18. She's Back Again
Taken by you 2
###
Part 18
She's Back Again
###
Keydo kembali....
Oh ya, author mau tanya. Siapa tahu ada yg tahu. He he he...
Kenapa lapak Keydo kok kadang ga bisa dibuka yach?
Padahal ceritanya juga belum saya hapus.
Author juga ga tahu kenapa.
Apa mungkin akun saya terlalu banyak ceritanya atau gimana? Padahal cerita saya juga cuma 4. Di perpustakaan juga cuma sedikit. Itu pengaruh atau ga saya juga ga tahu.
Siapa tahu ada yg bisa jawab atau punya pengalaman yang sama.
Selamat membaca yach...
###
"Sebagai istri yang baik." ulang Finar.
Keydo mundur ke belakang, menarik tubuh Finar menjauh dari anak tangga. Lalu membalikkan tubuh itu menghadapnya. Senyum itu masih menghiasi wajahnya dan bertengger di sana penuh keangkuhannya.
"Sepertinya kau lebih tahu, kau tidak akan bermanfaat kalau kau mati tadi." gumam Keydo.
Finar benar-benar akan menampar mulut itu jika ia tak berkutat dengan nafasnya yang masih ngos-ngosan. Tangannya memegang dadanya yang bergetar hebat. Sekalipun lega karena pria itu sudah menjauhkan kematiannya, tapi masih mendidih oleh kemarahannya. Dan semakin mencapai puncaknya dengan kata-kata Keydo.
Keydo tertawa, mengibaskan tangannya melihat amarah itu di mata Finar dan berkata, "Aku bercanda, sayang."
Finar mendengus dalam hati. Mencemooh akan kenaifan Keydo. Pria itu salah jika berpikir hanya dengan kata-kata itu bisa meredakan titik didihnya. Walaupun mampu menghentikan amarahnya tapi tak mampu meredakan amarahnya sedikitpun. Air yang mendidih saja tidak akan langsung dingin jika diangkat dari atas kompor.
"Apa kau marah?" Keydo menarik alisnya bertanya.
"Kakakku akan tahu apa yang kau lakukan padaku, Keydo." desis Finar lirih. Ada nada ancaman yang terselip di sana.
"Ya, aku akan memberitahunya." jawab Keydo ringan, "Alan juga pasti mengerti."
Finar melotot, tak bisa berkata-kata dengan ketenangan pria itu.
"Kakak tersayangmu itu mempercayaiku seperti aku mempercayainya. Kau tahu itu." lanjut Keydo, nyala di matanya berteriak penuh kelicikan.
"Aku hampir mati di tanganmu, kau pikir siapa yang akan dipilih kakakku?" kata Finar tak mau kalah.
"Dan kalau kau juga tidak lupa, aku juga pernah hampir mati di tanganmu." tangkas Keydo kemudian.
Seketika mulut Finar terkatup rapat. Kejadian satu tahun yang lalu langsung menyerbu ingatannya dengan perasaan bersalah yang tak terelakkan. Ya, ia hampir membunuh Keydo waktu membantu Herren melarikan diri. Memasukkan pil tidur ke dalam gelas wine milik Keydo. Dan ia tidak tahu kalau kecerobohannya ternyata berakibat pada peningkatan dosisnya. Dan semakin parah oleh alergi obat-obatan tertentu yang semakin membuat pria itu kritis. Seharusnya Herren memberitahunya kalau Keydo punya alergi aneh, sehingga ia bisa mengalihkan perhatian Keydo dengan cara lain tanpa membahayakan nyawa pria itu.
"Mungkin aku benar-benar akan mati jika Alan tidak secepatnya membawaku ke rumah sakit." senyum tipis yang sinis tersungging di sudut bibir Keydo. "Dan aku sudah membayarnya."
"Dengan cara memaksa menikahiku?" sengit Finar.
"Setidaknya dia masih bisa melihat kesayangannya hidup." Keydo mengangkat bahunya, "Dengan amat sangat baik daripada perkampungan kumuh itu."
"Dimanapun lebih baik daripada di sini."
"Dan percayalah Finar, aku akan memastikan hidupmu tidak akan pernah lebih baik daripada di rumahku."
Mulut Finar terkatup rapat. Tubuhnya mundur selangkah ketika aura Keydo terasa mulai tidak mengenakkan lagi. Dan membeku ketika teringat di belakangnya ada anak tangga yang hampir membunuhnya tadi.
Keydon menahan tawa gelinya akan ekspresi Finar yang bercampur aduk di wajahnya membuat wanita itu tampak lucu. Lalu membuka kedua lengannya dan berkata, "Aku akan melupakan ancamanku, sayang. Sekarang datanglah kemari, istriku."
Tubuh Finar semakin kaku, tetap di tempatnya maupun mendatangi pria itu bukan yang diinginkannya. Tapi ia tak punya pilihan selain melangkahnkan kakinya yang seberat beton menghampiri pria itu. Membiarkan lengan Keydo mengitari pinggangnya dan mendongakkan wajahnya sebelum bibir pria itu menempel di bibirnya.
"Bagus, mulai sekarang kau tidak akan menguji kesabaranku, Finar."
***
"Apa kau benar-benar tidak akan melepaskannya seumur hidupmu, Keydo?" tanya Darius sambil mendudukkan pantatnya dengan nyaman di sofa kulit ruang kerja Keydo.
"Dari awal aku memang berniat mengikatnya seumur hidupku. Itulah sebabnya aku menyentuhnya. Dan memang itulah yang harus kulakukan." jawab Keydo sambil menatap layar monitor yang ada di hadapannya. Memeriksa laporan-laporan yang masuk. "Aku tidak mungkin menikahinya dan mencampakkanya begitu saja, bukan? tidak untuk kesayangan Alan."
"Dan kau mengancamnya baru saja. Hampir membunuhnya." Darius memperingatkannya dengan nada mengejek.
"Seakan kau lebih baik saja untuk mengikat wanitamu." dengus Keydo.
Darius hanya tersenyum nyengir. Teringat akan segala kelicikan dan keegoisannya untuk mengikat wanita yang dicintainya dulu. "Setidaknya usahaku tidak sia-sia." gumamnya cerah.
Keydo menyeringai, "Wanita itu perlu diberi pelajaran. Alan juga tahu aku tidak akan melebihi batas yang bisa diterima adiknya."
Darius mengangguk-angguk kecil. "Paling tidak Alan tampak lebih baik setelah adiknya kembali. Walaupun tidak dengan cara yang diharapkannya."
"Dan tentunya aku jauh lebih baik dari Layel." tambah Keydo sombong.
"Bagi Alan dan keluarganya tentu saja. Tapi tidak dengan Finar."
Keydo menyeringai sinis, "Cinta Layel tidak lebih baik dari hukuman yang kuberikan pada Finar. Setidaknya itu harga yang harus ia bayar untuk pengkhianatannya padaku. Hanya ini cara yang bisa kupilih untuk membayar hutang Alan padaku."
Darius mengangkat kedua tangannya di udara. Menandakan ia tidak akan membantah ucapan Keydo.
"Aku mempercayai kasih sayang Alan pada Finar. Begitu juga sebaliknya. Jadi, wanita itu tidak akan mengkhianatiku sekali lagi, dan hubunganku dan Alan tidak harus menjadi rumit. Kau tahu, tidak banyak orang yang bisa kupercayai akhir-akhir ini." Keydo menghentikan kalimatnya sejenak, menahan nafasnya saat melanjutkan, "Setidaknya aku tidak akan mendapatkan istri yang beresiko akan mengkhianatiku."
Dan kali ini, mulut Darius benar-benar terkatup rapat. Ya, ia sendiri juga benci pengkhianatan. Tapi, pengkhianatan yang dialami Keydo cukup memberikan bekas luka yang mendalam untuk sahabatnya itu. Dan cukup bagi pria itu untuk tidak mengenal kata cinta lagi. Seumur hidupnya mungkin.
***
Keydo tercenung, memandangi wajah cantik yang tertidur lelap sambil memeluknya. Tangan kanannya berada di dadanya, sedang kakinya yang jenjang bertumpu di atas kakinya. Membelit Keydo dengan erat.
Senyum samar membentuk di bibirnya melihat perlakuan Finar saat tidak sadarkan diri seperti ini. Ia bisa saja menarik diri dari atas ranjang dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap kerja. Tapi pemandangan wajah cantik Finar yang begitu damai lebih menarik perhatiannya. Tidak ada sedikitpun raut wajah dingin dan menantang yang biasa ditampilkannya di depan Keydo. Penuh harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi kapanpun ada kesempatan untuk mengusik dan melawan dirinya.
Sungguh berbeda jika Finar dalam keadaan tidak sadar seperti ini. Lebih manis dan tenang berada dalam kendalinya. Sekalipun bibirnya melengkung membayangkan reaksi wanita itu saat dirinya bangun dan menyadari apa yang dilakukannya pada Keydo. Ia sangat yakin wanita itu akan menyumpahi dirinya. Memaki dirinya karena sudah memgambil kesempatan dalam kesempitan. Walaupun memang itu yang dilakukannya saat ini. Toh, Finar adalah istrinya. Tidak ada salahnya dengan menikmati bangun tidurnya dengan pemandangan yang indah ini.
Tangan Keydo terangkat, membelai rambut ikal Finar yang panjang dan halus dengan sebelah tangannya. Lembut dan harum. Kemudian pandangannya terjatuh pada bibir tipis dan merah yang tidak bisa berhenti menggodanya sejak pertama kali ia merasakan lembut dan hangatnya bibir itu. Tanpa bisa menahan dirinya, Keydo pun menunduk, mengecup bibir itu sekilas dan berbisik mesra di telinga Finar, "Bangun, sayang."
Finar bergerak enggan dan terbangun dari tidurnya karena gangguan itu, mengerjapkan kedua matanya untuk menajamkan penglihatannya yang sempat mengabur. Memandang wajah tampan Keydo yang menyambut pagi harinya. Dan terperanjat kaget ketika menyadari bahwa tangan dan kakinya membelit tubuh Keydo. Segera ia mendorong tubunya menjauh. Beringsut mundur dan menjauh dari Keydo dengan ekspresi membunuh yang memenuhi wajah dan matanya.
Keydo bangkit dari tidurnya, menyandarkan punggungnya di kepala ranjang dengan gerakan santai dan menahan senyum gelinya atas sikap Finar. Mencekal pergelangan tangan Finar ketika wanita itu bermaksud turun dari ranjang.
"Mau kemana?"
"Mandi." jawab Finar cepat dan dingin. Melirik pergelangan tangannya yang berada dalam cengkeraman tangan Keydo. Bergerak untuk menghempaskannya tapi gerakan kasarnya sama sekali tak berpengaruh sedikitpun untuk pria itu.
Keydo menggeleng dengan tegas. Menunjukan maksudnya bahwa Finar tidak boleh turun dari ranjang, "Tidak sekarang "
Mata Finar membalas tatapan Keydo dan langsung menyuarakan penolakannya. Ia tahu apa yang akan dilakukan Keydo. Tapi, dengan tatapan 'Kau akan menyesal jika menolaknya' yang dilemparkan Keydo padanya. Ia tahu akan jauh lebih baik jika ia menuruti kata-kata Keydo. Masih ngeri akan kekejaman pria itu yang bahkan tanpa ragu-ragu akan melemparkannya dari atas tangga untuk membunuhnya. Sekalipun ia adalah adik sahabatnya sendiri.
Keydo menarik tubuh Finar mendekat, mendudukan Finar di pangkuannya dengan gerakan ringan dan cepat. Hingga membuat Finar nyaris memekik. Namun pria itu lebih dulu membungkam mulut Finar dengan sebuah kecupan. Kedua lengannya melingkari pinggang Finar dan menghapus jarak di antara meraka.
Finar menutup kedua matanya, bukan karena menikmati ciuman yang diberikan Keydo, -walaupun ia tak menyangkal bahwa ia sedikit menikmatinya, bagaimanapun Keydo sangat ahli berciuman-. Tapi lebih karena ia tak mampu menatap manik mata Keydo yang tajam, membuatnya merasakan nyalinya menciut dan berada penuh dalam kendali pria itu.
"Aku menyukai itu." Keydo tersenyum, "Seandainya hari ini aku tidak harus ke kantor. Kita akan melanjutkannya dengan adegan yang lebih panas lagi. Dan aku tahu kita berdua akan lebih menyukainya lagi." goda Keydo sambil mengecup sudut bibir Finar lagi.
Wajah Finar memerah mendengar ucapan vulgar Keydo. Namun ia sedikit lega mendengar Keydo harus segera pergi ke kantor. Ia berniat menarik diri dari pangkuan Keydo untuk segera ke kamar mandi. Akan tetapi, lagi-lagi pria itu tidak membiarkannya. Lengan kiri Keydo memeluknya erat di pinggang. Menyingkap kaos putih yang dikenakannya.
"Aku tidak suka kau memakai kaos lebar yang menutupi tubuh indahmu ini dariku, Finar. Ketika kau sedang di atas ranjangku dan ketika kita sedang berduaan seperti ini." suara Keydo terdengar sangat lembut, begitu juga elusan jemari tangan kanan pria itu yang menelusuri pipi Finar. Wajahnya tersenyum, namun dengan tatapan mata yang penuh ancaman menunjukkan bahwa ucapannya adalah perintah.
Finar mengerjap, menatap Keydo penuh ketidakpercayaan. Yang benar saja, apakah berpakaian saja harus sesuai dengan selera pria itu?
"Atau kau tidak menyukainya, Finar?" suara dan nada Keydo kali ini bernada peringatan.
"Aku akan memakainya." lirih Finar. Tak mau berdebat lagi dengan pria itu. Toh ia tak pernah peduli pakaian apa yang dikenakannya.
"Lihatlah, bukankah istriku sangat pandai bersikap pada suaminya." Keydo tersenyum geli sambil mencuri kecupan ringan di bibir Finar lagi. Menjadi sebuah hiburan buatnya saat Finar sama sekali tidak melakukan perlawanan atau membantahnya dengan sikap pembangkangnya itu. "Sepertinya kau mulai belajar kalau kau adalah istriku." bisik Keydo puas.
Drrttt... drrttt... drrttt...
Getaran benda yang berkelap-kelip di atas nakas membuat perhatian Finar dan Keydo teralihkan ke samping.
"Aku akan mandi." ucap Finar tersinggung karena Keydo langsung melonggarkan dekapannya saat dirinya menarik diri dari pangkuan pria itu. Ia tahu benda di atas nakas tentunya lebih penting dari dirinya. Membuat dadanya tercubit ternyata ia tak lebih penting daripada sebuah ponsel bagi pria itu.
Namu ia segera melupakan perasaan konyol itu ketika sempat melihat rahang Keydo sedikit mengeras saat mendengarkan suara siapapun itu yang ada di seberang sana. Ia tahu dirinya harus segera menghilang dari hadapan pria itu saat kilatan amarah mulai melingkupi manik mata Keydo. Atau ia akan sial karena imbasnya.
"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, Keydo. Herren menghadangku di lobi kantor. Dia tidak akan pergi sebelum bertemu dan berbicara denganmu." suara datar Ale terdengar sedikit frustasi.
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Ale." desis Keydo berbahaya. Mengumpat dalam hati atas kelakuakan Herren.
"Setelah semua yang dia lakukan, kau tahu tim keamanan tidak akan menghentikannya."
Keydo menghembuskan nafasnya berat dan dalam. Ya, setelah apa yang Herren lakukan tanpa henti mencoba menghubungi Ale, bahkan sampai ia kembali ke negara ini dan mengunjungi kantornya. Ia tahu tim keamanan tidak akan menghentikan wanita itu untuk mencoba bertemu dan berbicara dengannya. Hanya mampu untuk menundanya.
"Satu-satunya cara menghentikan semua ini hanyalah kau bertemu dan berbicara dengan Herren secara baik-baik, Keydo." tambah Ale, semakin membuat Keydo gusar.
"Aku sudah bicara dengannya dan mengakhiri semuanya." bentak Keydo. "Apalagi yang harus kulakukan agar dia bisa lenyap saja dari hadapanku."
"Kau yang menyelesaikannya, Keydo. Bukan kalian berdua."
Sekali lagi Keydo menghela nafasnya dengan kasar. Menyumpahi wanita itu yang seumur hidup tidak ingin dilihatnya lagi itu. Terlalu banyak bekas luka di dadanya karena wanita itu.
"Aku akan memastikan kau tidak akan memenuhi harapannya. Bagaimana?" bujuk Ale.
Mendesah keras, Keydo bergumam, "Kau bisa menghubungi Ana dan mengatur jadwalku di makan siang."
"Kurasa lima belas menit saja cukup." ucap Ale lega. Menggerutu dalam hati karena sampai sekarang ia masih saja yang selalu kena sial oleh imbas hubungan tuannya itu.
"Dan pastikan ini adalah pertemuan terakhir kami." nada Keydo terdengar lebih kejam dan dingin ketika memperingatkan Ale lagi. Dan sedetik setelah ia menyelesaikan kalimatnya, ia langsung memutus panggilan itu dan membanting ponselnya ke atas nakas. Menenggelamkan kedua tangannya di rambut hitamnya yang gondrong dan acak-acakan.
'Jadi dia memilih kembali?' dengus Keydo dalam hati. 'Setelah semua yang ia lakukan dan katakan terakhir kalinya, wanita itu masih memilih jalan untuk kembali?'
'Baiklah, mari kita lihat apa yang masih bisa kau lakukan saat ini.'
Kemudian ia menyingkap selimut yang masih menutupi kakinya, beranjak turun dari atas ranjang dan melangkah menuju kamar mandi.
Ia butuh bersenang-senang dengan istrinya.
***
Jadwal posting Keydo masing tetep seminggu sekali yach...
Kalau ga sampai seminggu udah posting berarti ngetik dan idenya lagi lancar. Tapi kalau lebih dari seminggu belum posting, berarti authornya lagi sibuk atau idenya ga lancar.
Tapi author tetap berusaha untuk melanjutkan kisah ini hingga selesai kok.
Vote dan commentsnya yang banyak yach...
Ok?
Monday, 1 May 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top