12. In the Heart

Taken by you 2

###

Part 12

In the Heart

###

'Sial!'

Finar mengumpat dalam hati mendapati celana dalamnya sudah bersih dari noda merah. Sambil memejamkan mata ia menyentuhkan dahinya di pintu kaca shower.

Keberuntungan benar-benar sudah meninggalkannya. Ia tak punya alasan lagi menolak Keydo untuk menyentuhnya. Bahkan pria itu benar-benar melakukan niatnya untuk memperpanjang bulan madu ini karena haidnya. Mengganti hari mereka yang sia-sia karena pria itu tidak bisa menyentuh tubuhnya selama ia mendapat haid.

Menggores dadanya ketika mengingat Keydo terang-terangan membenarkan bahwa dirinya hanyalah pelampiasan nafsu pria itu saja. Dan sekarang, haidnya sudah selesai. Membuatnya merasa sangat sakit hati karena tidak bisa menghindar untuk diperlakukan sebagai pelampiasan nafsu pria itu.

"Kenapa kau lama sekali di kamar mandi?" Suara Keydo menyambutnya begitu Finar melewati pintu kamar mandi.

Finar menoleh. Hampir terlonjak ketika mendapati Keydo bersandar di pinggiran pintu kamar mandi. Menunggunya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Finar balik bertanya.

"Sudah berapa kali aku katakan padamu. Jangan pernah mengunci pintu kamar mandi lagi." Keydo mendesis tajam. "Atau kau ingin aku menyuruh orang untuk membongkar kuncinya?"

Mata Finar membesar tak percaya dan menjawab dengan kesal. "Aku sedang mandi, Keydo. Bagaimana mungkin aku tidak menguncinya?"

"Aku benci sekali menunggu. Dan apa bedanya kau sedang mandi atau tidak. Kau telanjang pun aku sudah pernah melihatmu. Memangnya apa yang ingin kau sembunyikan?"

Wajah Finar langsung memerah karena saking malunya. Membuatnya membuang muka dan mata terpejam tak sanggup bertatapan lebih lama lagi dengan Keydo. 'Si mesum!' erangnya dalam hati sambil melangkah melewati pria itu tanpa menoleh lagi.

"Oh ya. Bukankah ini hari keenam?" Pertanyaan Keydo menghentikan langkah kaki Finar menuju ke arah ranjang.

Finar berbalik dan menatap Keydo dengan kening berkerut sambil menggumam lirih. "Hari keenam?"

Keydo menyeringai, matanya menatap tepat di manik mata Finar penuh maksud tersembunyi. Begitu pun senyumnya. "Haidmu."

Sebelumnya wajah Finar sudah cukup merah karena malu oleh kalimat vulgar Keydo dan kini wajahnya terbakar oleh satu kata yang keluar dari mulut Keydo. Membuatnya menelan ludah, berharap kegugupannya ikut tertelan. Nyatanya pandangan mata Keydo yang seakan menelanjanginya membuatnya semakin gugup.

"Apa kau sudah bersih?" Seringai di bibir Keydo semakin melebar. Menegakkan punggung dan mengangkat kakinya untuk melangkah menghampiri Finar.

"Bu... bukankah kau mau ke kamar mandi?" Suara Finar terbata-bata. Melangkah mundur sambil mengetatkan tali jubah mandinya waspada.

Keydo terdiam. Ya. Ia memang akan mandi, tapi itu bisa ditunda. Mengamati wajah Finar semakin intens. "Sekalian berkeringat tidak masalah."

Finar semakin gugup. Jantungnya berdebar semakin kencang ketika jaraknya dan Keydo semakin menyempit. "Hentikan, Keydo!"

"Kenapa?"

"Aku tidak suka kau menyentuhku!" tolak Finar. Menelan ketakutannya untuk melawan pria itu. Ia benci dimanfaatkan seperti ini.

"Dan aku menyukainya." Suara Keydo terdengar lambat dan sengaja menggantung tak peduli dengan kata-kata Finar.

"Aku benci kau memperlakukan aku hanya sebagai pelampiasan nafsumu saja." Sejenak pandangannya melirik ke arah kaki Keydo yang masih melangkah. Perlahan-lahan dengan gerakan yang disengaja untuk mempermainkan ketakutannya.

"Berhenti!" hardik Finar.

Langkah kaki Keydo terhenti. Bukan karena perintah yang diucapkan Finar, melainkan karena tiba-tiba saja ia tertarik ke mana arah pembicaraan istrinya itu.

Finar terdiam. Pandangannya masih tak lepas menatap ke arah Keydo penuh kewaspadaan sekalipun pria itu sudah menghentikan langkahnya. Akan tetapi, entah kenapa aura yang keluar dari tubuh pria itu tak bisa berhenti menakutinya tanpa alasan. Ia tahu diam pria berarti seperti bersiap menerkamnya.

"Lalu?" Salah satu alis Keydo terangkat, "Kau ingin aku menganggapmu seperti apa?"

Finar kehilangan kata-katanya untuk menjawab pertanyaan Keydo.

'Aku ingin menganggap Keydo seperti apa?'

Benar benar sialan...

Ia sendiri tak tahu ingin Keydo menganggap dirinya seperti apa?

"Istri?" Keydo bertanya kembali. "Aku sudah menganggapmu sebagai istriku. Dan kewajibanmu sebagai istri memenuhi kebutuhan suamimu di atas ranjang. Apakah aku salah?"

"Kau hanya menjadikanku pelampiasan nafsumu."

Keydo berdecak mencemooh. "Lalu? Apa kau ingin aku menganggapmu sebagai istriku kemudian melampiaskan nafsuku pada wanita lain?"

Ada goresan kecil mengusik hatinya ketika Keydo mengajukan pertanyaan itu padanya. Tiba-tiba ada perasaan benci membayangkan pria itu meniduri wanita lain, tapi apa pedulinya. Ia lebih benci lagi Keydo hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsu saja.

"Apa yang kau inginkan dariku agar kau berhenti berpikir bahwa kau hanya pelampiasan nafsuku, Sayang? Walaupun bagiku sama saja." Keydo mengangkat bahunya ringan. "Bukankah sebagai istriku, sudah sewajarnya aku menidurimu. Yang kau anggap sebagai pelampiasan nafsuku."

Kalimat Keydo yang berbelit-belit sejenak membuat Finar bingung. Sampai kemudian ia menyadari kebenaran kata-kata pria itu dan menatapnya penuh kebencian. "Aku benci ketika kau menyentuhku."

"Tidak ada bedanya bagiku kau membenciku atau tidak, Finar. Kau tetaplah istriku. Istri sahku."

"Tapi kau tidak memperlakukanku seperti suami pada umumnya memperlakukan istrinya. Penuh kasih sayang dan cinta." Seketika ia menyelesaikan luapan emosinya yang tanpa diduga muncul ke permukaan, seketika itu juga ia menyesali semua kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Mengerang frustasi ketika menyadari kata-katanya yang tidak tahu malu itu hanya menunjukkan betapa ia seakan-akan menginginkan Keydo memperlakukannya seperti sepasang suami istri yang saling mencintai.

Keydo tertegun.

'Penuh kasih sayang?'

'Dan cinta?'

Wajah Keydo berubah datar. Ia sama sekal tidak keberatan untuk memperlakukan Finar dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Bagaimana pun, wanita ini adalah istrinya yang juga adik dari sahabatnya. Tapi cinta? Hatinya sudah membeku untuk satu kata yang ia anggap tabu itu. Tidak ada lagi kata cinta dalam kamus hidupnya.

"Aku sama sekali tidak keberatan kalau kau mencintaiku, Finar. Dan aku akan memperlakukanmu seperti istriku sebagai balasannya." Keydo mengedikkan bahunya sambil mengayunkan kedua tangannya sambil lalu."...Sekalipun aku memang sudah melakukannya walaupun kau belum mencintaiku."

Finar hanya terdiam. Ya. Selama ini Keydo memang sudah memperlakukannya dengan lembut dan baik, tapi dilihat dari keadaan hatinya, ia menerima semua perlakuan pria itu juga karena di bawah pemaksaan Keydo. Di bawah ancaman yang keluar dari mulut kejam suami sialannya itu.

"Tapi jangan harap aku bisa membalas cintamu, karena aku tidak melakukan hal-hal semacam itu," lanjut Keydo menambahkan.

Finar mendengkus, "Lebih baik tetap memendam perasaan cintaku pada Layel dari pada harus mencoba mencintaimu yang pada akhirnya akan berakhir dengan bertepuk sebelah tangan. Kau pikir aku bodoh mau menyia-nyiakan perasaan berhargaku untukmu?"

"Jangan bawa-bawa nama pria lain dalam hubungan ini, Finar," desis Keydo di antara bibirnya yang menipis. Matanya menajam dan berubah dingin ketika nama sepupu sialannya itu di ungkit-ungkit. Ia benci ada siapa pun di dalam hubungan pernikahannya dengan Finar.

Selain karena ia memang butuh menikah di usianya yang sudah berkepala tiga dan untuk melanjutkan garis keturunannya. Salah satu tujuan pernikahan ini adalah untuk melupakan semua kisah cinta yang masih membekas di dadanya. Ia tidak akan memulai kisah cintanya untuk kedua kalinya. Akan menutup lembaran yang sudah rusak dan membuangnya jauh-jauh dari kehidupan barunya. Kehidupan baru yang bersih, aman dan bisa dipercaya. Dari pernikahannya dengan Finar.

"Aku ingin pernikahan kita bersih dari siapa pun dan apa pun segala macam bentuk pengkhianatan. Dan aku yakin kau tahu apa maksudnya," lanjut Keydo.

"Kau ingin hubungan bersih?" Finar tertawa hambar. Bibirnya terangkat menyeringai ketika berkata dengan nada mencemooh. "Memangnya apa yang kau harapkan dari kita berdua, Keydo? sementara kita berdua tahu kalau hati kita masih menyimpan orang lain."

Tatapan Keydo semakin menajam dan dingin. Kalimat terakhir Finar membuat dadanya bergemuruh panas. Hatinya membeku. Dan tidak ada siapa pun yang tersimpan di sana. Ia sudah melupakan dan membuangnya jauh-jauh.

"Aku juga tidak mau berusaha mencintaimu. Hanya akan menyia-nyiakan perasaan cintaku untukmu. Membuang-buang tenaga dan waktuku hanya untuk pria semacam kau."

"Aku memperingatkanmu, Finar." Keydo menggeram. Menahan amarahnya di telapak tangan yang tergenggam erat hingga menampakkan buku-buku jarinya yang memutih. "Kau tidak akan menyimpan siapa pun di hatimu. Begitu pun diriku."

"Itu hanya menunjukkan kalau kau masih mencintai Herren, Keydo."

"Hentikan ocehanmu!!" Keydo memperingatkan sekali lagi. Matanya bersinar kejam ketika menatap tepat di manik mata Finar. "Kau tidak tahu apa-apa tentang diriku."

Tubuh Finar gemetar. Saking takutnya dengan tatapan kejam dan penuh ancaman yang dilemparkan Keydo padanya. Ia takut, sekaligus benci dengan ketakutannya itu. Membuatnya mendongakkan dagu tinggi-tinggi dan melemparkan tatapan perlawanannya pada pria itu. Sekaligus melawan ketakutannya sendiri. "Jangan menyangkalnya, Keydo. Kita sama-sama tahu, bahwa di dalam hatimu sana, kau masih sangat mencintai Herren."

Dan secepat Finar menyelesaikan kalimatnya, ia tak menyadari gerakan tiba-tiba Keydo yang menghambur ke arahnya secepat kilat. Ia bahkan tak sempat mengangkat kaki untuk bergerak menghindar. Keydo menariknya ke dalam pelukan pria itu. Menekankan tubuhnya untuk menempel di tubuh Keydo dan mencengkeram belakang kepalanya sebelum membawanya ke wajah pria itu.

'Cukup sudah!' geram Keydo dalam hati. Jika kata-kata Finar tadi cukup membuat hatinya panas, sekarang kata-kata penutup wanita itu mampu membuatnya terbakar. Ia harus menutup mulut tak tahu diri itu.

Finar meronta. Memukul-mukul apa pun yang bisa dicapai kedua tangannya untuk menyakiti tubuh keras Keydo. Membuatnya semakin frustasi karena Keydo sama sekali tak berpengaruh dengan pukulannya. Kecuali lengan Keydo yang semakin mengetat di pinggangnya yang membuat dadanya semakin sesak. Cengkeraman pria itu di rahangnya juga semakin keras. Ditambah ciuman dan lumatan Keydo di bibirnya yang kasar dan disengaja untuk menyakitinya. Sangat menyakitinya hingga ia kehabisan nafas.

Sampai akhirnya ia berhenti meronta. Kehabisan tenaganya untuk melawan kehendak pria itu. Menjerit dalam hati hingga rasanya jeritan itu menyakiti telinganya sendiri. Hanya satu yang bisa ditahannya.

Air matanya.

Ia tidak akan menunjukkan kelemahannya pada pria itu.

'Tidak akan pernah!!'

"Kuharap kau tidak akan melupakan ciuman kasarku ini, Finar." Suara Keydo dingin dan penuh peringatan mutlak. "Sebagai hukuman karena berani menantang dan membuatku marah."

Finar terhuyung ke belakang ketika Keydo melepas pelukannya dan mendorongnya menjauh. Nafasnya masih terengah-engah karena ciuman kejam Keydo. Semakin sial karena pria itu bernafas dengan tenang, tak kehabisan nafas seperti dirinya.

Keydo benar-benar sengaja menyakitinya.

Finar hanya bisa menatap penuh amarah tanpa bisa meluapkannya ketika Keydo membalikkan badan masuk ke dalam kamar mandi. Menggenggam kedua telapak tangannya menatap punggung pria itu menghilang di balik pintu kamar mandi. Mengabaikan rasa sakit di telapak tangan karena saking kencangnya ia menggenggam.

'Baiklah...'

'Jika itu maumu, Keydo.'

'Tapi aku tidak akan membuatnya semudah itu,' sumpah Finar dalam hati.

***

Finar memperbaiki riasan wajahnya. Sekali lagi menatap bayangan wajahnya di cermin yang dirasanya sudah cukup sempurna. Mengambil tas yang ia tahu tidak ada apa-apanya. Ia tak punya ponsel. Tak punya uang atau apa pun untuk disimpan di dalam tas mewah itu. Ia hanya bisa menjadikan tas itu sebagai aksesoris yang cocok untuk gaun merahnya.

Beberapa menit setelah Keydo keluar dari kamar hotel mereka sejam yang lalu. Ia memeriksa pintu kamarnya yang tak terkunci. Lalu memilih mencari udara segar daripada berdiam diri di dalam kamar sementara suaminya bersenang-senang di luar sana. Setidaknya ia bisa menikmati liburan bulan madu mereka yang mahal ini, bukan? Mengumpulkan tenaga untuk persiapan melawan Keydo.

Akan tetapi semua tak berjalan sesuai dengan perkiraannya. Saat ia baru menginjakkan langkah pertamanya keluar dari kamar hotel dan menabrak seseorang.

"Maaf," kata Finar dengan suaranya yang sedikit bergetar. Wajahnya mendongak, melihat seorang pria yang memakai setelan jas serba hitam. Tubuhnya kekar dan berwajah seram. Membuatnya semakin gemetar ketakutan karena melihat penampilan pria yang ditabraknya.

Pria itu tak menjawab. Memasang wajah tanpa ekspresinya.

Kemudian Finar berjalan menyamping karena pria itu hanya diam membeku di tengah lorong menghalangi jalannya. Namun langkahnya terhenti oleh lengan pria itu yang tiba-tiba menghadang di depannya. Ia tersentak kaget dan mendongak sekali lagi melihat wajah seram itu dengan ketakutan yang menyerbu.

'Apa yang akan dilakukan pria ini?' Finar membatin.

"Maaf, Nyonya dilarang keluar kamar," kata pria itu menjawab pertanyaan yang tersirat di wajah Finar.

'Nyonya?' Kening Finar bertaut tak mengerti, "Kenapa?"

"Mr. Ellard melarang anda meninggalkan kamar."

"Apa?!" Mata Finar melebar tak percaya, sangat jelas maksud ucapan pria seram itu. Berbagai macam umpatan meluap di kepalanya.

Ia tak percaya Keydo akan mengurungnya di dalam kamar. Bukankah pria itu bilang ia boleh menikmati liburannya?

'Apa Keydo berubah pikiran karena marah padanya?'

'Karena Herren?'

Dan ini sama sekali tak bisa diterima Finar. Ia menatap pria itu penuh kemurkaan seakan sosok di hadapannya adalah seorang Kaheza Keydo Ellard.

"SINGKIRKAN TANGANMU DARI HADAPANKU!!" maki Finar dengan suara lantangnya. Hilang sudah ketakutannya terhadap pria seram itu. Digantikan amarah yang meluap karena Keydo.

Pria seram itu sama sekali tak terpengaruh dengan makian Finar. Hanya menunduk hormat dan berkata, "Maaf, Nyonya."

"Aku hanya ingin jalan-jalan sebentar. Apa itu tidak boleh?" Finar sedikit melunak. Tak ada pengaruhnya ia menyia-nyiakan suara kerasnya yang cukup menguras tenaga.

Pria itu diam. Menandakan jawaban tidaknya.

"Kau boleh mengikutiku."

"Mr. Ellard melarang anda meninggalkan kamar. Jika Nyonya memaksa, saya terpaksa harus memaksa anda kembali ke dalam."

Finar menghela nafasnya. 'Sial, sial, sial kau Keydo!

Matanya terpejam dan kedua tangannya terkepal menahan kemarahan yang bergemuruh memenuhi dadanya.

Ia tak bisa berontak begitu saja dengan pria bertubuh besar tersebut. Akal sehatnya mengatakan bahwa ia tidak akan menang jika harus berhadapan dengan pria bertampang menyeramkan ini. Dari perbedaan fisik saja terlihat sangat jelas kalau ia kalah besar yang mengartikan ia juga kalah kuat, dan kalah karena dia seorang wanita yang tentu saja lebih lemah.

"Baiklah." Finar mengalah, "Tapi bisakah aku bicara dengan suamiku?" Ia menekan nadanya di kata terakhir. "Aku tidak punya ponsel, dan aku tahu kau punya ponsel untuk menghubunginya."

Pria itu hanya diam. Mengamati sebelum kemudian tampak mempertimbangkan apakah ia harus mengabulkan permintaan Finar atau tidak? Tadi tuannya itu hanya berpesan untuk melarang istrinya keluar dari kamar hotel mereka.

"Ayolah. Aku hanya ingin bicara dengan suamiku. Bagaimana pun aku adalah istri dari bosmu. Bukankah kau juga harus menuruti perintahku juga?" bujuk Finar penuh kemuakan di dalam hatinya. Harus mengakui hubungan antara dirinya dan Keydo melewati mulutnya sendiri, tapi jika apa yang dimilikinya bisa menjadi senjata buatnya...

'Ya kenapa tidak?' batin Finar dalam hatinya.

Selama beberapa detik pria itu masih tampak mempertimbangkan, kemudian pria itu menurunkan lengan dan merogoh saku jas untuk mengeluarkan sebuah ponsel. Menekan beberapa tombol sebelum menempelkannya di telinga menunggu jawaban dari seberang.

"Ada apa, Mike?" jawab Keydo dari seberang dengan nada datar dan dingin, "Apa ada masalah?"

"Istri an..." Pria itu tak menyelesaikan kalimatnya.

"Aku yang menyuruhnya menghubungimu." Finar merebut ponsel itu dan memotong kalimat Mike.

Keydo hanya tersenyum kecil mengetahui Finar sudah bertemu dengan pengawalnya, Mike. Yang menandakan wanita itu pasti mencoba keluar dari kamar hotel mereka. "Ahh... istriku."

Finar mendengkus kesal. Ia tahu Keydo saat ini tersenyum puas mengejeknya. "Apa maksudmu menempatkan pengawal di depan kamar untuk menjagaku, Keydo?"

"Bukankah kau sudah tahu alasannya," jawab Keydo tak peduli.

"Aku hanya ingin jalan-jalan di sekitar hotel. Kau bilang aku boleh menikmati liburan ini. Bagaimana aku bisa menikmatinya jika kau mengurungku di dalam kamar?"

"Hmmm..." Keydo menggumam. "Aku berubah pikiran. Itu hukuman kedua karena kau menantang dan membuatku marah."

"Apa?!" Mata Finar melotot tak percaya. Marah?! Sudah tentu. "Kau benar-benar sudah gila, Keydo. Kau pria paling kejam yang ada di hidupku. Aku membencimu. SANGAT MEMBENCIMU!!!" teriak Finar frustasi. "AKU BERSUMPAH KAU AKAN MENYESAL MELAKUKAN INI PADAKU...."

***

Repost

Tuesday, 20 August 2019



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top