19. She's Back Again 2
Taken by you 2
###
Pat 19
She's Back Again 2
###
"Keydo?!" Finar terkesiap saat tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan sosok Keydo masuk sambil membuka kancing piyamanya dengan tenang. Ia baru saja akan menanggalkan pakaiannya dan masuk ke dalam shower. Tapi kembali menurunkan kaosnya dan menatap marah ke arah pria itu, "Kau tahu aku masih di kamar mandi, bukan? Tidak bisakah kau mengetuk pintunya lebih dulu?"
Seringai sinis tersungging di bibir Keydo, ia melepas piyamanya dan melemparkannya ke keranjang kosong yang ada di sudut ruangan dan balik bertanya, "Kenapa aku harus mengetuk pintu di kamarku sendiri?"
"Sekarang kau tidak lagi bisa seenaknya sendiri, Keydo. Kamar ini bukan hanya kamarmu saja. Kau sendiri yang memaksaku untuk tinggal di kamarmu." jawab Finar.
"Apa kau juga melupakan fakta bahwa sekarang aku adalah suamimu? sejak kau mengucapkan sumpah pernikahan kita." Keydo mengingatkan. Melangkah perlahan mendekati Finar. Tapi wanita itu semakin beringsut menjauh. Menggenggam pinggiran kaosnya agar tetap pada tempat seharusnya. Tetap menempel di tempatnya. Apa wanita itu pikir ia akan memperkosanya? Istrinya sendiri?
Bersenang-senang mungkin lebih tepat.
Finar paling benci ketika Keydo mengingatkannya akan hal paling paling dibencinya itu. Sumpah pernikahan yang dipaksakan pria itu padanya. "Kau harus segera berangkat bekerja, Keydo." ia mengingatkan agar pria itu tak mencari kesibukan lain.
"Ya, aku memang tak punya waktu banyak." Keydo melangkah lagi. Kepalanya mengangguk-angguk pelan.
"Kau boleh mandi duluan." Finar menelan ludahnya. Tubuhnya bergerak minggir agar Keydo bisa masuk ke dalam shower lebih dulu. Wajahnya sengaja menoleh, mengalihkan pandangannya ke arah manapun menghindari tatapan Keydo yang semakin menajam. Ia benar-benar tak tahan jika kilat itu muncul di manik mata Keydo. Karena ia tahu kemana mereka akan berakhir.
"Kau saja yang lebih dulu." Keydo menahan senyum gelinya melihat raut wajah Finar yang memerah karena malu dan gugup. Masih saja wanita itu merona ketika ia menggodanya seperti ini.
"Aku akan dengan senang hati menunggu." Keydo sama sekali tidak menutupi senyum penuh kelicikan yang terpampang di wajahnya. Semakin gencar menggoda istrinya. Ia benar-benar suka dengan kegiatan barunya itu. Sangat menyenangkan untuk menghabiskan waktunya dan mengisi hari-harinya yang datar seperti sebelum menikah dengan Finar.
'Dan menontonku mandi?' dengus Finar dalam hati. 'Dalam mimpimu, pria mesum!'
"Tidak. Kau saja duluan." Finar menggeleng, kembali menahan nafasnya. "Aku... aku akan menyiapkan pakaian kerjamu." katanya gugup. Hanya itu ide yang muncul di kepalanya untuk menghindari Keydo dan imajinasi liar yang sudah berkeliaran di kepala pria itu.
"Ide bagus." bisik Keydo. Lalu dengan gerakan gesitnya, lengannya menarik Finar mendekat. Mendorong wanita itu untuk masuk ke dalam shower bersamanya.
"Apa... apa yang kau lakukan, Keydo?!" Finar berusaha meronta. Matanya melotot marah ketika Keydo malah meyalakan shower yang langsung mengguyur tubuh mereka berdua dengan air hangat. "Lepaskan aku!"
"Aku suka kau punya niat untuk menyiapkan pakaian kerjaku. Tapi ini lebih menarik buatku."
***
"Kuharap Ale memberitahumu kalau waktumu hanya 15 menit. Sebaiknya kau cepat bicara."
Herren mengerjapkan matanya ketika suara maskulin yang sangat dirindukannya itu membuyarkan lamunannya. Dan sosok yang ditunggunya selama kurang lebih 25 menit yang lalu, sudah duduk di kursi kosong yang ada di seberang meja.
"Ana mengatakan hanya 10 menit." jawab Herren dengan senyum tipisnya yang muram. Ia cukup tersinggung dengan sikap dingin dan datar Keydo yang masih belum diterima oleh hatinya. Setahun yang lalu, pria itu masih menatapnya lembut sekalipun sikapnya selalu dingin kepada siapapun. Tapi sekarang, tatapan lembut itu sama sekali tak bersisa untuknya.
"Lebih cepat lebih baik." gumam Keydo pelan. Sama sekali tak peduli Herren medengarnya ataupun tidak. Tak peduli juga keengganannya yang terlihat jelas bagi wanita itu atau tidak.
Herren terdiam cukup lama. Mengamati wajah yang ada di hadapannya dengan seksama. Wajah yang selalu dirindukannya setiap harinya. Berapa kalipun ia mencoba menerima kehilangan hatinya, usahanya tetaplah berakhir dengan sia-sia belaka. Hatinya masih terasa begitu sesak dipenuhi oleh cintanya pada Keydo. Ia tidak tahu bagaimana lagi harus memulai hidupnya tanpa harapan untuk bersama dengan Keydo.
"Apa kau bahagia, Keydo?" tanya Herren kemudian.
Keydo mengangkat satu alisnya. Menilai pertanyaan yang diucapkan oleh Herren. Ia tahu pertanyaan tersebut hanyalah sekedar basa-basi dan ia merasa tak harus menjawabnya.
"Apa kau akan bahagia hidup tanpaku, Keydo?"
"Setelah kau memilih meninggalkanku, aku memilih untuk melanjutkan hidupku. Dan aku memiliki segalanya sekarang, apakah aku mempunyai alasan untuk tidak bahagia?" Keydo mengangkat bahunya. Dengan tatapan tajamnya yang tepat di manik mata Herren, menunjukkan bahwa hidupnya saat ini baik-baik saja. Tanpa wanita itu ataupun tidak.
"Apakah tidak ada sisa perasaanmu untukku?" tanya Herren lagi. Ada nada mendesak yang bercampur dengan suaranya, "Walaupun sedikit?"
"Jangan menanyakan pertanyaan yang sudah kau tahu jawabannya, Herren." desis Keydo mulai bosan dengan topik pembicaraan wanita itu tentang kebahagiaan. Apa yang dimilikinya saat ini, Memberikannya banyak alasan untuk berbahagia dan hidup dengan tenang tanpa wanita itu.
"Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu lagi." tubuh Herren medekat. Meraih tangan kanan Keydo di atas meja dan menggenggamnya, "Apakah aku berlebihan?"
"Jelas itu berlebihan." dengus Keydo. Menarik tangannya kembali dan berkata lagi, "Aku sudah menikah." lalu membuang wajahnya ke samping. Ada sedikit hatinya yang mulai tepengaruh dengan tatapan memelas itu. Tapi ia segera mengembalikan akal sehatnya. Finar istrinya sekarang. Dan ia tak mau terjebak cinta sentimentil yang akan memberikannya masalah yang rumit.
"Kalian bisa bercerai." ucap Herren dengan lantang. "Pernikahan ini bukanlah pernikahan yang kalian inginkan. Aku yakin, cepat atau lambat, pernikahan kalian tidak akan bertahan lama."
Keydo menoleh kasar. Tatapannya menajam akan harapan busuk wanita itu pada pernikahannya dengan Finar.
"Pernikahan kalian hanyalah balas dendam yang kau lampiaskan pada orang yang salah. Aku yang harusnya bertanggung jawab untuk semua kesalahanku di masa lalu. Kali ini, biarkan aku memperbaiki semuanya, Keydo. Dan kita bertiga bisa bahagia kembali." tambah Herren membujuk. Meyakinkan Keydo dengan tatapan permohonannya.
Rahang Keydo mengeras, mulai gusar dengan kalimat yang diucapkan Herrren tanpa sedikitpun perasaan bersalah yang tersirat di wajahnya. Bagaimana bisa, setelah kekacauan yang diberikan wanita itu padanya setahun yang lalu. Tiba-tiba wanita itu kembali dan dengan semudah itu menyuruhnya menceraikan Finar. Membuat kehidupannya kembali menjadi kacau setelah semua ketenangan yang ia usahakan selama setahun belakangan ini.
"Kau dengar aku, Herren." Keydo mendekatkan wajahnya pada Herren. Matanya menajam dan bibirnya mengeras, menekan suaranya ketika berucap lagi, "Aku tidak pernah main-main dengan rencanaku setahun yang lalu untuk menjadikannya tunanganku. Begitu juga dengan pernikahan kami."
"Kau hanya marah padaku." sahut Herren tak terima dalam desisannya.
"Dan asal kau tahu, pernikahan kami akan bertahan sampai kami berdua mati. Karena aku tidak akan pernah menceraikan Finar. Kalaupun aku bisa dan Finar sangat menginginkannya."
"Kenapa? Apa karena kau mencintainya?"
"Aku memilih mematikan hatiku."
"Aku tahu." ada perasaan lega atas alasan pernikahan mereka yang diberikan Keydo. Setidaknya bukan karena pria itu mencintai Finar. Keydo memilih mematikan hatinya, tak membiarkan wanita manapun kembali mengisi hatinya dan menggeser posisinya di hati pria itu. Dan itu lebih dari cukup baginya untuk memperjuangkannya.
"Dan hal itu tidak akan mengubah apapun di antara kita." Keydo memperingatkan ketika menyadari tatapan penuh harapan yang berkilat di mata Herren.
"Hal itu cukup membuktikan bahwa kau masih memiliki perasaan untukku. Dan kali ini, aku yang akan berjuang untukmu, Keydo."
Keydo menyeringai akan kenaifan pada setiap kata yang diucapkan Herren, "Aku sudah berubah, Herren. Aku bukan lagi pria yang kau kenal setahun yang lalu."
"Aku mencintaimu, Keydo. Aku masih mencintaimu." Herren memegang dadanya menunjukkan perasaannya, "Hatiku masih berdebar sangat kencang untukmu sampai detik ini juga. Dan aku tahu kau juga masih mencintaiku."
"Dan seharusnya kau tahu aku tak pernah mencintaimu melebihi akal sehat yang kumiliki. Kau juga tahu, aku tak akan pernah menghancurkan rumah tangga yang sudah kumiliki hanya karena perasaan sentimentil yang kumiliki padamu."
"Kau mengatakan itu hanya untuk memastikanku mendapatkan rasa sakit yang kuberikan padamu."
"Tidak." Keydo membantah, menggeleng keras dan berkata lagi, "Aku mengatakan yang sebenarnya, kau tahu itu."
"Kau mematikan hatimu karena rasa sakit yang kuberikan padamu. Dan sekarang kau membalasnya. Semua itu hanya menunjukkan betapa kau masih sangat mencintaiku, Keydo. Kau memastikanku mendapatkan luka yang sama seperti yang kau rasakan dulu."
Keydo memejamkan matanya, menghembuskan nafasnya kasar atas kekeras kepalaan Herren. "Baiklah, terserah kau boleh berpikir sesukamu. Kau boleh mempercayai apapun yang ingin kau percayai. Dan mungkin, saat ini aku masih mencintaimu walaupun aku tidak menyadarinya atau merasakannya seperti dulu. Tapi hal itu sama sekali tidak akan mengubah apapun di antara kita. Sekarang, aku sudah menikah. Aku memilih bertahan dengan Finar di sisiku."
Herren terdiam cukup lama. Menatap sakit hati ke arah Keydo. Menahan derai air mata yang akan membanjir dan membasahi pipinya. Menangisi kehilangannya.
Tapi tangisan itu sudah cukup. Sudah cukup ia menangisi penyesalannya dan kehilangannya beberapa hari ini. Sekarang, ia tak akan membuat semua kerja kerasnya berakhir dengan sia-sia hanya karena kesalahannya yang dulu. Karena pernah meninggalkan pria yang sangat dicintainya itu demi karirnya. Ia sudah berjuang dan mendapatkan karirnya. Sekarang, ia akan berjuang untuk memperbaiki semuanya. Mengembalikan kebahagiaannya. Mengembalikan kebahagiaan mereka.
"Jika itu maumu, Keydo." suara Herren menaik. Kepalan di kedua tangannya mengetat, penuh tekad yang kuat, "Baiklah, aku akan membiarkan pilihanmu. Yang perlu kau tahu adalah, saat ini, aku memilih untuk memperjuangkanmu. Aku akan mengerahkan segala cara dan usaha yang kumiliki untuk mendapatkanmu kembali. Seperti yang kau lakukan padaku dulu. Jadi, jangan halangi aku untuk mendapatkanmu kembali."
Keydo kehilangan kata-katanya untuk membantah kekeras kepalaan wanita yang ada di hadapannya itu. Ia sangat mengenal apa yang mampu dilakukan Herren jika ia sudah bertekad akan sesuatu seperti ini. Terakhir kalinya, bahkan wanita itu nekat meninggalkannya hanya demi karirnya, "Aku bukan barang yang bisa seenaknya kau tinggalkan lalu kau bisa kembali ketika kau menginginkanku lagi, Herren. Seharusnya kau tahu itu ketika aku membiarkanmu pergi." desis Keydo.
"Aku tidak pernah tidak menginginkanmu." Herren mengoreksi kalimat yang diucapkan Keydo.
"Terserah kau. Itu bukan urusanku sekarang. Yang kutahu aku sudah menikah dengan Finar dan aku tidak pernah menganggap pernikahan kami hanyalah main-main saja. Karena kami akan bahagia dengan kehidupan rumah tangga kami. Sekarang dan seterusnya. Pembicaraan kita selesai." Keydo berdiri dari duduknya. Membalikkan badannya dan melangkah pergi.
***
Finar membuka pintu balkon di kamarnya, walaupun secara teknis ini adalah kamar milik Keydo, sangkal hatinya yang masih belum sepenuhnya menerima bahwa dia dalah istrinya Keydo. Angin malam yang dingin berhembus memasuki ruangan yang temaram itu. Membiarkan gorden abu-abu muda tipis di samping pintu bergoyang lembut mengikuti irama angin yang masuk. Finar melangkah ke pinggiran pagar dan berdiri menatap langit malam yang mulai berhiaskan bintang-bintang. Malam ini kelihatan cerah, membuat cahaya bulan yang remang-remang masuk ke dalam kamar yang gelap.
Bibir Finar terbuka, menghembuskan nafasnya yang keras dan penuh kebosanan. Tangannya terangkat mengusap kedua lengannya yang mulai terasa dingin karena gaun tidur putihnya yang cukup tipis. Kemudian bergerak lagi untuk menyentuhkan kedua telapak tangannya di pipinya yang dingin dan menggerutu dalam hati.
Hari yang sama seperti kemarin sudah ia lewati lagi hari ini di istana yang sialannya milik suaminya sendiri. Walaupun Keydo tidak lagi mengurungnya di kamar dan mengijinkannya mengelilingi rumahnya, yang walaupun luas, tetap saja ia merasa tak akan pernah bisa terbang bebas di dalam sangkar emas ini.
Entah sampai kapan...
Mungkin sampai ia mati mengingat ia harus menjadi Nyonya Finar Ellard yang sebenar-benarnya. Menghabiskan seumur hidupnya di sisi Keydo. Keydo tidak main-main dengan pernikahan mereka.
Saat ini, hanya menjalani pernikahan yang dipaksakan Keydolah satu-satunya yang harus ia jalani.
Melawan?
Kabur?
Pengalamannya sudah lebih dari cukup menunjukkan pada dirinya bahwa ia tidak akan pernah berhasil. Perlawanannya justru hanya akan membuat Keydo semakin keras dan kasar padanya. Memberikan alasan bagi pria itu untuk semakin berbuat kejam padanya.
Benar-benar sial nasibnya berurusan dengan pria itu.
Dan lagipula, melarikan diri bukanlah cara yang benar untuk menyelesaikan masalah. Dengan mimpi buruk yang selalu menghantuinya saat ia melarikan diri. Karena perasaan bersalahnya pernah menempatkan pria itu di ambang kematiannya. Hampir membuat dirinya menjadi seorang pembunuh.
Setidaknya, dengan cara hukuman yang berikan Keydo yang dipaksakan padanya begini. Pria itu tidak lagi menghantui tidurnya lagi. Hanya itu yang bisa disyukurinya saat ini.
Atau mungkin karena pria itu selalu membuatnya sibuk ketika malam hari dan membiarkannya tertidur karena kelelahan, dengusnya dalam hati. Karena proyek gila Keydo junior yang sedang dikerjakan pria itu.
Suara deru mobil yang memasuki gerbang rumah Keydo membuyarkan lamunannya. 'Siapa yang bertamu malam-malam begini?' batin Finar dengan kerutan penasaran di keningnya. Dan pertanyaannya terjawab setelah ia menunggu selama beberapa saat dan melihat kakaknya keluar dari Benz hitam yang berhenti tepat di depan pintu utama.
Kerutan di keningnya semakin mendalam ketika matanya memicing mengamati langkah kakaknya yang tampak terburu-buru. Wajahnya yang merah terlihat menahan sebuah amarah yang siap berkobar. Dan semakin jelas dengan kepalan yang terbentuk di kedua sisi tubuh kakaknya itu ketika melangkah masuk ke dalam pintu utama.
'Ada apa dengan kakaknya?'
'Apa yang dilakukan kakaknya malam-malam begini di rumahnya Keydo?'
'Apakah kakaknya marah pada Keydo?'
'Dan apapula yang dilakukan Keydo sampai kakaknya terlihat semarah itu?'
'Mungkinkah kakaknya sudah tahu akan percobaan pembunuhan yang dilakukan Keydo padanya?
'Dan kakaknya marah lalu ingin membawanya keluar dari rumah sialan ini?'
Pemikiran itu muncul di kepalanya dan disambut dengan sukaria oleh Finar. Dan dengan penuh rasa penasaran yang bergejolak di dadanya, segera ia membalikkan badannya dan berlari memasuki kamarnya.
Memastikannya.
***
Jadwal posting Keydo masih tetap seminggu sekali ya. Jadi kalau belum seminggu jangan nagih. Tapi kalau sudah seminggu lebih belum posting ga papa kalau mau nagih...
He he he...
Semoga part ini memuaskan. Karena author sudah berusaha keras untuk postingan ini.
Vote dan comments nya, please.
Monday, 8 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top