3

Bima pov

Aku memarkirkan mobil tepat di depan pintu klub. Dari luar kelihatannya tempat parkir sudah mulai ramai. Banyaknya mobil disana pertanda para pelangganku sudah mulai berdatangan. Aku bergegas turun lalu membalas salam dari beberapa petugas security. Kemudian menyerahkan kunci mobil kepada petugas valet agar memarkirkan mobilku di belakang.

Suara musik yang dimainkan DJ terdengar apik, begitu aku memasuki ruangan. Robert, DJ yang bertugas malam ini melambaikan tangan dan aku membalasnya. Beberapa pelanggan yang ku kenal baik juga menyapa. Sedikit berbasa basi dengan mereka, saling bertukar kabar. Mereka adalah pelanggan tetap. Paling tidak aku mau menunjukkan bahwa aku adalah owner yang ramah. Walaupun jujur aku merasa bukan bagian dari mereka. Tapi aku tidak berhak menjudge, toh kami punya kehidupan masing masing. Dan aku serta puluhan orang lain yang bekerja disini, menggantungkan hidup pada mereka.

Banyak orang yang memandang miring pada kehidupan mereka. Akupun sebenarnya bukan pendukung LGBT. Tapi sekali lagi aku menghormati pilihan hidup mereka sebagai manusia. Mereka juga butuh tempat untuk menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Karena di dunia nyata sangat sulit menerima orang orang memiliki perilaku seks menyimpang. Banyak dari mereka akhirnya memilih memakai topeng karena takut dijauhi oleh keluarga atau sahabat. Tapi ditempat ini mereka bebas mengekspresikan diri. Tanpa takut akan dijudge oleh orang yang tidak suka.

Kemudian aku melangkah ke bar menemui beberapa karyawan disana. Selain bertanya kabar mereka aku juga menanyakan stok minuman sekilas. Walau nanti laporan itu akan tetap ada diatas mejaku. Tapi rasanya aku wajib bertanya, paling tidak mereka merasa bahwa aku menghargai pekerjaan mereka. Dalam bekerja kami adalah team yang solid. Mungkin karena hal ini karyawanku jarang yang keluar masuk. Biasanya mereka betah berlama lama pada poaiai mereka.

Setelah dari bar aku memasuki bagian kitchen. Selain minuman, klub ini juga menyediakan berbagai jenis makanan ringan. Karena tak jarang pelanggan meminta disediakan makanan terutama mereka yang menggunakan ruang VVIP. Selesai mengobrol dengan beberapa staff disana aku lalu turun menuju ruang bawah tanah, yakni ruangan pribadiku.

Tempat dimana tidak sembarang orang bisa masuk. Karena selain sistem keamanan yang canggih. Ruanganku pun tidak memiliki akses keluar masuk selain dari belakang dapur. Tidak banyak yang tahu tempat ini. Orang luar sering mengira ruanganku ada di lantai dua. Tidak banyak juga yang boleh masuk kemari. Dari sini semua ruang yang terdapat cctv terpantau dengan jelas. Dari halaman parkir sampai lorong toilet. Satu lagi, ruangan ini kedap suara. Salah satu fungsinya adalah untuk menjaga aktivitas liarku. Agar tidak terdengar dari luar.

Kalau kalian beranggapan aktifitas liarku berhubungan dengan perempuan. Kalian tidak sepenuhnya benar. Selain untuk itu, ruangan ini juga berguna untuk menghukum para anak buahku yang berkhianat. Walau aku tidak menghabisi mereka disini. Tapi bisa kupastikan orang bersalah, yang keluar dari tempat ini. Wajahnya tidak akan mudah dikenali lagi.

Aku duduk di meja kerjaku dan mulai menghidupkan layar monitor agar mendapatkan berbagai informasi. Kadang untuk mengisi waktu malam, aku berjudi. Aku menjadi anggota ekslusif di dua tempat perjudian besar dunia. Di Macau dan Las Vegas.

Sekitar dua atau tiga bulan sekali aku mengunjungi kedua tempat itu. Walau bukan lagi pecandu judi tapi rasanya sangat menyenangkan berada di dalam ruangan mereka. Merasakan adrenalineku yang tiba tiba meningkat manakala menatap mesin roullete yang berputar. Aku bermain bukan lagi hanya untuk menang. Tapi sekedar kepuasan.

Kalah atau menang itu biasa. Dan aku selama ini selalu mampu mengendalikan diriku. Kalau sudah kalah atau menang beberapa ribu dollar biasanya aku langsung berhenti. Karena itu aku mengikuti kegiatan mereka secara online. Bila sedang ingin main aku bisa memainkannya dari sini. Aku sudah punya deposit disana jadi tidak perlu repot.

Malam ini sebenarnya aku tidak tertarik melakukan aktifitas apapun. Kejadian demi kejadian mulai dari tadi sore terpampang jelas dimataku. Bayangan sosok perempuan itu masih belum bisa hilang dari kepala. Aku membuka ponsel, mengetikkan beberapa angka sandi disana. Lalu mengarahkan jari untuk membuka gallery.

Memandang lekat foto gadis yang kuambil sore tadi. Beruntung aku masih sempat mentransfer foto dari kamera ke ponselku. Akhirnya aku mengalihkan kameraku ke dalam mode video. Aku suka mata gadis itu yang seperti bulan sabit. Aku juga suka senyumnya yang lepas. Hatiku bertanya siapa namanya. Dari dandanan dan cara berpakaian ibunya aku bisa menebak bahwa ia bukan berasal dari kalangan sembarangan. Walau dia terlihat sederhana tapi ibunya jelas tidak! Aku bisa memastikannya dari harga jam tangan yang dikenakan perempuan paruh baya itu.

Aku kembali memejamkan mata, sambil menyandarkan kepala di kursi. Ada gambarannya menari disana. Berada dibawah gerimis bersama seorang gadis kecil. Bergantian dengan gambaran ketika dia makan malam tadi. Entah mengapa aku merasa begitu bahagia membayangkan wajahnya.

Perlahan aku kembali menekan tombol play video. Aku memandangi seluruh aktifitasnya. Cara dia tersenyum, tertawa, menyuapkan makanan ke mulutnya, cara dia minum. Ya Tuhan kenapa semua tampak begitu indah.

Berulang kali sudah aku memutar video itu tanpa henti dan tak pernah bosan. Memandang wajahnya dari layar ponsel berukuran tujuh inchi. Pertama kali dalam hidupku ada sesosok perempuan yang mampu membuatku terpana. Rasanya aku menemukan aura ibu dalam dirinya. Bahasa tubuhnya mengingatkan aku pada gerak gerik tubuh ibu. Apalagi tatapannya yang begitu teduh.

Tiba tiba saluran intercom berbunyi membuyarkan lamunanku. Dengan malas aku menjawab.

"Selamat malam pak" suara itu membuka percakapan kami. Ternyata Agus orang kepercayaanku.

"Malam gus, mau laporan?" jawabku.

"Iya bos, saya sudah mengirim laporan malam ini melalui email. Mohon dicek" Lanjut agus

"Ok gus, nanti saya cek. Ada yang lain?" Tanyaku

"Ada pak, saya juga melampirkan daftar karyawan yang minta cuti untuk bulan depan. Mohon bapak setujui. Nama yang saya ajukan memang sudah sampai masa cutinya"

"Baik, nanti kalau sudah saya acc saya hubungi kamu. Itu saja?"

"Itu saja pak. Terima kasih selamat malam" kata agus menutup pembicaraan

"Ok gus" jawabku menutup pembicaraan kami.

Aku kembali meraih ponselku. Menatap gambar gadisku yang sedang tersenyum manis . Tanpa ragu aku menjadikan fotonya sebagai wallpaper. Kemudian memandanginya sekali lagi sebelum benar benar meletakkan ponselku diatas meja.

Setelah itu aku memulai pekerjaanku malam ini. Aku mengecek satu persatu laporan agus. Memberikan persetujuan kepada staffku yang mengajukan cuti. Menyetujui permintaan barang setelah mempertimbangkan stock. Dan terakhir aku membuka internet bankingku. Mentransfer sejumlah uang ke rekening masing masing karyawan. Sesuai dengan angka yang telah diberikan agus. Karena hari ini sudah tanggal 31, jadwal mereka gajian. Ini bukan perusahaan besar. Banyak hal yang masih bisa kutangani sendiri. Sampai aku tidak sadar dengan waktu yang berlalu. Ketika aku melirik jam di depanku, tidak terasa sudah pukul empat pagi. Aku bergegas keluar dari ruangan. Sudah saatnya aku pulang.


***


Aku menyetir perlahan, jalanan di depanku tampak basah. Rupanya hujan masih awet hingga pagi ini. Aku membuka jendela mobil setengah, dan mematikan AC. Menghirup udara segar yang berasal dari luar. Sambil berusaha menikmati perjalanan menuju salah satu rumahku yang ada di Bogor. Cukup jauh memang dari Jakarta, tapi aku menikmatinya. Apalagi menjelang pagi seperti ini. Suasana jalan masih sepi. Ada sesuatu yang tidak bisa kuungkapkan dengan kata kata dan hanya bisa merasakan.

Disaat ini aku tidak tahu kenapa tiba tiba aku merindukan gadisku. Berharap semoga suatu saat nanti ia akan duduk disisiku. Bersama melewati jalan dengan suasana seperti ini.

Tapi mungkinkah? Hati kecilku bertanya. Sebelumnya aku berharap kalau ia adalah salah satu dari penghuni panti tersebut. Tapi tadi malam harapanku itu patah. Begitu melihat ia dan perempuan setengah baya itu. Aku segera tahu bahwa aku tidak selevel dengannya. Tapi keyakinan hidupku selama ini mengatakan tidak ada yang mustahil di dalam hidup. Sesulit apapun itu. Bukankah hidupku selama ini tidak jauh dari kata sulit?


***



Ini hari kedelapan aku memarkirkan mobilku di seberang panti. Aku selalu kemari sekitar jam satu siang. Menunggunya sambil berharap ia datang. Tapi entah sial apa. Sampai hari ini aku belum lagi bertemu dengannya. Aku disini biasanya sampai sekitar jam tiga sore. Sesuai dengan waktu ketika aku melihatnya dulu.

Hari inipun tampaknya penantianku belum membuahkan hasil. Buktinya sampai sekarang ia belum muncul. Aku sedang memutar otakku sampai kemudian aku merasa menemukan ide. Ya... kenapa aku tidak masuk saja ke panti? Pura pura menyumbang. Bertanya tentang kegiatan atau apa saja. Dan mungkin saja aku mendapatkan informasi tentangnya.

Tiba tiba ponselku berbunyi. Ada nama Nathan disana. Salah satu sahabatku. Aku menggeser tombol berwarna hijau dan langsung bertanya.

"Ya, than ada apa?"

"Lo dimana?" Balas Nathan

"Diluar, kenapa?"

"Tumben, gue ada di dekat rumah lo yang di kemang. Ada urusan sedikit, gue mau mampir. Elo dimana sebenarnya?" Tanya Nathan

"Sorry gue di daerah kampung melayu. Datang aja nanti ke club. Gue disana malam ini." Jelasku

"Kampung melayu? Ngapain lo disitu?"

Aku terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Aku tidak mungkin bercerita pada Nathan atau siapapun. Aku bukan orang yang suka berbagi cerita pribadiku walau kepada sahabatku sendiri.

"Ada yang jual rumah. Gue mau lihat tempatnya" jawabku berbohong.

"Ya udah, nanti malam gue ke club. Tapi tolong tunggu gue di luar. Gue gak mau ditaksir pelanggan lo"

Aku tertawa, Nathan selalu seperti itu. "Oke, hubungi gue kalau elo udah sampai nanti"

Aku mematikan ponselku. Sambil terus mengamati panti. Ya aku akan kesana untuk bertanya. Tidak sekarang aku harus mempersiapkan semua dengan baik. Aku tidak mau bertindak gegabah. Sehingga membuat orang lain curiga. Itulah diriku sebenarnya. Berpikir jernih sebelum
bertindak.






150917

10.04.19


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top