9

TAKDIRKU punya baju baru... hadiah dari Aliyakimber .... semoga kalian sukaaaa...



Bima pov

Aku sudah mulai kehilangan kebebasan. Hampir dua minggu tinggal di kapal ini, membuatku merasa bagaikan dipenjara. Karena biasanya aku bisa bebas pergi kemanapun. Tempat tinggalku sekarang masih di kapal penangkap ikan. Kalian mungkin tidak percaya kalau kukatakan aku tidur di sebuah kotak berukuran tujuh puluh lima kali seratus delapan puluh sentimeter. Dengan tinggi hanya delapan puluh sentimeter. Àku tidak bisa tidur dengan posisi lurus. Juga tidak bisa duduk karena langit langit yang rendah

Ya, itu adalah tempat tidur para ABK di kapal yang terbuat dari kayu ini. Beberapa potong pakaian ku letakkan dibagian kepala sebagai pengganti bantal. Kalau kalian bertanya apakah nyaman? Jelas tidak! Tetapi sekali lagi aku sudah terbiasa dengan hal hal yang tidak nyaman. Di penjara jauh lebih menyedihkan dari pada disini.

Selain memantau keadaan di darat melalui telepon satelit. Aku menghabiskan waktu dengan memancing dan menangkap ikan. Kami bisa berhari hari di tengah laut. Kadang kami bertemu dengan kapal patroli. Tapi mereka tidak pernah curiga. Toh kapal nelayan kecil tidak memerlukan surat surat untuk ABK bukan?

Aku masih belum bisa keluar dari sini. Karena polisi masih mencari keberadaanku. Entah siapa yang sudah membocorkan namaku. Sementara itu klub masih berjalan. Nathan dan Agus yang pegang. Polisi bisa saja mengendus walau klub itu kepemilikannya masih atas nama almarhum ayah angkatku. Sebenarnya aku belum benar benar bangkrut. Masih ada sejumlah rekening atas namaku yang tersebar dibeberapa bank swasta di Singapura dan Swiss.

Selain itu hal yang paling menyebalkan adalah bahwa aku harus menerima kemarahan Nathan sahabatku. Ketika tahu aku kena kasus ini, ia mengomeliku sampai tiga jam. Persis seperti ibu ibu yang mengetahui perselingkuhan suaminya. Aku anggap itu wajar karena selama ini dia mengira kalau aku sudah benar benar lepas dari bisnis haram. Padahal kenyataannya bisnis besar itu masih kupegang. Meski bukan aku pemainnya.

Siang ini aku sudah menyuruh anak buahku untuk mengirim sesuatu ke rumah bapak Andreas Wicaksono. Sesuatu yang mungkin akan membuat dia terkejut. Aku meminta anak buahku mengirimkan paketku dari semarang. Dari sini mereka membawanya secara hand carry.


***



Flash back

Seorang laki laki muda memasuki MGM tower di Macau. Sebuah tempat perjudian yang terkenal di seantero dunia.

Lelaki muda itu mengenakan kemeja hitam lengan panjang yang digulung sampai siku. Rambutnya yang berombak diikat menjadi satu kebelakang. Ia tampak menarik perhatian banyak orang karena kulitnya yang gelap. Bagi yang tidak tahu, orang mungkin mengira kalau ia keturunan Indian. Mengenakan celana hitam dan bersepatu dengan warna yang sama. Penampilannya tampak begitu percaya diri. Dia langsung menuju ketempat penukaran koin sebelum duduk disalah satu meja yang tersedia. Tampaknya dia sudah terbiasa berada di tempat itu. Dan sudah membuat janji dengan beberapa orang kenalannya.

Lelaki muda itu adalah Bima Wisesa. Seorang pengunjung tetap di MGM Macau. Tempat inilah yang selalu dikunjunginya ketika berada di luar negeri. Tidak berapa lama meja itu kembali kedatangan seorang tamu. Seorang pria dengan tampilan klimis. Bima mempersilahkan pria itu duduk di depannya. Mereka akhirnya terlibat percakapan singkat.

Kemudian satu persatu orang yang mereka tunggu datang hingga meja itu penuh. Setelah saling menyapa dan sedikit berbasa basi, masing masing orang meletakkan taruhan mereka di meja, sebelumnya seorang pegawai kasino sudah hadir untuk memimpin permainan.

Permainan kartu malam itu tampak seru. Terlihat dari beberapa orang yang terlibat didalamnya saling berinteraksi dengan intens. Beberapa wanita pendamping juga tampak menikmati. Walau akhirnya keberuntungan tetap harus berpihak kepada salah satu dari peserta.

Pria klimis tadi mengelap keringatnya dengan sapu tangan. Walau udara dalam ruangan sangat dingin tetapi kekalahannya malam ini mampu membuat keringatnya keluar. Dia kalah telak! Sementara Bima menang banyak. Bima memandang pria itu lalu mengetik sesuatu diponselnya

"Mau pakai punya gue dulu?" Tanya bima melalui forum chatting

"Yang dulu dulu juga belum gue lunasin"

"Memangnya gue pernah tagih? It's ok. Kita kan selalu berhitung setiap akhir bulan. So we are friend right?"

"Seratus ribu aja. Tar gue tanda tangan" akhirnya pria klimis mengambil keputusan.

Tak lama Bima mentransfer sejumlah uang dalam mata uang dollar ke rekening pria itu. Pria klimis itu mengangguk dan tersenyum senang. Pria itu adalah Pradipta Wicaksono.

***

Author pov

Tidak ada keluarga Dipta yang tahu tentang perilakunya diluar kecuali istrinya. Tetapi sang istri tidak mampu berkata apa apa. Karena di rumah Dipta sangat dominan. Selain itu dengan latar belakang keluarganya, Tasya tidak berani membantah Dipta.

Ayah Tasya adalah seorang pebisnis yang sudah bangkrut. Sementara ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Mereka tidak punya apa apa lagi. Kehidupan mereka hanya bergantung pada bantuan anak anak mereka. Termasuk Tasya didalamnya.

Bima bukan tidak tahu siapa Dipta. Karena itulah dia mau mendekatinya. Terutama karena ia mengetahui siapa ayah Dipta. Juga kemampuan Dipta menggunakan koneksinya dengan baik. Bima juga tahu bagaimana kehidupan rumah tangganya. Termasuk keadaan mertua Dipta dan bantuan bulanan yang harus dia berikan kepada sang mertua. Namun selama ini Bima belum melakukan apapun terhadap Dipta. Karena dia tahu suatu saat nanti tidak hanya Dipta yang harus membayar. Tetapi juga keluarganya. Segala sesuatu akan ada waktunya.

***

Bima pov

Jam tanganku menunjukkan waktu pukul sepuluh malam tepat. Kapal kami sudah berlayar selama setengah jam menuju lautan. Rencananya malam ini aku akan pindah ke kapal yang lain. Sebuah yacht yang agak besar. Yacht ini kubeli tiga tahun yang lalu. Dari seorang pengusaha yang cukup terkenal di jakarta. Sebelumnya aku menggunakannya hanya untuk memancing atau kalau ingin menikmati liburan.

Selain lebih besar, alat navigasi di yacht jauh lebih lengkap. Demikian juga ruangannya lebih banyak dan nyaman. Satu jam kemudian aku sudah sampai. Begitu masuk beberapa anak buahku memberi salam. Dan kami langsung menuju ruang rapat.

Banyak hal yang kami bicarakan malam ini. Terutama aku harus mencari pemasok senjata baru. Karena jalur selama ini telah diketahui oleh pihak kepolisian. Aku juga menerima laporan keuangan klub. Sementara ini hanya klub yang bisa diandalkan.

Akhirnya anak buahku melaporkan tentang Andreas Wicaksono yang telah memata matai rekeningku di beberapa Bank. Aku membanting gelas yang ada di meja ke lantai begitu mendengar hal tersebut. Seorang Andreas Wicaksono sudah melangkah terlalu jauh. Ia tidak hanya sudah mengobok obok dua bisnisku. Sekarang dia malah mulai menyentuh klub dan hotel yang di Makassar. Hotel yang dikelola oleh Kevin itu, sebagian besar sahamnya adalah milikku.

Dengan penuh emosi aku berkata dalam hati. Baiklah pak Andreas, mari kita mulai permainan ini. Anda ingin naik pangkat. Anda memilih target yang baik. Tapi maaf, anda memilih orang yang salah!


***

Kediaman Andreas Wicaksono keesokan harinya.

"Pa, tadi ada kurir antar paket. Mama sudah taruh di meja kerja papa." Kata istrinya ketika menyambut sang suami di depan pintu.

"Oh ya? Papa tidak ada pesan apa apa. Atau mungkin mama ada belanja online?"

"Enggak lah pa. Lha wong nama penerimanya jelas jelas nama papa. Lagian cuma amplop coklat kok. Dokumen mungkin?"

"Ok. Sebentar papa lihat" sang suami bergegas ke ruang kerjanya. Jelas sesuatu yang mencurigakan. Karena kalau itu berhubungan dengan pekerjaan. Maka paket itu akan dikirim ke kantor. Bukan ke kediaman.

Logikanya mengatakan kalau paket itu berasal dari kasus yang sedang ditanganinya. Andreas juga tahu kalau saat ini ia berhadapan seorang penjahat besar. Dimana membunuh orang pun sama mudahnya dengan bernafas bagi seorang penjahat kelas kakap seperti dia. Hanya saja sampai saat ini Andreas belum mampu mengetahui pemilik di balik bisnis milyaran tersebut. Yang dia tahu hanya namanya.

Semua yang berhasil ditangkap adalah anak buahnya. Sedikitpun sang pemilik tidak tersentuh. Semua anak buahnya tutup mulut. Walau kemudian dia sudah berusaha sangat keras. Sampai sekarang belum membuahkan hasil.

Ketika memasuki ruangan Andreas melihat amplop tersebut sudah ada di meja. Perlahan dibukanya amplop yang cukup tebal itu. Dan akhirnya mata Andreas Wicaksono terbelalak.

Dia mengepalkan tangannya, kemudian meraih ponsel di sakunya. Sambil mencari nomor ponsel putra sulungnya.


***



Sudah jam enam pagi. Dan sang suami belum juga keluar dari ruang kerjanya. Meskipun suaminya sering seperti itu. Tetap saja ia merasa cemas. Thres mengetuk pelan pintu ruang kerja suaminya

"Pa.. pa..." terdengar suara theresia memanggil suaminya. Sudah beberapa kali di ketuk tapi sang suami tidak menjawab juga. Akhirnya ia membuka handle pintu yang ternyata tidak dikunci. Seluruh ruangan tampak gelap. Tetapi suaminya tampak tertidur di kursi kerjanya.

Theresia bergerak menuju jendela dan berencana membuka jendela. Tetapi tiba tiba terdengar suara sang suami

"Jangan dibuka ma" suara itu terdengar lemah.

"Kenapa pa?"

Suaminya menggeleng perlahan. Theresia menyadari pasti ada sesuatu hal yang gawat. Karena suaminya tidak pernah seperti ini.

"Coba cerita siapa tahu aku bisa bantu" ucap sang istri lembut.

"Gak ada apa apa2" suaminya menjawab sambil tertunduk lesu.

Theresia memang tidak pernah mencampuri pekerjaan suaminya. Suaminya pun tidak pernah menceritakan perihal pekerjaannya kepada sang istri. Tapi karena melihat suaminya dalam kondisi buruk ia mencoba melewati batasannya.

"Pa, cerita dong ada apa? Mama gak bisa tenang kalau kamu begini."

Sang suami menggeleng sambil menatap mata sang istri. Ia tidak yakin istrinya sanggup memikul bebannya saat ini. Dia takut jika istrinya harus berakhir di rumah sakit.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau akhirnya putra kebanggaannya lah yang akan menghancurkan kariernya. Karier yang dia bina sejak muda sampai saat ini dan tinggal selangkah lagi ia akan mencapai mimpinya. Tadi malam putra sulungnya itu sudah mengakui semuanya.

Andreas Wcaksono belum tahu apa sebenarnya yang diinginkan laki laki yang mengirimkan paket tersebut. Dia belum memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan. Karena orang yang menjadi buronannya itu ternyata sudah mulai mengeluarkan taringnya. Andreas tidak tahu apa masih ada kejutan lain yang akan menghampirinya.



18 juli 2018

Maaf untuk typo

Happy reading

25.04.19

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top