8
Bima pov
Hari hariku berjalan seperti biasa. Rumah, club dan menstalker Kenanga. Aku sudah hafal jadwalnya sekarang. Walau mesti sering berganti mobil, tapi aku selalu berusaha untuk "bertemu". Beberapa kali kami duduk berdekatan di cafe. Saat ia sedang bertemu dengan teman temannya. Tapi bila ia sedang bersama kekasihnya, aku tidak akan mendekat. Aku merasa tidak nyaman duduk berdekatan dengan sainganku.
Selama ini aku bisa melakukan dengan halus. Aku yakin Kenanga sama sekali tidak tahu ataupun curiga. Memandangnya walau dari jauh sudah mampu menjadi mood buster buatku. Terutama ketika kondisi bisnisku kurang baik seperti saat ini. Aku merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Intuisiku mengatakan kalau bisnisku sedang terancam. Karena itu aku berupaya untuk berhati hati.
Malam ini seperti biasa aku di klub. Memandang ponselku yang terus berdering. Tidak ada nama tertera disana, hanya sebaris nomor yang tidak ku kenal. Dan aku hampir tidak pernah dihubungi oleh orang yang tidak kukenal. Awalnya kuabaikan, namun setelah bunyi ketiga dari nomor yang sama, aku memutuskan untuk mengangkat. Karena sudah pasti penting.
"Hallo" sapaku dengan suara tegas
"Hallo selamat malam brother. Saya Heru dari macan 2" dia menyebutkan identitasnya.
"Oh ya ada informasi apa komandan" jawabku. Beliau adalah satu informanku di kepolisian.
"Begini, ada sedikit kabar buruk tentang anda bro. Harus dituntaskan malam ini juga!" suaranya terdengar dingin dan tegas.
"Tentang yang mana?" Tanyaku penasaran
"Gudang anda di bogor, tapi teman saya minta bayaran dimuka"
"Berapa?" Tanyaku. Itu sudah hal yang biasa dalam dunia kami. Setiap informasi harus ada nilainya.
"Satu apartemen di Kasablanka" tandasnya
Aku terkejut dengan harga yang dimintanya. Biasanya nilai informasinya bisa sepuluh sampai dua belas kali lipat dari benda yang diinginkanya. Uang dua setengah milyar bukan sedikit untuk sebuah informasi. Setahuku dia adalah salah satu orang paling penting di mabes jakarta. Dan dia tidak pernah main main dengan kalimatnya.
"Ok" jawabku akhirnya. "Dimana kita ketemu, dan mau dalam bentuk apa" tandasku.
"Tempat biasa" jawabnya tanpa menjawab pertanyaanku yang kedua.
Aku bergegas meninggalkan club. Feelingku memang mengatakan ada hal yang tidak beres akhir akhir ini. Aku mengendarai mobil sambil menghidupkan radar. Dimana terlihat bila ada kendaraan yang sama akan mengikutiku dalam radius sampai 500 meter selama perjalanan.
Aku mengulur sedikit waktu, sambil memutar kendaraan ke berbagai tempat terlebih dahulu. Sampai akhirnya mengarahkan mobil ke Ancol. Tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Aku punya yacht pribadi disana. Dan biasanya hanya orang orang terdekatku yang tahu tempat itu. Salah satunya adalah pak Heru.
Aku tiba dalam waktu hampir dua jam. Setelah sebelumnya memastikan semua aman. Kulihat motor pak Heru sudah ada di dermaga. Aku juga memastikan bahwa dia datang sendiri. Aku turun dari mobil lalu langsung menyapanya.
"Selamat malam komandan"
"Malam bro apa kabar?" Tanyanya berbasa basi.
"Baik" jawabku sambil mendahului dan memberi isyarat agar kami masuk kedalam yacht. Dia mengekoriku dari belakang.
"Silahkan duduk" aku mempersilahkan tamuku setelah kami sampai di dalam. "Mau minum?" Tawarku
Dia menggeleng sambil terus memainkan ponselnya. Aku bisa melihat dari bahasa tubuhnya dia tampak tidak nyaman.
"Ok langsung aja" ujarku tak sabar
"Apa anda sadar kalau tiga bulan terakhir sudah dimata matai?" Tanyanya sambil menatapku.
"Ya" jawabku singkat "lalu ada apa sebenarnya" aku memang merasa ada yang janggal akhir akhir ini.
"Anda target dari bravo dua. Waktu anda cuma 10 jam dari sekarang"
Aku terkejut. Bravo dua adalah nama samaran kami untuk orang nomor dua di tempatnya bekerja.
"Secepat itu? Kapan bocornya? Yang mana yang jadi target utama"
"Kelihatannya mereka baru tadi pagi rapat penentuan. Targetnya narkoba dan senjata"
"Kira kira kenapa saya yang jadi target. Setahu saya ada beberapa orang yang juga bermain disana. Selama ini saya juga tidak pernah menolak permintaan kalian"
"Saya tidak tahu itu bro. Setahu saya bravo dua ingin naik posisi. Jadi dia butuh kasus untuk mengangkat namanya. Mengenai pilihan saya tidak tahu sama sekali" jelasnya
Aku tahu dia pun mungkin sedang melindungi atasannya. Yang penting buatku sekarang informasi ini bisa membuatku harus bergerak cepat.
"Komandan minta dalam bentuk apa?" Tanyaku setelah aku merasa bisa menguasai diriku. Aku bertanya tentang fee yang dimintanya.
"Terserah. Yang penting tidak dalam bentuk tunai. Anda tahu bahayanya kan?"
"Yellow block bagaimana?" Tawarku. Itu adalah nama lain dari emas batangan
"Boleh" jawabnya singkat.
"Akan anda terima malam ini. Anak buah saya akan mengantar. Terima kasih" jawabku sambil berdiri.
Tak lama dia berdiri dan keluar dari yacht ku. Mengepal kedua tanganku. Emosiku sudah naik ke ubun ubun ketika aku menggumamkan nama Andreas Wicaksono.
Aku masih bingung kenapa aku yang menjadi targetnya. Selama ini aku sudah membayar upeti sesuai permintaan mereka dan tidak pernah terlambat. Bahkan beberapa orang dari mereka termasuk dekat denganku. Namun kembali lagi dalam bisnis ini tidak mengenal kawan sejati. Baiklah lo jual gue beli teriakku dalam hati.
Aku segera menghubungi anak buahku. Untuk membereskan semua urusan. Walau yakin bahwa tidak mungkin bisa menyelamatkan semua asetku. Tapi aku berharap mereka tidak tahu semuanya. Karena kemungkinan para intel mengetahui tetap ada.
Aku sendiri belum menentukan tujuanku. Aku masih terus berputar mengitari jalan sambil menimbang apa yang harus kulakukan. Namun aku sudah meminta agar Agus orang kepercayaanku mengisi persediaan makanan di beberapa tempat yang sudah kutentukan. Karena aku belum tahu akan tinggal dimana. Club dan beberapa tempat tinggalku jelas sudah tidak aman.
Selain itu aku juga masih harus mewaspadai kalau kalau ada anak buahku yang berkhianat. Atau kemungkinan bahwa aku sudah disusupi. Kemungkinan terburuk harus masuk dalam pertimbanganku. Meski aku tahu bahwa masih banyak anak buahku yang setia.
Sementara itu ponselku tak henti hentinya berbunyi. Berisi laporan dan pertanyaan mengenai langkah selanjutnya dari para anak buahku. Aku menginstruksikan segala sesuatunya dengan sejelas jelasnya. Karena yakin selain polisi pasti media akan ikut dibelakangnya.
Aku masih terus mengendarai mobilku. Sambil melihat radar yang terus memberikan informasi. Ada dua mobil yang dari tadi berada di sekitarku terus menerus. Dari jarak lima puluh meter dan dua ratus meter. Dua duanya berwarna hitam dan berplat jakarta.
Sudah hampir enam jam berlalu. Secara fisik aku mulai lelah. Tapi aku sadar bahwa pikiranku harus terus siaga. Akhirnya aku memutuskan mengganti mobil. Setelah memerintahkan beberapa anak buahku mengantar mobil ke tempat yang telah kami sepakati. Yakni sebuah pom bensin dua puluh empat jam.
Aku agak mempercepat laju mobilku untuk memperbesar jarak antara aku dan mobil terdekat tadi. Sesampainya ditempat yang di sepakati tanpa mematikan mesin mobil aku berganti kendaraan. Tadi aku meminta empat mobilku untuk mendekat. Hal ini kulakukan untuk mengelabui mereka.
Malam ini terasa sangat panjang. Waktuku tinggal dua jam. Hari sudah menjelang pagi. Aku masih menanti apa yang akan terjadi. Radar di mobil yang baru kunaiki belum menemukan kalau ada kendaraan mengikuti. Artinya aku masih aman. Sampai akhirnya aku mendengar laporan bahwa polisi sudah mengepung gudang senjata ilegalku dan pabrik ekstasi. Dua duanya terletak di pinggiran bogor.
Aku cukup kaget dengan target mereka. Keduanya adalah gudang terbesar. Berarti mereka memiliki informan yang cukup valid. Sehingga tahu dimana pos terbesar. Pekerjaanku bertambah berat. Selain mencari tempat yang aman untuk kutinggali. Juga mencari siapa dalangnya.
Pada saat penggrebekan itu terjadi, aku sudah berada diluar jakarta. Tepatnya di sebuah kapal nelayan yang menjadi tempat tinggalku sementara. Orang tidak akan pernah menyangka aku ada di dalam kapal ini. Menonton televisi melalui live streaming sebuah televisi swasta. Bagaimana para polisi mengobrak abrik gudang. Melihat dari berbagai sisi dimana para petugas mencari barang bukti di setiap sudut. Pihak mediapun memberikan wacana yang jelas jelas menyudutkan. Walau tak sekalipun mereka menyebut namaku.
Aku bisa melihat beberapa anak buahku sedang berjalan dengan kepala tertunduk dibawah ancaman senjata polisi. Para news anchor tidak henti hentinya menyampaikan informasi kepada penonton. Yang sebagian besar aku tahu tidak benar. Tapi satu hal yang pasti mereka akan mencariku. Aku merasa sangat marah. Akan banyak kemungkinan yang terjadi. Salah satunya anak buahku akan membuka suara karena tidak tahan terhadap siksaan polisi. Saat ini aku hanya butuh strategi yang tepat untuk mengatasi semuanya. Dan itu butuh waktu serta kerjasama yang solid dari timku.
Author pov
Ini sudah hari ketiga Bima berada di tempat persembunyiannya. Namun begitu anak buah kepercayaannya selalu memberikan laporan perkembangan kasusnya. Dia juga tetap memperoleh informasi tentang keadaan anak buahnya yang di interogasi di kantor polisi.
Dia mendapat informasi bahwa mereka sangat tersiksa ditahanan. Dan itu membuatnya sangat geram. Bima tahu bahwa mereka semua setia. Namun kemungkinan terburuk tetap harus dipertimbangkan. Seandainya salah satu dari anak buahnya akan membuka mulutnya. Namun sampai saat ini tampaknya mereka masih solid, tidak ada yang membuka mulut tentangnya.
Bima juga masih belum bisa keluar dari kapal. Anak buahnya yang menyamar menjadi nelayan tetap mendampingi. Mereka sudah bertugas disini selama hampir dua tahun. Bima memang mempersiapkan kapal ini untuk menjadi tempat pelariannya.
Ini bukan tempat satu satunya. Ada beberapa tempat lain yang sudah pasti dianggapnya aman. Namun untuk sementara ini dia mengambil tempat yang terdekat. Karena akan lebih mudah baginya mengawasi segala yang terjadi.
Sebenarnya beberapa tahun lalu dia sudah menyelidiki perjalanan karir seorang Andreas Wicaksono. Dia tahu orang tersebut termasuk anggota yang bersih. Tapi tetap saja akan selalu ada jalan untuk mengotori karirnya. Dan Bima bisa tersenyum sekarang. Karena kartu kotor itu sudah berada ditangannya.
Ia bukanlah seorang amatir dalam bisnis ini. Bima sudah paham seluk beluknya secara mendalam. Bagaimana harus berhadapan dengan pihak keamanan sampai dengan para petinggi dan pemegang kuasa. Karena dengan kesalahan sedikit saja maka bukan tidak mungkin semuanya hancur dalam sekejap.
Bima sedang menunggu waktunya. Tidak akan lama lagi semua akan selesai. Sementara itu ia juga memastikan kesejahteraan dari keluarga anak buahnya yang masuk sel.
Namun yang terberat dalam pelariannya saat ini adalah jauh dari Kenanga!
Happy reading...
Maaf untuk typo.
23.04.19
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top