17. As a Good Wife

Taken by you 2

###

Part 17

As a Good Wife

###

"Kau yang mencari kesempatan dalam kesempitan." Finar mendesis. "Mimpi saja kau."

Keydo berhenti ketika langkahnya sudah berada tepat di samping ranjang. Senyum lenyap tak bersisa dari wajahnya, matanya yang tajam terasa menusuk tepat di manik mata Finar. Dan ketika bibirnya terbuka, suara yang keluar mampu membuat seluruh tubuh Finar membeku. Menyesali kata-kata yang keluar dari mulutnya baru saja. Seharusnya ia sudah cukup mengusik Keydo dengan kakacauan tadi malam. Seharusnya ia tidak mencari gara-gara lagi.

"Saatnya kau membayar kekacauanmu tadi malam, my dear Finar."

Habislah sudah, pasrah Finar. Ia benci merasa takut dengan aura yang menyergapnya berasal dari Keydo. Ia benci akan ketakutannya terhadap ancaman Keydo. Ia benci tidak bisa melakukan apapun untuk menantang kearogansian Keydo.

Tapi ia tak cukup bodoh untuk meluapkan emosinya kali ini. Ia tahu dirinya salah dan akan menerima hukumannya. Dan sekarang saatnya...

Tok... tok... tok...

Suara ketukan pintu mencairkan ketegangan di antara keduanya. Keydo menggeram marah karena acaranya di ganggu. Sedangkan Finar bisa bernafas lega karena penundaan tersebut. Sekalipun tak cukup menghilangkan keresahan dan kekhawatirannya.

Tok... tok... tok.. sekali lagi suara pintu di ketuk karena tidak ada jawaban dari dalam.

"Masuk." Jawab Keydo dengan nada dinginnya yang kasar. Hampir berteriak.

Dan pintupun langsung terbuka. Menampakkan salah satu pengurus rumah tangga dengan setelan hitam putihnya. Menunduk ketakutan menyadari ketegangan yang memenuhi ruangan tersebut.

"Ada apa?" tanya Keydo kasar. Wajahnya menoleh ke arah wanita muda itu dengan geram.

"Maaf, Tuan. Di bawah ada Tuan Alan." beritahu wanita muda itu. Tak berani mendongakkan wajahnya ke arah tuannya yang sedang dalam suasana hati menyeramkan seperti ini.

Kening Keydo berkerut. Ada apa temannya satu itu kemari?

"Katakan aku akan ke bawah sebentar lagi." Perintah Keydo. Dan wanita muda itu langsung membalikkan badannya dan meninggalkan pintu kamar kembali terbuka.

'Tuan Alan?' Kening Finar ikut berkerut menyadari kakaknya itu ada di bawah. Sejenak ia merasa punya harapan untuk meminta pertolongan pada kakaknya tersebut. Tapi harapan itu seketika meluap ketika Keydo membungkukkan badannya dan mencengkeram wajahnya. Tidak sakit, tapi cengkeraman itu cukup memberikan peringatan baginya bahwa ia tidak boleh mengharapkan apapun.

Keydo mengarahkan wajah Finar menghadapnya. Sehingga mau tak mau tatapan penuh ketakutan Finar jatuh pada mata penuh kepuasan kejam milik Keydo. Bibir pria itu membentuk senyum sinis yang tidak kalah kejamnya. Berbeda dengan usapan lembut dan penuh kehangatan dari ibu jari Keydo yang mengelus-elus pipi Finar dengan sangat perlahan.

Finar merasakan hembusan hangat dari lubang hidung Keydo saat wajah pria itu mulai menunduk dan menghilangkan jarak di antara wajah mereka. Sampai hampir saja hidung mereka bersentuhan. Dan Keydo mempertahankan jarak tersebut ketika berbisik mengancam, "Buang harapan sia-siamu itu jauh-jauh, Finar. Sekalipun kau merengek meminta pertolongan pada kakak kesayanganmu itu, aku akan memastikan kakakmu tidak bisa menolongmu. Jadi..."

Finar menahan nafasnya ketika Keydo menggantung kalimatnya. Hembusan nafas mint pria itu yang menerpa wajahnya, sejenak membuatnya terlena. Namun sebelum hal gila itu menguasai pikirannya, segera ia mengembalikan akal sehatnya. Ia tidak boleh tergoda oleh pesona Keydo.

Keydo mengertakkan giginya, menahan dirinya untuk tidak mencium bibir Finar yang hanya berjarak beberapa centi dari bibirnya. Ia tidak boleh terlarut dalam pesona kehangatan dan kelembutan yang diterbarkan oleh Finar. Ia tidak mau Finar menyadarai kalau dirinya sangat menginginkan wanita ini. Mulai merasakan jantungnya berdebar sangat kencang, membuatnya perlahan mulai merasakan sesak yang tidak diketahui alasannya. Membuang segala macam yang berkelebat di kepalanya, ia melanjutkan kalimatnya, "...bersikap baiklah dan mungkin aku akan mempertimbangkan untuk berbaik hati padamu juga."

Finar menelan ludahnya. Tahu benar apa yang di maksud dengan 'bersikap baik' tersebut. Nafasnya masih tertahan. Apalagi saat menyadari bahwa Keydo masih berusaha mempertahankan posisinya ini. Ia merasa pasti bahwa pria itu akan menciumnya. Dan kengerian tentang ciuman kasar pria itu beberapa hari yang lalu cukup membuat tubuhnya gemetar ketakutan. Mengingat kekejaman yang sudah dilakukan oleh pria sombong itu, harapan akan belas kasihan dengan keadaannya yang tidak berdaya saat ini lenyaplah sudah. Sekalipun kakaknya ada di bawah sana dan pasti akan menolongnya. Iapun hanya bisa pasrah jika Keydo memaksa untuk menidurinya sekarang juga.

Tetapi, entah kenapa leher Keydo menjadi kaku. Mengurungkan niatnya untuk menciumnya dan melepaskan cengkeraman tangannya dengan kasar. Mendorong Finar menjauh darinya lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu.

Finar bernafas lega saat Keydo membalikkan badannya dan berjalan keluar. Tersentak saat Keydo menutup pintu tersebut dengan membantingnya sangat keras. Pria itu sangat murka padanya. Dan sialnya, Finar sangat menyadari dirinyalah penyebab semua kemurkaan itu. Berapa kali ia harus menyesali semua perbuatan bodohnya yang selalu mengusik iblis itu untuk kembali melirik ke arahnya.

###

"Ada apa , Alan?" Tanya Keydo begitu ia menemukan sahabatnya itu duduk di sofa ruang tamunya.

"Aku ingin bicara." Jawab Alan. Ada secercah kegelisahan di manik matanya.

"Tentang?" Alis Keydo terangkat salah satunya.

"Herren."

Sejenak Keydo sempat tertegun mendengar topik pembicaraan yang diambil Alan. Tapi ia segera membuang jauh-jauh rasa risih yang menyerbu dadanya itu. Memasang wajah datarnya dan duduk di sofa yang berseberangan dengan Alan.

"Apa benar kalian bertemu dengan Herren waktu pergi bulan madu kemarin?"

"Ya." Jawab Keydo singkat. Nadanya berubah malas.

"Lalu?"

Keydo terdiam. Mengamati rasa penasaran yang terpampang jelas di wajah Alan. "Lalu apa?"

"Lalu apa yang terjadi?

"Apa aku harus menceritakan hal tidak penting itu? Aku sama sekali tidak mau membahas hal apapun yang berhubungan dengan wanita itu. Jika kau berminat, kau cari tahu saja sendiri." Jawab Keydo mulai kesal. Baru beberapa menit yang lalu ia sudah menguras tenaga dan otaknya menghadapi si adik. Dan sekarang, ia tak mau membuanh tenaganya untuk si kakak. Apalagi jika harus menghadapi urusan tidak penting itu.

"Aku hanya ingin memastikan apakah..."

"Kalau kau kemari hanya ingin membahas wanita itu, sebaiknya kau pulang, Alan. Kau tahu benar bagaimana perasaanku jika berhubungan dengan wanita itu." Keydo memotong kalimat Alan yang belum terselesaikan.

Bibir Alan terkatup rapat. Kejadian setahun yang lalu memang cukup membekas di hati sahabatnya itu. Dan ia merasa ikut bertanggung jawab mengingat semua itu ada ikut campur adik kesayangannya. Jika saja Finar tak cukup bodoh untuk di manfaatkan oleh wanita licik itu.

"Apa kau kemari hanya ingin mengatakan hal itu?"

"Tidak." Alan menggeleng, "Aku ingin bertemu dengan Finar. Sebentar saja."

"Dan kau tahu benar kesepakatannya. Kau tidak akan bertemu dengannya hari ini." Jawab Keydo tegas. "Tidak setelah kekacauan yang adik kesayanganmu itu lakukan di pestaku kemarin malam. Kurasa kau sudah tahu mengenai kabarnya."

Alan tercenung. Ya. Selain kesepakatan yang sudah mereka setujui, ia tahu ia tidak akan bertemu dengan adiknya itu setelah adiknya mempermalukan Keydo di depan umum kemarin malam. Sebagai hukuman untuk Finar karena berani melawan Keydo.

Seharusnya ia bisa membujuk adiknya itu untuk menuruti saja apa yang dikatakan Keydo dan menjalani rumah tangga mereka. Meyakinkan adiknya bahwa semua ini untuk kebaikan dirinya sendiri.

Lagipula, sahabatnya itu tidak mungkin berbuat hal yang melebihi batasannya. Tidak mungkin menusuknya dari belakang. Ia yakin Keydo tidak akan melakukan hal itu. Tidak akan pernah. Sekalipun ia sempat tidak yakin ketika mengingat apa yang sudah Finar berani perbuat pada urusan Keydo.

"Kalau begitu aku akan pulang. Sampaikan salamku padanya."

###

"Apakah kakakku sudah pulang?" Finar berhenti berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Menghampiri Keydo yang baru saja masuk dan menutup pintunya.

Keydo tak menjawab. Kepalanya menunduk melihat kaki Finar yang masih berbalut perban. "Apa kakimu tidak sakit?"

Finar menunduk. Mengikuti arah pandangan Keydo dan membungkam. Kakinya masih sakit. Tapi ia masih sanggup jika hanya berjalan-jalan ringan di dalam kamar. Dan ia tak butuh menjawab pertanyaan Keydo, karena pertanyaan pria itu bukan jenis kekhawatiran.

"Kembalilah ke atas tempat tidur Finar. Aku tidak suka kakimu yang putih mulus itu akan meninggalkan bekas luka yang jelek di sana." Keydo menarik lengan Finar dan menyeretnya ke atas ranjang.

"Aku tidak peduli bekas luka itu, Keydo. Aku ingin bertemu dengan kakakku. Kau tahu aku sudah menunggumu hampir empat jam untuk bertemu dengan kakakku." Finar berkata-kata. Tak meronta dengan perlakuan Keydo karena takut pria itu akan bermain kasar dengannya untuk membalas.

"Aku peduli." Tandas Keydo. "Aku tidak suka menikmati kaki dengan bekas luka seperti itu. Dan apa yang membuatmu berpikir aku akan membiarkan kau bertemu dengan kakakmu?"

Finar terpaku. Menahan jeritan yang rasanya benar-benar akan memekikkan telinga jika ia tak sanggup menahannya. Ia sungguh sungguh ingin bertemu dengan kakakknya. Membutuhkan kakaknya sekalipun hanya sebentar saja.

"Aku mengatakan kau sedang butuh istirahat dan tidak ingin diganggu. Jadi dia langsung pulang karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat adik kesayangannya. Bukankah dia kakak yang sangat baik dan penyayang, Finar? Pantas saja dia menjadi kakak kesayanganmu."

"Pembohong!" Desis Finar. "Kau tahu aku sangat ingin bertemu dengan kak Frian. Dan aku tidak sedang istirahat."

"Aku tahu. Tapi hanya aku yang berhak menentukan kapan dan siapa yang akan kau temui. Termasuk keluargamu."

Kedua jemari Finar terkepal erat. Beranjak berdiri. Habis sudah kesabarannya. Habis sudah ketakutannya. Dan yang tersisa saat ini hanyalah kegilaannya saja. Dan ia tidak peduli. "Cukup sudah kau memanfaatkan kelemahanku, Keydo. Kau tidak berhak membatasi kehidupanku sejauh ini. Tidak setelah apa yang sudah kuberikan padamu untuk membayarnya."

"Hanya aku yang berhak menentukan kapan kau sudah melunasi bayaranmu, Finar. Dan seumur hidupmulah bayarannya." Desis Keydo. Matanya melotot menatap manik mata Finar. Dadanya bergemuruh oleh amarah yang membara menyadari bahwa wanita itu tak juga menyerah oleh ketakutannya. Sialan... Benar-benar sialan...

"Aku lebih baik mati daripada harus menghabiskan seumur hidupku untuk kesia-siaanku bersamamu." Teriak Finar frustasi. Ia tidak peduli jika detik ini juga Keydo membantingnya ke atas kasur dan menidurinya dengan kasar untuk menghukumnya. Ia tidak peduli. Toh hidupnya sudah hancur sejak pria itu menikahinya dengan paksa.

"Jaga ucapanmu, Finar."

"Kau sudah mengambil lebih dari cukup atas diriku. Dan aku tidak akan tinggal diam dengan semua kearogansinmu yang kejam itu."

"Hentikan ocehanmu atau..."

"Atau apa?" Tantang Finar. Wajahnya mendongak menantang. Entah kemana lenyapnya ketakutan yang bersarang di dadanya tadi. "Atau kau akan membunuhku?"

Wajah Keydo mengeras. Matanya sekeras batu, dan giginya mengertak. Habis sudah kesabarannya.

"Bunuh saja aku, Keydo. Tak ada bedanya aku di sini atau di luar sana. Aku tetap tak bisa menemui keluargaku."

"Kesempatanmu sudah habis."

"Aku tidak pernah punya kesempatan yang kau bilang habis itu. Jadi jangan berpura-pura bersabar menghadapiku."

"Dasar wanita tidak tahu terima kasih." Desis Keydo di antara gemeretak giginya. Dengan kasar ia meraih tangan Finar. Menyeret wanita itu keluar kamarnya dengan paksaan yang kasar. Melewati lorong dan ruangan yang luas. "Kau ingin mati, Finar?"

"Ya." Jawab Finar lantang, tanpa keraguan sedikitpun. "Apapun itu lebih baik daripada berada di sisi pria kejam sepertimu."

"Baiklah, Finar." Suara Keydo tiba-tiba berubah lembut. Berikut langkah kakinya yang tiba-tiba menjadi pelan. Dan saat Finar menyadarinya, Keydo sudah membalik posisi mereka. Ia di depan dan Keydo di belakang. Membalik badan Finar menghadap ke depan dan kedua tangan yang di kekang Keydo di belakang pinggangnya.

Mulut Finar membungkam. Mereka berdiri si ujung tangga spiral yang mengarah ke pintu utama. Ia melihat Darius, salah satu sahabat kakaknya dan Ana yang sedang berjalan menaiki anak tangga tiba-tiba menghentikan langkah mereka dengan adegan dramatis yang muncul.

"Kematian sudah ada di depanmu. Sekarang, sambutlah dengan sukaria, my dear Finar." Bisik Keydo di telinga Finar. Mendorong Finar lagi sampai benar-benar di ujung tangga. Sebagian besar telapak kaki Finar sudah melayang di udara. Hanya ujung tumitnya yang masih menyentuh lantai marmer dan kekangan tangan Keydo di belakangnyalah yang menahannya tidak terjatuh.

'Apakah Keydo akan menjatuhkannya dari atas tangga?' Batin Finar, membuat wajahnya langsung pucat pasi membayangkan kemungkinannya.

"Aapp...apa kau... akan... membunuhku?" Cicit Finar. Suaranya seakan tercekik.

"Apa kau takut?" Senyum sadis di bibir Keydo semakin memuaskannya ketkma merasakan tubuh Finar yang bergetar dalam genggamannya.

Baru beberapa detik yang lalu Finar beranggapan bahwa kematian akan lebih baik daripada harus menghabiskan sisa hidupnya dengan pria kejam macam Keydo ini. Tapi ia tak menyangka bahwa kematian akan terasa sangat menakutkan dan mengerikan seperti ini.

Iapun melemparkan tatapan meminta tolongnya pada Darius dan Ana yang masih berdiri di tengah-tengah tangga. Berdoa dalam hati semoga sahabat kakaknya yang satu itu mau menolongnya. Tali doanya tidak terkabul karena pria itu mengangkat tangannya menyerah dan memberikan tatapan penuh penyesalan. Kemudian tatapan Finar beralih kepada Ana, melupakan harga dirinya untuk meminta tolong pada wanita menjengkelkan itu.

"Sayang sekali kau sama sekalu tidak belajar sedikitpun dari kesalahanmu, Tuan Putri." Cibir Ana dengan wajah sedihnya yang dibuat-buat.

Finar merasakan matanya mulai memanas. Begitu banyak orang di rumah ini tapi tidak ada satupun yang berani menolongnya.

"Darius, sebaiknya kita segera naik sebelum Keydo melemparnya dan membuat kita jatuh ke bawah. Aku tidak mau mati konyol." Ucap Ana sambil melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Diikuti Darius di belakangnya. Dan begitu wanita itu berada di samping Finar, ia berkata lagi dengan nada kasihan yang dibuat-buat, "Sebaiknya kau berharap nyawamu langsung melayang, Finar. Karena kalau tidak, kau akan merasakan kesakitan yang tak tertahankan." Dan Ana mengakhiri drama itu dengan mengangkat tangannya. Menghapus air mata Finar yang menetes dengan penuh kepuasan.

"Aa... apa maksudmu?" Suara Finar tercekik. Kata-kata Ana benar-benar membuatnya ngeri.

Ana hanya mengibaskan tangannya enggan mengulur waktu Keydo yang akan membunuh Finar dan melangkah melewati mereka untuk mempersilahkan adegan selanjutnya.

"Jangan dengarkan kata-katanya, Finar." Kata Darius berusaha menenangkan Finar. "Kau tidak akan merasakan kesakitan ataupun nyawamu akan melayang kalau kau memohon pada suamimu. Aku tahu dia tidak sekejam seperti yang kau kira. Setidaknya pada kesayangan sahabatnya."

"Jangan membelanya, Darius." Desis Keydo.

"Aku tidak membelanya, Keydo. Aku hanya tidak mau repot-repot menghibur Alan. Kau tahu dia kesayangan Alan, bukan?" Alis Darius terangkat salah satu. Matanya penuh isyarat ketika bertatapan dengan Keydo. "Setidaknya, jangan kotori tanganmu untuk menyakiti Alan. Aku tidak mau persahabatan kita yang sudah mengakar ini harus dikotori oleh darah."

Finar memejamkan matanya. Berdoa semoga Keydo berubah pikiran karena kalimat Darius.

Ana terkekeh geli, "Sahabat macam apa yang tega mengkhianati sahabatnya sendiri?"

Meluap sudah harapan Finar. Kenapa wanita itu begitu menjengkelkan dan suka sekali melihatnya tersiksa?

"Ahh... kau benar, Ana." Darius membenarkan kata-kata Ana. "Tapi keputusan ada di tangan Keydo. Apa kau mau memaafkannya, Keydo?"

"Kurasa dengan begini posisiku dan Alan impas." Jawab Keydo.

Darius mendesah ringan. Mengedikkan bahunya dengan kedua tangan terangkat menyerah, "Kalau begitu, aku hanya perlu berpura-pura tidak tahu saja. Kurasa tidak apa-apa berbohong sedikit untuk kebaikan."

Finar membelalak tak percaya. Tak habis pikir dengan persahabatan macam apa yang kakaknya dan dua orang kejam ini jalin? Kebaikan dari sisi mana yang mereka maksud? Mereka membicarakan nyawa adik sahabat mereka sendiri seakan membicarakan strategi apa yang akan mereka gunakan untuk memenangkan sebuah proyek. Apakah hanya seharga itu persahatan yang mereka jalin selama ini? Ia benar-benar tak menyangka kakaknya mempunyai dua orang kepercayaan sekaligus sahabat gila yang entab dari alam kejam mana mereka berasal.

"Apakah ada kata-kata terakhir, sayang?" Keydo mendorong sedikit lagi tubuh Finar. Menggertaknya. Dan menariknya kembali ketika Finar menjerit.

Finar bernafas keras ketika Keydo benar-benar hampir menjatuhkannya. Wajahnya semakin pucat seakan tak ada darah yang bersisa di sana sedikitpun.

"Salam untuk kakakmu mungkin?"

Mata Finar terpejam. Keringat dingin membasahi dahinya. Sampai akhirnya ia menyerah.

Dan dengan seluruh sisa keberania yang ia miliki, dengan seluruh harga diri yang sedang mati-matian ia bangun, Finar memohon, "Aku minta maaf."

Keydo tertegun. Tersenyum samar ketika matanya bertatapan dengan Darius. "Apa Finar? Aku tidak mendengarnya."

Finar menggeram marah dalam hati. Ia sangat yakin Keydo sengaja melakukannya.

"Apa kau mendengar apa yang dikatakannya, Darius?" Keydo bertanya pada Darius.

Darius menggeleng sekali.

"Aku minta maaf, Keydo." teriak Finar frustasi.

"Apakah hanya itu?" Senyum di bibir Keydo adalah senyum kemenangan yang memuaskan. Matanya berkilat-kilat penuh kelicikan.

Finar menelan ludahnya. Menelan harga dirinya yang terasa menggumpal ketika melewati tenggorokannya. "Maafkan aku, Keydo. Aku akan melakukan apapun yang kau inginkan. Menuruti semua kata-katamu." Finar diam sejenak. Merasakan harga dirinya benar-benar sudah tertelah habis dan melanjutkan, "Sebagai istrimu."

Senyum misterius muncul lagi di bibir Keydo, "Sebagai istri yang baik?"

"Sebagai istri yang baik." Ulang Finar.

###

Kalau ada yang minta Keydo di tamatin dulu baru Alan, kayaknya ga mungkin ya, readers.

Kalau Alan yang di tamatin dulu baru Keydo, itu baru mungkin.

Soalnya Alan jalan ceritanya juga udah banyak. Dan naskahnya juga udah ada. Tapi kalau Keydo belum ada. Partnya juga baru 17.

Jangan lupa vote dan commentnya ya.

Ditunggu selalu....

Thursday, 06 April 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top