TM»15

Dengan dada yang berdegup kencang Prilly melangkah ke taman, tempat ia dan Ali biasanya bertemu, baik dulu maupun sekarang. Ali juga tak jauh beda. Kabar bahagia yang ia bawa hari ini  sungguh pasti sangat mengejutkan buat Prilly. Penantian panjang mereka seakan menemui titiknya.

Tadinya kegelapan menyelimuti hubungan mereka tetapi tiba-tiba saja tangan Tuhan berbuat diluar dari kuasa manusia. Pencerahan ini sungguh tak terduga. Sungguh hanya Allah yang memiliki rencana terindah bagi umatnya yang bersabar.

Berpandangan rindu membuat mereka hanya diam dan saling tersenyum begitu saling berhadapan.

"Apa?" tanya Prilly menatap Ali sambil menahan senyumnya melihat senyum Ali yang sulit diartikan.

"How are you, Dewi?"

"I'm fine, thank you, and you, Dewa?"

"Aku sakit."

"Masih sakit? Kenapa kamu mau kita ketemu? Harusnya istirahat saja sampai sudah pulih bet..."

"Sakit Rindu!" potong Ali sebelum Prilly menyelesaikan rentetan pertanyaan dan kalimatnya yang bertubi-tubi.
Prilly melebarkan senyumnya. Lalu mereka sama-sama saling memeluk.

"Kita ketempat lain, yukk!" ajak Ali ketika pelukan mereka terlepas.

"Mau kemana?" tanya Prilly mengiringi langkah Ali yang menarik tangannya.

"Yang penting jangan disini, kita cari suasana baru."

Ali menarik tangannya menuju parkiran.

"Kita naik motor?" tanya Prilly begitu Ali membawanya ke parkiran motor.

"Iya, nggak papa-kan?" Ali mena

"Enggak, justru asik bisa peluk kamu sepanjang jalan, jauh-jauh bawa aku biar aku peluknya lebih lama!"

Prilly tertawa diboncengan Ali. Ali menoleh pada Prilly.

"Mau masuk angin naik motor lama-lama dan jauh-jauh?"

Prilly tertawa mendengar protes Ali.

"Pegangan yang erat, aku mau ngebut bu...!" Ali menarik tangan Prilly agar memeluknya erat-erat dan melesat meninggalkan taman favorite mereka.

"Oke, Pakkkk!" seru Prilly diantara deru sepeda motornya.

Setengah jam mereka mengukur jalanan dengan canda dan tawa diantara angin dan suara motor. Kemudian Ali membelokkan arah motor menuju jalan dimana kanan kirinya terdapat ilalang.

"Kemana kita?" tanya Prilly penasaran.

"Ada, nanti lihat aja, aku udah lama pingin ngajak tapi baru kesampaian." sahut Ali menoleh sambil mengedipkan matanya.

"Kenapa matanya?" goda Prilly.

"Ishh..." Ali melengos pura-pura tak suka digoda Prilly. Prilly memencet pipi Ali dengan ujung jari telunjuknya. Tak ada respon, Prilly lantas berniat mencium pipi kanannya belum sampai bibir Prilly mendarat dipipi Ali, Ali sudah menoleh dan menyambar bibirnya sekilas membuat Prilly melotot dan mencubit perutnya diiringi tawa kemenangan sekaligus kesakitan Ali.

"Dasarrrrrr!" teriak Prilly.

Teriakan Prilly berbarengan dengan berhentinya motor Ali diujung jalan yang tadi mereka lewati.

"Wowwww...." Prilly berteriak takjub.
Dari arah mereka berdiri terlihat hijaunya hutan yang berada didataran yang rendah. Seperti lingkaran hijau diatasnya ada burung beterbangan.

Prilly turun dari motor dan Ali memarkir motornya lalu mengajak Prilly duduk sambil menatap kehijauan yang ada dibawah mereka.

"Suka?" Ali merangkul pundak Prilly sambil menoleh menatap Prilly yang terlihat senang.

"Sukaaa...!" Prilly menoleh Ali sambil meraih tangan Ali yang merangkul bahunya.

"Darimana tahu tempat ini, dewa?" Tanya Prilly menatap Ali penuh tanya.

"Udah lama, tapi karna lumayan jauh dan nggak pernah sempat ngajak kamu jadi aku baru sekarang kesini lagi setelah sebelumnya kesini samaaa..."

"Sama siapa?"

"Samaa..."

"Siapa?"

Prilly memgerutkan alisnya menatap Ali yang kelihatan ragu mengatakannya.

"Rasanyaaa...." sahut Ali menggantung kalimat sambil menghempas nafasnya yang berbaur dengan angin.

"Kalau malas kenapa ngajak aku kesini, akhirnya kamu kan jadi teringat." sahut Prilly memalingkan wajahnya menyimpulkan sendiri kalau Ali punya kenangan dengan yang lain ditempat itu dan tiba-tiba Prilly merasa badmood.

"Bukan begitu..." Ali meraih wajah Prilly dan mengarahkan padanya lagi.

'Buat apa ngajak kesini kalau ini ternyata kenangan terindah kamu bersama yang lain?' Prilly melemparkan pandangannya dari wajah Ali dengan pikiran yang tiba-tiba dipenuhi pertanyaan negatif.

"Jangan berpikiran negatif, ini namanya bukit sejati, dulu aku kesini sama Bimo dan Lea, aku sempat terpikir jika aku memiliki seseorang yang sangat berarti aku pasti membawanya kesini!"

"Ohhh, kenapa nggak pernah bawa dia kesini?" tanya Prilly heran.

"Karna tidak sempat, dan Tuhan mungkin tak mengijinkan aku membawanya kesini." jawab Ali pelan dan menoleh Prilly.

"Jangan percaya pada kesejatian sebuah tempat, karna sejati itu adanya dihati kita, dewa!"

"Benar."

"Meskipun cinta kita terlihat rapuh karna mungkin ada yang menilai cinta sejati itu sekali dan harus yang pertama tapi bagiku sejati justru ketika Tuhan mempertemukan dua hati dan mengikatnya setelah melalui proses pengujian."

"Benar."

"Naik kelas itu harus ujian dulu, tahan uji, tahan banting, kuat dengan badai sekeras apapun, tak peduli ada yang suka atau tak suka."

"Benar."

"Benar-benar terus kapan salahnya?" protes Prilly sambil memukul paha Ali.

"Karna ucapanmu tak ada yang salah, wanita selalu bisa mendeskripsikan cinta dan selalu ekspresif, nggak  seperti seorang pria yang nggak bisa pamer perasaan dan kadang nggak bisa ekspresif meskipun cintanya melebihi apapun!" sahut Ali sambil meraih dan menggenggam tangan yang bertengger dipahanya setelah memukul manja.

"Iya, dan kadang-kadang banyak yang menilai wanitanya yang kecintaan dan menganggap si pria nggak gentle karna tak ekspresif!" sahut Prilly sambil menggelengkan kepala.

Ali tertawa. Obrolan mereka sepertinya melenceng kesana kemari.

"Cinta kita tak akan bisa dipisahkan dengan badai apapun, bahkan Dokter syaraf dan dewi ular sekalipun nggak bisa misahin kita!" ucap Ali lagi. Prilly menoleh pada Ali.
Teringat Nikko, dokter syaraf itu sekarang sudah tak punya muka untuk menemui keluarga Prilly. Sebenarnya Prilly tak ingin menyakiti hati siapapun tetapi apa daya harus ada yang tersakiti.

Sementara dewi ular, bagaimanakah kabarnya dewi ular? Ingin Prilly bertanya tapi rasanya bibirnya kelu. Kabar baik yang dinantinya selama ini hanya Ali mampu melepaskan status suami dari Tata. Itu saja. Karna tanpa status yang jelas Prilly tak mungkin membawa Ali untuk maju pada kedua orangtuanya.

"Dia menggugat cerai, seminggu lagi kami akan menjalani sidang perceraian, berdoa semoga lancar..."

Ucapan Ali hanya sampai disitu yang bisa dicerna Prilly. Selebihnya hanya ada harapan dan rasa bahagia menyesakkan rongga dadanya hingga ia mengeluarkan airmatanya.

"Ini seriuskan? Nggak akan dicabut lagi kan gugatannya?" tanya Prilly meyakinkan dirinya sendiri.

"Dia udah berjanji." kata Ali meyakinkan sambil menyentuh sudut mata Prilly yang berair. Lalu dari mulutnya bergulir cerita tentang Tata dihari itu. Tata mengakui perbuatannya telah main fisik pada saat Ali dirumah sakit dengan Jerry, orang yang telah dengan sengaja melukainya.

"Jadi Jerry itu lagi pelakunya?" Prilly menutup mulutnya berusaha mempercayai pendengarannya.

"Iya..."
Lalu Ali melanjutkan cerita tentang penyebab Tata membatalkan gugatan sebelumnya juga karna ulah Jerry. Jerry waktu itu mengatakan hanya berniat menghancurkan rumah tangga mereka dan dengan sengaja merusak Tata dan pada akhirnya mereka kecelakaan menyebabkan Tata merasa itu adalah hukuman karna telah berdosa terhadap Ali.

"Jadi sekarang Tata kembali pada Jerry?"

Ali mengangguk menjawab tanya Prilly.

"Maaf, baru kali ini ada perceraian yang diharapkan dan membuat orang menangis karna bahagia!" Ucap Prilly dengan nada suara bergetar begitu Ali merangkul pundaknya lebih rapat dan ia menenggelamkan kepalanya ketubuh Ali yang bersandar.

"Aku juga lega, akhirnya bisa lepas dari hal yang menghalangi niat baik kita!"

Ali menundukkan wajah menyentuh dahi Prilly dengan bibirnya dan  memejamkan matanya. Angin yang berhembus menemani sore yang beranjak senja menerpa wajah mereka yang bersentuhan karna bibir  bertemu dengan kehangatan. Ujung jari Prilly yang berada dirahang Ali tak menekan hanya menahan ketika bibir mereka bergerak saling memagut sementara tangan yang lain melingkar dilehernya. Sementara kedua tangan Ali memeluk melingkari pinggang Prilly menahan tubuhnya agar tetap merapat dalam kehangatan ditemani semilir angin.

"Selangkah lagi, kita akan menemui orang tuamu!"

+++++

"Darimana?" Suara berat Papinya mengagetkan Prilly yang masuk kedalam rumah dengan kunci duplikat tanpa suara.

"Papiiii, kapan pulang dari Malaysia?" Prilly berkata mengalihkan rasa terkejutnya.

"Baru sore tadi, ingin segera bertemu Ily dan ternyata tak ada dirumah!" jawab Papi terlihat seperti kecewa.

"Maafin Ily, Pap!" Prilly tertunduk tak mampu menatap wajah papinya yang terlihat tegang.

"Darimana?" Papi mengulang tanyanya.

"Dariii..." Prilly berkata sedikit tak enak dan ragu.

"Pacaran sama suami orang?"

"Jangan terlalu percaya sama Nikko, Pap!" tukas Prilly memberanikan diri menatap orangtuanya itu.

"Tapi Nikko benar, dia tak salah ingin  membuatmu melupakan suami orang!"

"Ceritanya jauh dari perkiraan papi."
Lirih suara Prilly sambil menghempaskan dirinya di Sofa.

"Papi hanya minta kamu bantu papi."

"Bantu apa, Pap?"

"Jadilah istri Nikko, dan aset papi akan aman!"

Prilly menutup mulutnya. Apa yang telah dilakukan papanya Nikko pada Papi hingga aset papinya tidak aman kecuali ia menikah dengan Nikko?

"Apa tidak ada cara lain, Pap?"

+++++++++++++++++++++++++++++++

Banjarmasin, 19/05/2016

#hanya menyelesaikan rencana papa nikko
#terima kasih sudah mengikuti

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: