7

Bima pov

Nathan dan Kevin tiba di klub milikku sudah hampir jam satu pagi. Kedatangan mereka hanya berbeda hitungan menit. Wajah Kevin terlihat sangat kusut. Tidak hanya wajah, tubuh, rambut dan pakaiannya juga tampak kusut.

"Udah berapa hari lo gak mandi Vin" sindir nathan membuka pembicaraan.

Aku menatap tajam Nathan. Aku tidak suka pertanyaannya. Tapi yang dipelototi hanya cuek bebek. Sementara yang ditanya hanya menghela nafas. Tampaknya enggan menjawab.

"Boleh gue minta tolong Bim" akhirnya Kevin membuka suara setelah duduk lama di sofa.

"Soal apa?" Tanya Bima pura pura tidak tahu.

"Nandhita. Dah sebulan ini gue gak ketemu dia dan anak gue" ucapnya memelas

"Kok bisa?" Tanyaku menyelidiki

"Waktu itu mertua gue jemput ke rumah. Katanya mau ada acara keluarga. Tapi sampai sekarang gak balik" jelas Kevin lagi sambil tertunduk.

"Elo udah pernah ke rumahnya? Dia disana gak" tanyaku

"Udah, tapi dia gak disana. Gue juga udah pernah selidikin dan memang mereka gak disana. Ponselnya juga gak aktif lagi"

"Menurut elo dia dimana?" Pancingku

"Kalau gue tahu gue gak minta tolong elo Bim" Kevin terlihat mulai emosi.

"Mertua elo gimana?" Tanya Nathan

"Gak bisa gue hubungin sampai sekarang. Gue berusaha nemuin dia dikantornya. Tapi gue gak pernah bisa ketemu. Gue gak pengen dengan cara kekerasan. Gimana juga dia orangtua Nandhita. Bini gue"

Aku menghela nafas. Tidak tahu harus berkata apa. Dari dulu memang keluarga Nandhita sangat tidak menyukai Kevin. Bahkan keluarganya sangat menentang hubungan mereka. Tapi ketika itu mereka nekat dan kawin lari. Sampai akhirnya Nandhita hamil dan tiba tiba perusahaan ayahnya bangkrut.

Saat itulah Kevin memintaku untuk menyerahkan sebuah pabrik pembuatan ekstasi untuk dikelolanya. Tadinya aku menolak. Jujur aku tidak ingin sahabatku berada di jalur yang salah sepertiku. Aku memang ingin melepaskan bisnis itu. Tapi bukan kemudian untuk menyerahkannya pada Kevin.

Entah kenapa karena tidak tega, dan aku pikir mungkin ini caranya untuk bisa membuat ia diterima oleh mertuanya. Akhirnya aku memberikannya. Karena siapapun tahu tidak mudah mencetak uang dalam sekejap. Apalagi kalau hanya mengandalkan bisnis biasa. Bisnis haram akan mendatangkan keuntungan uang yang cepat

Namun inilah yang terjadi sekarang. Setelah mertuanya mendapatkan kucuran dana, dan bangkit dari keterpurukannya. Mereka malah memperlakukan sahabatku seperti ini. Jelas aku tidak tega melihat kondisi Kevin.

"Trus apa yang bisa gue bantu" tanyaku lebih lanjut.

"Bantu gue cari istri dan anak gue. Gue gak bisa hidup tanpa mereka."

"Kalau nyari mungkin gak terlalu susah. Cuma kalau udah ketemu dan ternyata dia yang gak mau balik sama elo gimana? Selama ini dia gak berusaha menghubungi elo kan? Dan elo tahu Nandhita gak suka elo pegang bisnis itu" ujarku mengingatkannya

Lama Kevin terdiam. Aku kembali mengingatkan pertengkaran terakhir mereka. Yang intinya Nandhita tidak ingin Kevin berkecimpung dalam bisnis haram seperti ini. Itu bukan pertengkaran mereka pertama mengenai pekerjaan Kevin. Sudah berulangkali istrinya itu meminta agar mencari pekerjaan yang lebih baik. Tapi Kevin tidak mau mendengarkan. Karena takut kalau tidak punya uang mertuanya akan mendepaknya.

"Gue mau bawa dia jauh dari sini" jawab Kevin akhirnya

"Misal kemana?" Tanya Nathan yang sedari tadi diam

"Belum tahu. Tapi yang pasti tidak di kota ini"

"Nah elo aja belum punya planning jelas. Kalau dia balik trus kabur lagi gimana? Gue gak mau kerja dua kali" tegasku

Kevin kembali terdiam. Dia memang bukan tipe orang yang mudah mengambil keputusan. Selama ini akulah yang lebih sering memutuskan sesuatu untuknya. Hanya saja setelah ia menikah perlahan aku mundur. Karena tidak ingin mengganggu privasinya.

"Gini aja. Lo pikirin dulu mateng mateng. Mau bawa anak istri elo kemana. Pastiin mereka gak akan kelaparan sama elo nanti. Sambil begitu gue akan berusaha buat cari mereka. Kalau masalah pabrik itu gak usah lo pikirin. Gue bisa jual mesinnya. Banyak kok nanti yang mau nampung. Lo ada ide Than?" Tanyaku pada nathan

"Oh iya, kemarin ada yang nawarin gue hotel di makassar. Pengembangnya dah nyerah kehabisan dana. Agak sedikit ke arah luar kota sih. Memang belum gue lihat. Tapi gue rasa cocok buat elo Vin" akhirnya Nathan memberi solusi

"Tapi gue gak punya duit buat sekarang Than" suara Kevin terdengar lemah

"Emang berapa dia tawarin" tanyaku

"Delapan M gue belum nego. Tapi dari foto yang gue lihat udah hampir selesai. Buat dijadiin tempat weekend bisa sih. Lokasinya juga bagus, karena dekat dengan wisata bantimurung. Lo kan tahu kalau orang sekarang butuh piknik. Pengembang lagi butuh dana segar karena ada masalah dengan bisnis utama mereka"

Aku mengangguk angguk. Uang segitu lumayan banyak.

"Lo ada berapa sekarang vin?" Tanyaku

"Paling kalau dikumpul dan rumah sekarang di jual ada tiga Bim"

"Elo Than?"

"Dari gue ada satu." Jawab Nathan setelah terdiam beberapa saat.

"Coba lo nego dulu deh Than siapa tahu bisa kurang. Tar kekurangannya gue " putusku

"Emang lo ada uang segede gitu?" Darimana? Elo kan dah lama lepas dari bisnis narkoba? Lagian itu hotel belum selesai. Butuh dana lumayan gede buat finishing" Nathan mengingatkan.

"Masih ada gak usah khawatir. Gue udah ngitung kok. Lagian udah saatnya gue ekspansi cari bisnis baru. Kalau nanti gak cukup ya ke bank lah" tandasku.



****



Enam bulan kemudian

Sudah jam setengah lima sore. Aku mengarahkan mobil untuk memasuki area parkir gereja. Aku berencana ikut misa jam lima sore. Akhirnya setelah mencari, ada satu tempat kosong. Aku memarkirkan mobil lalu memasuki gedung gereja.

Sebenarnya tadi aku janjian pergi dengan Nathan. Tapi karena dia ada kesibukan lain akhirnya dia bilang akan menyusul. Saat ini tinggal aku dan Nathan yang di jakarta. Kevin dan keluarganya sudah pindah ke Makassar. Akhirnya aku menemukan persembunyian Nandhita. Keluarganya mengalah setelah sesikit kuancam. Bulan lalu hotel mulai resmi beroperasi. Sehingga Kevin punya pekerjaan tetap seperti yang diinginkan istrinya.

Dulu aku tidak tahu apapun mengenai keyakinanku. Hanya sebatas ditulis didalam rapot sekolah. Mengikuti pelajaran agama karena memang wajib. Sampai akhirnya aku merasa ada yang kosong dalam jiwaku dan aku tidak tahu apa.

Ketika di penjara lah aku mulai belajar mengenal Tuhan. Waktu itu setiap minggu ada ibadah dan kami wajib untuk mengikuti. Awalnya hanya sekedar ikut ikutan. Tetapi lama lama menjadi kebiasaan. Terasa ada yang kurang kalau hari minggu belum beribadah.

Pernah sekali ada seorang pendeta yang menawariku untuk dibaptis. Tapi aku belum bersedia. Karena aku merasa benar benar belum mampu bertobat. Kan aneh kalau aku harus menyangkal keyakinanku karena pekerjaanku. Dan aku bukan tipe orang yang biasa menggunakan topeng kebaikan untuk menutupi keburukanku.

Di tempat ini, Aku seperti menemukan jalan kembali untuk pulang. Walau tetap aku tidak berani mengikuti kegiatan apapun selain kemari setiap hari minggu. Entah kenapa akhirnya ada saat dimana aku tidak lagi menyesali masa laluku. Tidak kepada perempuan yang melahirkan aku. Tidak juga kepada laki laki yang telah menitipkan benihnya pada rahim perempuan itu. Walau saat ini aku belum mampu menyebut mereka dengan nama ayah dan ibu.


Sebelumnya aku bukanlah orang yang bisa menerima masa laluku. Perasaan marah karena dibuang oleh kedua orang tuaku. Hidup penuh kekurangan dengan ibu angkatku. Ditinggal sendirian diusia enam belas tahun karena ibu angkatku meninggal. Menghabiskan hidup dipenjara selama beberapa tahun. Harus berjuang sendirian dan mengerjakan apapun agar bisa bertahan hidup bukan hal yang mudah.

Sementara itu aku tahu bahwa kedua orang tuaku hidup berkecukupan. Tapi mereka tidak mau tahu tentangku. Karena aku adalah aib masa lalu yang bisa saja menghancurkan kehidupan sempurna mereka dimasa sekarang. Aku beruntung saat ini rasa sesak dari masa lalu itu berhasil kubuang. Itu membuatku merasa lebih baik.

Percaya atau tidak selama hampir enam bulan terakhir nama Kenanga selalu terselip dalam doaku. Walau aku hanya mampu memandanginya dari jauh. Entah kenapa aku selalu mengingat namanya ketika berdoa. Berharap segala kebaikan menghampiri hidupnya. Dan bermimpi bahwa suatu saat kami bisa mengikat janji di tempat ini. Mimpi yang selalu aku pelihara walau tahu sulit untuk diraih.

Aku mengikuti misa seperti biasa. Nathan tiba sedikit terlambat. Ketika saat pulang tiba tiba aku melihat sosok Kenanga duduk beberapa bangku di depanku. Ya aku tidak salah itu dia. Mengenakan blouse berwarna pink dan rok batik dibawah lutut berwarna hitam. Mataku tidak henti mengikutinya. Ternyata dia duduk tepat tiga bangku dihadapanku.

Dan dia tidak sendiri. Setidaknya itu terlihat karena dia tampak berbicara dengan seorang pria disebelahnya. Mereka terlihat akrab. Tiba tiba ada perasaan tidak nyaman dalam hatiku. Rasa kesal bercampur sedikit marah. Entah apa namanya.

Aku tetap duduk ditempatku menunggu giliran keluar. Ekor mataku tidak bisa lepas dari Kenanga. Nathan sampai harus menyikut lenganku agar aku kembali tersadar. Aku diam dan mengarahkan pandanganku ke tempat lain.

Aku keluar dari gereja bersama Nathan. Kemudian ia pamit sebentar karena mau menemui seseorang. Dan aku begitu terkejut ketika Nathan menemui laki laki yang bersama Kenanga. Nathan mengenalnya. Apa berarti sahabatku itu mengenal Kenanga juga?

"Siapa Than" tanyaku sesampainya di mobil.

"Oh, Michael Prawira. Anak pemilik Prawira grup"

Aku seperti tersengat lebah mendengar nama pria itu. Tapi aku tetap berusaha menutupinya seolah olah tidak tahu apa apa.

"Pengusaha?" Tanyaku sekedar menutupi perasaanku.

"Iya. Kebetulan teman kuliahku dulu walau beda jurusan di aussie"

"Dia sama istrinya?" Aku bertanya dan berusaha menahan suaraku agar terdengar sedatar mungkin.

"Oh bukan sih kayaknya, tapi mungkin pacarnya. Setahu gue dia belum menikah. Yang perempuan namanya Kenanga. Anak orang nomor dua di kepolisian. Elo gak naksir dia kan?" Tanya Nathan dengan nada penuh curiga. Apalagi setelah melihat kelakuanku ketika mau pulang tadi.

Aku menggeleng sambil menghidupkan mesin mobil. Pura pura menyibukkan diri dengan jalanan di depanku. Tapi aku tahu Nathan tidak percaya pada jawabanku.

"Elo cari mati namanya kalau sampai naksir Kenanga Wicaksono" terdengar suara Nathan memperingatkanku.



.***


15 Juli 2018

H

appy reading

Maaf untuk typo

21.04.19

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top