13
Aku mulai melukis tentang kita
Diatas sebuah kertas putih
Dimana hanya ada satu hati milikku disana
Warna warna hidup akan terus bertambah memenuhi lukisan ini
Seiring perjalanan kebersamaan
Aku berharap lukisan ini takkan pernah selesai
Sampai maut memisahkan
Tapi bila kelak takdir mengambil haknya
Aku hanya bisa berkata:
Aku akan tetap melukis disana. Bersama bayangmu yang tak kan pernah berlalu.
***
Bima Pov
Aku memasukan mobil ke garasi. Semua masalah perlahan lahan mulai selesai. Terutama dengan pak Andreas. Ia menepati janjinya dengan tidak lagi mengobok obok bisnisku yang lain. Terutama SUNSET. Aku juga menepati janjiku. Tidak ada satupun berkas tentang Dipta yang berada diluar mejaku.
Ini sudah satu minggu semenjak perjanjianku dengan Kenanga. Dia meminta waktu dua hari. Tapi aku akan memberi lebih. Aku ingin ia merasakan tinggal bersama keluarganya lebih lama. Walau aku sudah tidak sabar. Namun satu hal yang tidak pernah kuduga. Ia cuti dari kuliahnya. Sayang sekali. Itu tidak pernah ada dalam pikiranku. Aku sedikit menyesal dengan itu.
Malam ini rencana aku akan menjemputnya. Bukan di rumahnya. Aku tahu Kenanga sering berada di luar rumah sampai jam delapan malam. Dan ia selalu melewati gerbang tol yang memiliki pintu keluar dekat rumahnya. Beruntung siang ini sangat mendung. Semoga malam nanti hujan sangat deras.
Aku mulai memperhitungkan segalanya. Termasuk keadaan di sekitar pintu keluar tol. Juga jangkauan CCTV yang biasa aktif. Ya, jalanan akan cukup sepi. Aku bisa memantau dari salah satu ruko di dekat situ. Bukan aku yang akan menjemputnya tapi salah seorang anak buahku. Karena aku juga melihat ada beberapa ajudan Pak Andreas yang selalu berada disekitar Kenanga. Hati hati adalah pilihan terbaik.
Aku bukan orang yang suka bekerja grasa grusu. Perhitungan yang matang akan membawa keberhasilan. Itu hasil dari pengamatanku. Dan permainan akan dimulai malam ini. Kita lihat pak Andreas apa yang akan terjadi besok.
***
Kenanga
Aku merasa sedikit gelisah. Malam ini hujan turun dengan sangat deras. Mempersempit jarak pandang ketika menyetir. Tadi ada seorang anak berulang tahun di Panti. Sehingga aku harus berada disana lebih lama untuk sekedar ikut makan malam dan berdoa bersama.
Tidak ada mobil dibelakangku. Padahal baru jam sembilan malam. Semoga semua baik baik saja. Aku memperlambat laju mobil karena akan melewati gerbang tol. Setelah menempelkan kartu aku segera melaju kembali. Begitu membelok tiba tiba ada orang menyeberang. Membuatku kaget dan reflek menginjak rem.
Orang itu terjatuh, tapi aku takut untuk keluar. Tempat ini cukup sepi. Akhirnya aku memutuskan berhenti. Namun tiba tiba pintu belakang mobilku yang masih terkunci mendadak terbuka dan seseorang sudah membekap mulutku.
***
Bima pov
Aku memandang perempuan yang tertidur didepanku, nyaris tanpa berkedip. Seseorang yang beberapa bulan terakhir selalu ada dalam mimpi, dan doa doa kecilku. Yang selalu membayangi langkahku. Saat ini perempuan itu nyata. Ia akan menjadi milikku meski tak lama.
Ada pijar kebahagiaan yang tersimpan rapi disudut hatiku. Kerinduan terhadap Kenanga sudah terobati. Ia tidak tahu betapa menyakitkan rasa itu. Merindukan seseorang yang tidak pernah layak untukku. Apalagi hidup dengan membayangkan, bahwa ada pria lain yang berada didekatnya. Aku menggelengkan kepala. Haringelap itu sudah berlalu.
Meski kebersamaan kami hanya untuk dua tahun yang akan datang. Kami akan menjalani hari hari bersama. Aku tidak akan menyesal. Serta akan memanfaatkan waktu dengan baik. Sekali lagi kutatap perempuan cantik yang tengah tertidur pulas. Perempuan itu belum akan bangun. Minimal lima jam ke depan. Karena aku menyuntikkan obat bius dengan dosis cukup tinggi tadi.
Perjalanan kami masih cukup jauh. Kesebuah pulau yang cukup terpencil disudut kepulauan seribu. Sebuah pulau yang menjadi salah satu tempat persembunyianku. Beruntung juga ombak cukup tenang. Sebingga aku tidak khawatir kalau ia akan terguncang.
Belum ada kalimat apapun yang keluar dari bibir indahnya. Jemariku sempat menyenruh wajahnya. Aku tersengat, karena seperti menyentuh wajah ibu. Mereka begitu mirip satu sama lain. Diwajah Kenanga bisa melihat wajah teduh milik ibu. Aku sadar bahwa keduanya adalah perempuan yang berbeda. Namun mereka punya banyak kesamaan. Yang mampu membuatku jatuh cinta.
Kembali kusenderkan punggung dikursi. Serta mencoba fokus pada kemudi kapal. Aku sudah menyiapkan rencana. Kami akan menikah secara resmi! Aku tidak ingin membawa Kenanga jatuh ke dalam dosa. Tinggal serumah tanpa ikatan. Bisa saja aku khilaf dan menginginkannya. Apalagi Kenanga sangat cantik. Kulitnya putih terawat.
Hanya saja aku tidak tahu, apa yang terjadi kalau gadis itu bangun. Apakah ia akan berteriak histeris atau mencari jalan untuk pulang. Karena tidak akan ada perempuan normal yang mau bersitatap dengan laki laki yang sudah menghancurkan keluarganya. Tidak hanya itu, laki laki itu juga sudah menghancurkan masa depan dan cintanya. Tapi apapun yang ada dalam pikiran Kenanga, aku tidak mau pusing. Aku hanya akan menikmati hari hari bersama seorang istri. Sebuah kehidupan yang pernah masuk kedalam mimpiku. Aku akan berusaha agar Kenanga mau menoleh meski sebentar. Dan kemudian menyadari betapa besar rasa cinta yang kumiliki.
Karena kebersamaan kami sangat berbahaya bagi kami berdua. Membuatku harus sangat berhati hati. Kalau nyawaku saja yang terancam tidak masalah. Tapi saat ini aku juga harus menanggung keselamatan Kenanga.
***
Letak rumah itu sangat tersembunyi walau tak jauh dari laut. Pernah menjadi salah satu gudang sementara untuk penyimpanan senjata ilegal. Agak jauh dari desa terdekat namun masih bisa dikunjungi menaiki kano dari pesisir. Rumah itu terdiri dari dua lantai. Berdinding kayu dan beratap daun rumbia. Walau begitu terpaan angin laut tidak sampai masuk kedalam rumah. Karena Bima melapisinya dengan terpal tebal. Lagi pula ratusan pohon kelapa melindungi rumah ini. Sehingga tidak akan kelihatan dari laut.
Dihadapan pulau ada beberapa batu karang yang mampu menahan ombak. Sehingga kapal tidak akan mudah mendekati pulau ini. Kecuali mereka memutar melalui sisi barat pulau. Sebuah tempat persembunyian yang sangat sempurna.
Kamar Bima dan Kenanga ada di lantai dua. Berdampingan dan memiliki pintu penghubung. Hal itu yang membuat Kenanga tidak dapat tidur semalaman. Ia takut kalau kalau Bima akan memasuki kamar lalu memperkosanya. Sesuatu yang selalu ada dalam pikiran buruknya.
Apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Bima Wisesa. Seandainyapun ia berteriakpun tidak akan ada orang yang mendengar. Mereka berada dipulau terpencil. Rumah penduduk ada di sebelah barat pulau katanya, sementara rumah yang mereka tempati ada disisi timur. Tidak ada orang lain yang bisa diajak menjadi teman bicara. Jujur Kenanga takut pada tempat ini. Ia tidak terbiasa tinggal ditempat seadanya.
Sementara dilantai satu hanya ada ruang tamu merangkap ruang makan, dan sisanya untuk dapur. Tenaga listrik diambil dari panel tenaga surya. Bima merakitnya sendiri. Kalau malam ketika jendela kamar Kenanga ditutup maka tidak akan ada cahaya yang tampak dari luar. Hanya kamar Kenanga yang ada bola lampunya. Sementara ruangan lain dibiarkan gelap gulita. Untuk menghindari terlihatnya cahaya dari kejauhan.
Makanan mereka sudah tersedia untuk persediaan tiga bulan. Selain itu Bima sudah menyiapkan beberapa pot yang terbuat dari karung beras untuk menanam berbagai jenis sayuran dan bumbu dapur. Sementara untuk ikan, pria itu sering mendapatkannya dengan memancing. Bima biasa memenuhi kebutuhannya sendiri. Sehingga untuk tahu atau tempe ia juga bisa membuat sendiri. Hal itu sudah biasa ia lakukan. Apalagi saat senjata masuk dalam jumlah ribuan. Ia akan kemari, dan mendistribusikan dari sini.
Kenanga pov
Aku tidak tahu berada di daerah mana. Yang aku tahu beberapa hari yang lalu tiba tiba ada seseorang yang menculikku. Walau sebenarnya aku sudah siap bila laki laki yang bernama Bima itu menjemputku. Namun kenyataannya berbeda jauh. Bima malah memilih orang lain untuk membawaku kemari. Orang orang kepercayaannya menculikku ketika aku membawa kendaraan di tempat yang sepi.
Waktu aku sadar aku sudah berada di rumah ini. Tetapi hati kecilku tidak bisa menerima. Ini terlalu berat. Berpisah dengan keluarga dan hidup dengan orang asing yang jelas jelas adalah seorang orang jahat yang tidak punya hati.
Sampai sekarang aku masih takut kalau berhadapan dengannya. Rambutnya yang ikal panjang selalu diikat menjadi satu. Bulu bulu kasar tumbuh tak beraturan disekitar rahangnya. Satu yang tampak aneh, laki laki itu selalu berdoa sebelum makan. Melihatnya seperti itu aku jadi berpikir, apakah ia tidak takut pada dosa? Atau karma dari perbuatan buruknya? Apa fungsi doanya? Bukankah berdoa berarti mendekatkan diri pada Tuhan? Lalu dengan pekerjaannya saat ini apakah tidak bertentangan dengan keyakinannya?
Aku hanya sanggup menunduk setiap kali kami makan bersama. Hal wajib yang harus kulakukan selama tiga kali sehari. Meski ia juga beberapa kali menawarkan makanan untukku ketika kami sedang dimeja makan. Tapi aku hanya mengeleng.
Kamarku sendiri tidak terlalu luas. Lemari juga berisi pakaian seadanya. Tidak ada pakaian seksi atau lingerie seperti yang ada dalam novel novel penculikan yang sering kubaca. Semua tampak biasa. Namun aku yakin kalau laki laki itu akan memberikan kejutan untukku.
Pada malam ini kejutan itu akhirnya muncul. Pria itu duduk diseberangku. Dihadapan kami sudah ada beberapa jenis masakan seperti biasa. Aku menunduk ketika ia mempersilahkanku duduk. Kami makan bersama tanpa suara. Selesai makan laki laki itu membereskan meja makan sendiri.
Aku tetap di tempatku sampai kemudian ia mengeluarkan sebuah map berisi sejumlah berkas. Kemudian berkata.
"Tanda tanganilah. Kita akan menikah"
Aku terkejut dan menatapnya dengan tidak percaya.
"Kamu bilang hanya tinggal bersama selama dua tahun. Kenapa harus menikah? Pernikahan itu sakral, cuma sekali seumur hidup, jangan dipermainkan" tolakku
"Tidak ada yang mempermainkan kamu. Aku tidak bisa menjamin kalau kelak kita tidak melakukan hubungan seks. Dan aku tidak mau kalau dosamu bertambah"
"Kalau begitu cukup jangan sentuh aku"
"Maaf aku tidak bisa menjamin. Kamu terlalu menarik" jawabnya sambil menyungging senyum yang lebih tampak melecehkanku
"Tapi bagaimana dengan orang tuaku? Menikah harus ada surat persetujuan orang tua"
"Tanda tangani saja itu, kita akan menikah. Kecuali kamu mau kusentuh setiap malam tanpa ikatan jelas. Aku sudah menyampaikan keinginanku. Nggak mau nambah dosa kamu. Sayangnya kamu tidak punya pilihan lain. Dua tahun setelah ini, surat cerai kita akan keluar. Aku janji" setelah itu Bima meninggalkan ruangan. Membiarkan aku termangu tanpa tahu harus berbuat apa. Menatap kertas kertas yang rapi terkumpul dalam sebuah map.
27 juli 2018
Happy reading
Maaf kalau ada typo dan juga kata kata yang tidak nyambung.
03.04.19
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top