasan?

"Mulut berbisa sampai mulut berbusa takkan bisa membuat kita menghentikan langkah menuju finish, sampai bertemu didepan penghulu, dewi!"

+++++++++++++++++++++++++++++
Banjarmasin, 24/05/2016

#tutupmulutmereka
#bungkamdenganpernikahan
#terimakasihya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: