16. It's Time to Pay


Taken by you 2

###

Part 16

It's Time to Pay

###

Buat para readers, tolong dong, kasih komen tentang kekurangan kekurangan di cerita cerita author. Darius, Keydo atau Alan. Komentar kalian banyak membantu author dan pastinya bermanfaat untuk karya author ke depannya.

Enjoy it....

###

Pandangan Finar masih menerawang ketika Ale mendudukkannya di pinggir ranjang. Masih begitu jelas ketakutan menyergapnya sekalipun sosok yg di takutinya belum menampakkan batang hidungnya. Tapi bukan itu yg terpenting, yg terpenting saat ini adalah memeriksa kaki wanita itu. Iapun berlutut di bawah dan memegang kaki kiri Finar memeriksa.

"Apa yg kau lakukan?" Finar tersadar dari lamunannya dan beringsut menjauh menarik kedua kakinya dari jangkauan Ale.

Ale mendongak, "Aku hanya ingin memeriksa seberapa parah luka di kakimu."

'...luka di kakimu?' Finar mengulangi jawaban Ale. Keningnya berkerut tak mengerti sebelum menundukkan kepalanya untuk melihat kakinya yg tiba tiba saja terasa sakit dan perih. Bercak bercak darah mengotori lantai marmer tempat kedua kakinya berpijak dan di sekitarnya. Ia bahkan tak menyadari kakinya terluka.

Saat Finar masih syok menyadari keadaan kakinya, Ale pun merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sapu tangannya untuk membalut luka yg paling parah di kaki kiri Finar. Dan saat itulah ada sosok lain memasuki ruangan tersebut. Menyebarkan aura memekikkan ke seluruh ruangan.

"Keluarlah, Ale!" Keydo berdiri di ambang pintu yg terbuka dan memegang handle pintu siap untuk menutupnya saat Ale sudah keluar.

Tubuh Finar gemetar. Ketakutan menatap mata Keydo yg terlihat di penuhi bada yg akan siap menerjangnya habis habisan. Melupakan rasa sakit dan perih di kakinya.

"Sebentar, Key..."

"Keluar, Ale. Sekarang!" Keydo tak butuh waktu untuk mendengarkan bantahan Ale lebih lama lagi. Kalau perlu ia akan menyeret pria itu jika tidak segera beranjak dari ruangannya.

Ale tahu bahwa bosnya itu benar benar sudah berada di batas ambang pertahanannya untuk menerima jawaban maupun bantahan. Iapun bangkit berdiri dan segera melangkahkan kakinya untuk keluar ruangan tanpa kata kata lagi.

Braakkk....

Bunyi suara pintu kamar yg di banting oleh Keydo membuat Finar terlonjak kaget. Meskipun ia sudah tahu pria itu akan membantingnya ketika Ale sudah berada di luar ruangan tersebut. Dari tatapan mata Keydo yg menyala penuh amarah siap membakarnya.

Dengan gerakan tiba tiba, Keydo melangkah mendekati Finar yg beringsut naik ke atas ranjang menyadari gerakan pria itu. Dan dengan gesit, Keydo menangkap Finar. Mencengkeram rahang wanita itu dengan kasar menggunakan tangan kanannya.

Cengkeraman itu terasa sangat keras dan menyakitkan. Membuat Finar merintih pelan dengan sudut matanya yg mulai basah. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengaduh walaupun ia ingin. Dan ia tahu pria itu sangat puas dengan ketakutannya.

"Berani sekali kau mengacaukan pestaku." Geran Keydo dengan nafasnya yg sedikit terengah oleh kemarahannya yg tertahan. "Berani sekali kau mempermalukanku di depan para tamu tamuku."

Finar tidak bisa menjawab. Genggaman tangan Keydo sangat menyakiti rahangnya sehingga ia tidak bisa menggerakkan mulutnya. Dan kalaupun ia mampu berkata kata, ia juga tidak berani menjawab kalimat Keydo. Air mata mengalir di wajahnya.

Seringai di bibir Keydo semakin melebar melihat air mata mengalir di wajah Finar. Bibirnya terasa sangat dekat dengan bibir Finar ketika mendesiskan kata-katanya dengan nada mengejek, "Kenapa kau menangis, sayang? Aku bahkan belum menghukummu untuk membayar kekacauanmu malam ini."

Jemari Finar yg memegang pergelangan tangan Keydo demi mengurangi rasa sakit itu tidak membantunya sedikitpun. Cengkeraman itu masih sangat sakit.

"Bukan karna aku tidak bisa. Tapi karna masih ada yg harus ku bereskan di bawah sana."

Finar semakin terisak karna rasa sakit di rahang dan kakinya mulai rak tertahankan. Belum lagi rasa sakit di hatinya karna ketidak berdayaannya untuk melawan Keydo dan ketakutan yg sudah benar benar menguasainya.

"Jika kau memang sangat ketakutan seperti ini, seharusnya kau memikirkannya berulang ulang tadi sebelum kau melakukannya. Bahkan seharusnya kau sama sekali tidak boleh memikirkan rencana apapun untuk menantangku."

Kepala Keydo menunduk. Dan sejenak Finar merasa pasti bahwa pria itu akan menciumnya. Dengan kasar dan penuh pemaksaan seperti waktu itu. Dan ia tahu ia tak akan bisa melawannya sekalipun pria itu akan mencabik cabiknya. Tetapu entah kenapa, tiba tiba leher Keydo menjadi kaku dan mengurungkan niatnya.

Dan sebelum pria itu mendorongnya menjauh ketika melepaskan cengkeramannya dengan kasar, Keydo menggeram marah penuh ancaman, "Aku bukan hanya mampu berbuat kejam padamu, Finar. Tapi aku tidak akan segan segan untuk membunuhmu jika kau masih bersikeras melawanku. Sekalipun kau adalah kesayangan Alan." Dan setelah pria itu menyelesaikan ancamannya, ia membalikkan badannya. Melangkah keluar sambil berteriak memanggil asistennya.

Ale menatap prihatin pada kondisi Finar yang menyedihkan dan tak karuan ketika Keydo sudah keluar dari ruangan tersebut. Riasannya sudah tak berbentuk lagi karena air mata yg membasahi wajah wanita itu. Saputangan yang tadi di gunakan untuk membalut luka di kaki Finar, kini tergeletak di lantai. Sprei satin abu-abu yang membungkus ranjang tampak kusut di bagian pinggirnya. Dan noda -noda darah dari luka Finar juga tampak mengotori sprei tersebut.

"Bereskan semua ini." Sejenak Keydo menatap Finar lagi dan membanting pintu di belakangnya dengan marah.

Finar masih terisak ketika pintu kamar kembali terbuka dan Ale masuk ke dalam. Melangkah menghampirinya .

"Kau benar-benar nekat melawan Keydo seperti ini." Ale bergumam lirih sambil mengangkat tubuh Finar dari atas ranjang. Lalu menggendongnya menuju sofa yang ada di tengah kamar Keydo dan mendudukkannya di sofa tunggal.

Pintu kembali terbuka, dua orang pelayan berpakaian seragam masuk membawa sebuah baskom dan sebuah kota P3K. Kedua pelayan tersebut melangkah menghampiri Ale dan menyerahkan barang -barang tersebut kepada Ale.

"Terima kasih. Dan tolong ganti sprei itu dan bersihkan lantainya." Perintah Ale dengan sopan.

Kedua pelayan itu mengangguk patuh dan langsung memulai pekerjaannya. Salah satu berjalan menuju ranjang untuk melepaskan sprei dan yang lainnya berjalan keluar.

Ale meraih salah satu kaki Finar dan mengamatinya dengan seksama. Memeriksa luka-luka yang di karenakan pecahan-pecahan mangkuk besar es buah. Dan sepertinya kaki kiri yg mengalami luka paling parah, mungkin karna belahan samping gaun Finar yang tinggi tidak dapat melindungi kulit mulus tersebut dari pecahan yg berhambur. Beruntung telapak kakinya tak mengalami luka yang lebih parah karna Keydo menahan langkah Finar sebelum wanita itu menyadari pecahan yg ada di hadapannya dan menginjaknya.

Ale pun mengambil kapas dan mencelupkannya ke dalam cairan antiseptik. Kemudian mengusap luka tersebut. Ale memperlembut gerakannya ketika Finar mengerang lemah atas sentuhan pertama kapas itu.

"Maaf..." Ucap Ale pelan mencoba menenangkan Finar, "Ini akan terasa sakit, tapi luka ini memang harus di bersihkan sebelum di obati."

Finar hanya diam. Ia sudah terlalu lelah untuk mengucapkan kata-kata bahkan walaupun untuk merintih lagi. Iapun hanya mengangkat tangannya sebagai tanda pada Ale untuk melanjutkan kegiatannya dan menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan rasa perih tersebut.

Sekali lagi Ale mengusap luka-luka itu dengan cairan antiseptik dan membersihkannya. Sesekali ia mendongak dan melihat kernyitan di kening wanita itu selama proses berlanjut.

"Selesai." Ucap Ale setelah lima belas menit kemudian. Sambil membereskan barang-barang yang di gunakannya. Dan setelah selesai, ia membungkukkan badannya berniat mengangkat Finar kembali ke atas ranjang yg sudah rapi dan bersih. Namum Finar mencegahnya.

"Aku bisa berjalan sendiri." Ucap Finar menepis tangan Ale. Walaupun memang masih terasa sakit, tapi ia masih kuat jika hanya berjalan menuju ranjang.

"Oke. Kalau begitu aku pamit dulu. Kalau butuh apa-apa kau bisa memanggil pelayan." Jawab Ale kembali menegakkan badannya. Mengangkat baskom yang kini sudah terlihat kemerahan isi di dalamnya. Lalu melangkahkan kakinya menuju pintu setelah mengucapkan selamat beristirahat dan menyuruh Finar untuk mengganti gaunnya agar bisa beristirahat dengan nyenyak.

###

"Bagaimana lukanya, Bian?" Tanya Keydo pada seorang pria muda berkaca mata yang mengenakan jas putih. Sebuah stetoskop yang menggantung melingkari lehernya menunjukkan bahwa dia adalah seorang dokter.

"Tidak ada yang serius pada luka-lukanya. Juga tidak ada pecahan-pecahan yang menempel di lukanya seperti yang kau khawatirkan, Keydo." Jawab dokter itu ramah.

Keydo mengernyitkan keningnya, 'Seperti yang dia khawatirkan?'

Memangnya kapan dirinya mengatakan bahwa ia mengkhawatirkan kalau masih ada sisa pecahan-pecahan kaca di kaki Finar yang terluka?
Ia menyuruh Bian memeriksanya karna mungkin saja tadi malam Ale tidak bersih saat membersihkan luka di kaki Finar. Kemudian ada pecahan kaca yang masih menempel dan hal itu akan menyebabkan luka Finar terinfeksi. Yang akan semakin merepotkan nya. Dan bukannya di mengkhawatirkan keadaan Finar. Namun baru saja ia akan menjelaskan hal itu secara gamblang pada Bian...

"Aku akan memberikan salep agar lukanya tidak membekas dan obat pereda sakit saja. Ini resepnya." Bian menyodorkan secarik kertas putih kecil pada Keydo. "Aku pamit dulu."

Keydo hanya mengangguk kecil, menengok Bian yang melangkah keluar dari kamarnya. Kemudian menunduk menatap secarik kertas yang di pegangnya. Ada sedikit kelegaan sebenarnya mendengar luka Finar tidak terlalu serius. Walaupun bukan kelegaan seperti yang di harapkannya. Wanita itu selalu membuatnya kesal bukan main. Selalu menantangnya dan membuatnya gusar. Yang pada akhirnya kelakuannya itu malah membuat dirinya sendiri tersiksa oleh kemurkaan seorang Keydo Ellard.

Awalnya Keydo menikahi Finar hanya ingin menunjukkan pada Finar bahwa wanita itu telah bermain dengan api dan membuatnya jengah. Selama hampir setahun ia membiarkan Finar dalam pengawasannya hanya untuk mengetahui seberapa takutnya wanita itu pada dirinya. Dan ada sedikit kepuasan karna wanita itu memilih melarikan diri menjauhi keluarga dan kehidupan mewahnya karna takut pada dirinya.

Dan sekarang... yang tidak bisa di mengerti Keydo adalah, 'Seberapa besarpun ketakutan Finar pada dirinya, wanita itu masih bersikeras untuk melawannya. Dan dengan hukuman yang di berikannya, tetap saja wanita itu masih berkali-kali mengulangi kebodohannya.'

Entah karna wanita itu benar-benar tidak tahu seberapa mampu Keydo akan berani menyakitinya atau karna wanita itu benar-benar bodoh.

Lamunannya tersadar saaat menyadari gerakan panik dari atas ranjang. Keydo mendongak dan melihat Finar yang sudah tersadar dari alam mimpinya. Dan sepertinya mimpi buruk, pikir Keydo.

Finar terbangun, tertarik dari kegelapan pekat yang sangat menyiksanya selama setahun terakhir ini. Kenapa mimpi buruk itu datang lagi setelah beberapa hari terakhir mimpi itu tidak datang? Setelah ia merasa sudah membayar kesalahannya pada Keydo dengan di paksa menjadi pengganti pengantin pria itu yang kabur. Ia bahkan sudah terlalu lelah menyesali semua itu. Setelah pernikahan mereka ataupun selama setahun terakhir ini. Nyatanya penyesalan itu tak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sama sekali untuknya. Hanya bisa meratapi.

Tangannya memegang dadanya, berusaha menenangkan jantungnya yang berpacu dan nafasnya yang ngos-ngosan. Seakan habis berlari marathon berkilo-kilo meter jauhnya.
"Mimpi buruk, Finar?" suara Keydo membawa Finar kembali ke kesadarannya yang masih belum penuh.

Finar menoleh dengan waspada mencari asal suara. Mendapati Keydo yang sedang duduk menyilangkan tangan di depan dadanya. Pria itu terlihat santai dengan punggung yang di sandarkan di sandaran sofa. Iapun beringsut menjauh walaupun jarak di antara mereka sudah cukup jauh. Dan tingkahya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Keydo yang tajam.

"Apakah ketakutanmu padaku sampai terbawa ke mimpimu?" Keydo terkekeh geli. Menertawakannya.

Kurang ajar, batin Finar dalam hati. Dia ketakutan setengah mati dengan bersusah payah menhirup udara untuk bernafas karna efek dari mimpi buruknya, di tambah mimpi buruk itu karna ketakutannya pada Keydo. Tapi, pria itu malah menertawainya dengan duduk santai penuh keangkuhannya.

"Sebegitu takutnyakah kau padaku, sayang?"

"Aku tidak takut padamu, Keydo." bantah Finar. Tidak akan akan pernah ia mengakuinya, "Dan aku tidak memimpikanmu."

"Benarkah?" Keydo terkekeh. Sebenarnya ia tidak tahu mimpi buruk apa yang di impikan wanita itu, Tapi sikap dan jawaban itu malah memberitahunya kebenarannya. Ada sedikit perasaan yang mengganggu pikirannya menyadari dirinya berada di dalam mimpi buruk Finar yang membuat wanita itu ketakutan setengah mati. Apa sebegitu menakutkannyakah dirinya bagi wanita itu?

Mimpi buruk? Dengan ketampanan dan keseksiannya, tidak bisakah ia datang ke dalam mimpi para wanita dengan semua pesonanya dan daya tariknya?

"Kalau begitu seharusnya kau takut, Finar. Karna kau sangat tahu apa yang mampu kulakukan padamu." suara Keydo tajam dan penuh peringatan.

Finar membeku. Ya, Keydo sangat mampu melakukan semua jenis kekejaman. Sedikit banyak hal itu membuat tubuhnya gemetar karna ketakutan. Namun harga dirinya berteriak bahwa dirinya benci terlihat sangat lemah dan tak berdaya di hadapan pria angkuh dan kejam itu.

Dan tiba-tiba pandangan matanya membuat pikirannya terhenti. Melayang saat ia akan tertidur tadi malam.

Ketika Ale menutup pintu selesai mengobati lukanya, Finar bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ranjang. Merebahkan badannya dan meluapkan kesedihannya melalui air mata yang sepertinya tidak bisa berhenti mengalir. Sampai akhirnya ia kelelahan menangis dan tertidur. Dan satu ingatan yang sangat jelas di kepalanya, ia belum sempat mengganti gaunnya sampai kegelapan menutupi matanya. Namun, kenapa sekarang saat ia terbangun, ia sudah tidak memakai gaun merahnya tersebut?
Matanya membelalak mendapati tubuhnya yang mengenakan jubah tidur berwarna merah marun. Mungkinkah...

"Aa...pa..." Lidahnya terasa keluh, menatap Keydo dengan pandangan menuduh.

"Ya, tentu saja aku yang mengganti pakaianmu." Keydo menjawab pertanyaan yang tak sanggup di selesaikan Finar. "Aku tidak mau gaunmu mengotori spreiku." Keydo berdiri, melangkah menghampiri Finar.

Mata Finar semakin melebar. Ia tak bisa membayangkan Keydo yang melepas semua pakaiannya saat ia tidak sadarkan diri. "Kau bisa membangunkanku."

"Begitukah caramu berterima kasih, Finar?" bibir Keydo membentuk senyum mencemooh.

"Kau yang mencari kesempatan dalam kesempitan." Finar mendesis. "Mimpi saja kau."

Keydo berhenti ketika langkanya sudah berada tepat di sebelah ranjang. Senyum lenyap tak bersisa dari wajahnya, matanya yang tajam terasa menusuk tepat di manik Finar. Dan ketika bibirnya terbuka, suara yang keluar mampu membuat seluruh tubuh Finar membeku. Menyesali kata-kata yang keluar dari mulutnya baru saja. Seharusnya ia sudah cukup mengusik Keydo dengan kakacauan tadi malam. Seharusnya ia tidak mencari gara-gara lagi.

"Saatnya kau membayar kekacauanmu tadi malam, my dear Finar."

###

Jangan lupa vote dan commentnya ya...

Friday, 31 March 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top