10


Bima Pov

Aku memandang layar ponsel. Ada wajah cantik yang selalu berada dalam pikiranku disana. Seseorang yang sudah beberapa minggu ini tak bisa kulihat lagi. Aku suka memandang mata dan senyumnya. Sangat teduh seperti mata dan senyum ibu. Kenanga memang mirip dengan ibu. Mungkin itu pula yang membuatku jatuh cinta semenjak pertana kali melihatnya.

Jariku membelai layar itu. Saat ini aku begitu merindukannya. Ada keinginan yang sangat  dalam untuk  memeluk. Kemudian aku akan menceritakan semua yang  kurasa,  kerinduan juga kegelisahanku. Namun keadaan saat ini  tidak memungkin  kami bertemu secara langsung. Aku masih menjadi buronan polisi. Lagi pula dia belum mengenalku.

Tapi jujur  sampai saat ini aku tetap tidak ingin memilikinya. Bukan karena aku tidak mencintainya. Tapi aku cukup tahu diri,   kalau aku tidak pantas untuknya. Dia tumbuh dikeluarga harmonis. Berasal dari keturunan baik baik. Berbanding terbalik denganku. Kedua orang tuaku jelas jelas tidak menginginkanku. Aku bisa tumbuh besar karena belas kasihan dari bu Jira almarhum ibu angkatku. Dan satu lagi aku tidak ingin orang yang kucintai menderita. Ia pasti akan sengsara hidup bersamaku. Karena aku tidak akan mampu memberikan kehidupan 'normal' untuknya.

Terlebih perseteruanku dengan keluarganya baru dimulai. Kakak laki lakinya baru saja menghubungiku dan memakiku dengan kata kata yang sangat kasar. Wajar juga, karena kalau sampai kabar ini tercium oleh media. Bukan hanya karir ayahnya tetapi juga karir Dipta juga akan hancur.

Siapa yang mengira kalau seorang Dipta adalah seorang penjudi kelas kakap? Siapa pula yang mengira kalau dia adalah salah satu perpanjangan tanganku dalam memasok senjata ilegal? Dipta lah yang membuka jalan bagiku dengan memperkenalkan orang orang yang bermain dalam bisnis itu. Dan dia mendapat fee yang tidak sedikit.

Aku akui kemampuan Dipta dalam mengorganisir dan bernegosiasi  sangat baik. Karena itu mungkin karirnya di Deplu juga  cemerlang. Ditambah dengan posisi ayahnya yang sangat penting di kepolisian. Jadilah Dipta seorang yang sempurna untuk menjadi partnerku.

Perbedaan kami cuma satu. Aku bekerja tidak dengan topeng sebagai orang baik baik. Tetapi Dipta mampu menggunakan topengnya dengan sangat baik.

Karir keluarga Andreas Wicaksono saat ini berada di tepi jurang. Itu karena Andreas sendiri yang mencoba bermain denganku. Kalau saja ia cerdas dalam bermain dan tidak terlalu bernafsu mengambil semua milikku, mungkin aku masih bisa memaafkannya. Tapi ketika dia menyentuh  sesuatu yang tidak seharusnya. Apalagi dia sudah menyentuh bisnis teman temanku. Aku tidak bisa diam. Kalau mau habis ya habislah kami bersama. Aku tidak mau jatuh sendirian.

Aku memejamkan mataku. Hatiku bertanya kenapa Kenanga harus ditakdirkan menjadi putri seorang Andreas.  Kenanga tidak mungkin kuraih. Dalam mimpipun seharusnya aku tidak layak. Seorang calon dokter yang pintar dan cantik. Itu saja sudah menjadi modalnya dalam mencari suami. Dan aku yakin tidak ada orang yang akan menolaknya menjadi menantu.

Tapi aku tidak bisa memilih kepada siapa cintaku akan berlabuh. Aku hanya hanya seperti penggemar yang selalu menstalker artis favoritnya. Selagi berpikir ponselku tiba tiba berbunyi, dari Agus anak buahku.

"Ya ada apa gus"

"Coba anda cek email boss"

"Ok. Terima kasih"

Aku segera membuka emailku. Dan terkejut dengan apa yang sudah dikirimkan Agus. Foto foto kebersamaan Michael dan Kenanga. Aku mengepalkan tanganku seketika. Ternyata apa yang aku takutkan terjadi. Dia memiliki hubungan khusus dengan Michael Prawira.

Beberapa waktu lalu aku meminta Agus untuk mengikuti Kenanga. Ini bukan tanpa resiko. Tapi aku sangat percaya pada Agus. Bahkan Nathan dan Kevin pun mungkin tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Selama ini aku  tidak bisa lepas dari bayang bayang Kenanga.

Mencoba menahan rasa amarah dan cemburu. Memandang photo mereka berdua yang sedang berkencan. Aku tidak tahu sudah sejauh mana hubungan mereka. Hatiku berteriak aku tidak akan membiarkan ini berlanjut. Aku akan menghentikannya secepat mungkin. Aku tidak mau kalah dua kali. Aku segera  melupakan keinginanku untuk tidak memilikinya.

Sudah cukup ayah Michael memporak porandakan hidupku selama ini. Tapi aku akan berkata tidak untuk sekarang dan masa depanku nanti.  Saat ini juga, aku memutuskan Kenanga harus menjadi milikku. Aku akan melakukan segala cara untuk itu. Seorang Michael Prawira tidak akan pernah memiliki Kenanga. Dengan begini tidak hanya seorang Michael yang terluka tetapi ayahnya juga. Aku akan memainkan pionku melalui Andreas Wicaksono.

***

Seorang laki laki setengah baya tampak memasuki klub Sunset. Dia seperti seorang pengunjung biasa. Matanya berkeliling seperti mencari seseorang. Kemudian menghampiri meja bar, Lalu memesan sebuah minuman dengan kadar alkohol rendah.

Laki laki itu kembali mengedarkan pandangannya. Sampai kemudian bartender bertanya

"Menunggu seseorang?"

"Oh tidak. Saya hanya mencari seseorang."

"Siapa?"

"Agus, anda kenal?"

Bartender itu tertegun. Dia merasa sudah melakukan kesalahan besar. Terlebih tuan besarnya sedang menjadi buronan polisi. Sang laki laki setengah baya melihat kegugupan dimata sang bartender.

"Saya ada perlu sedikit dengan dia. Bisa saya ketemu?"

Bartender itu melambaikan tangannya kepada seseorang disitu. Sambil membisikkan sesuatu. Orang yang dibisikinya langsung pergi dan melangkah ke lantai dua klub tersebut. Sementara mata sang tamu mengikuti orang suruhan tersebut.

Sang bartender tampak tetap gelisah. Sampai kemudian seseorang yang mereka tunggu datang dan menghampiri lelaki itu.

"Saya Agus, anda mencari saya katanya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Bisa kita bicara berdua?" Tanya orang itu

"Penting?" Tanya Agus

"Sangat penting." Jawab orang itu

"Baiklah. Mari ke ruang saya saja"

Dalam hati agus sudah bisa menebak niat orang tersebut. Dari gayanya dia tahu orang tersebut bukanlah seorang gay. Pria itu lebih mirip polisi.  Mereka akhirnya melangkah ke ruangan pribadi milik Agus. Setelah mempersilahkan tamunya duduk. Agus mulai bertanya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya ingin bertemu dengan Bima. Bisa pertemukan saya dengannya?"

"Maaf saya tidak tahu dia dimana saat ini."

"Bukankah dulu setiap malam dia kemari?"

"Ya, tapi itu dulu. Sudah agak lama tidak kemari."

"Jangan bohongi saya. Saya tahu dia pemilik klub ini. Kalau anda mau bekerjasama saya janji pihak saya tidak akan mempersulit anda."

"Maaf pak saya memang tidak tahu."

"Tapi pemilik klub ini dia Bima Wisesa kan?"

"Bapak salah klub ini masih atas nama bapak Arfandi."

"Tapi Arfandi sudah lama meninggal. Dan anak angkatnyalah yang sekarang mengelola klub ini."

"Sayalah yang mengelola klub ini pak. Bapak lihat sendiri. Selama ini orang yang bapak sebut namanya itu hanyalah pengunjung kami."

"Anda bisa saya anggap menghalangi penyelidikan"

"Saya sudah menyampaikan kebenarannya pak, apapun anggapan bapak itu terserah bapak."

"Saya bisa menyelidiki tempat ini."

"Silahkan pak. Saya tunggu surat perintahnya."

Agus  menutup pembicaraan mereka. Setelah tamunya keluar Agus melangkah ke kursi yang di duduki tamunya tadi. Dugaannya tidak salah
Dia menemukan alat penyadap yang telah tertempel dibagian  depan, dibawah meja kerjanya!

Sementara itu, sejak awal kasus ini ada. Agus sudah membereskan ruang kerja bima. Dia hanya meletakkan tempat tidur di ruang tersebut. Sementara isinya sudah diamankan ke salah satu rumah Bima di Bogor. Agus adalah tangan kanan Bima saat ini. Dan dia tidak akan pernah mengkhianati Bima.  Karena Bima lah yang telah menolongnya dan seluruh keluarganya bangkit dari keterpurukan.

***


Andreas wicaksono tampak termenung di balik meja kerjanya. Orang yang dia kirim mencari keberadaan buronannya, sampai saat ini belum memberikan kabar baik. Orang itu rasanya lebih licin dari pada belut. Dia sudah mendapatkan informasi tempat tinggal pria itu. Tapi sampai saat ini orang tersebut tidak pernah terlihat kembali ke rumahnya. Dan lagi tidak pernah ada dokumen atau semacamnya yang mereka temukan.

Dia juga sudah meminta anak buahnya untuk menyelidiki klub Sunset. Tapi hasilnya juga tetap nihil. Walau menurut salah seorang informannya kemungkinan besar pimpinan di Sunset tahu keberadaan  Bima.

Andreas merasa sangat sesak bila terus menerus ada di ruangan kantornya. Belum lagi ia harus memikirkan ancaman yang sudah dikirimkan Bima ke rumahnya. Ia tahu ancaman itu tidaklah main main untuk penjahat sekelas Bima.

Ia segera mengambil kunci mobilnya dan berniat keluar untuk sekedar menyegarkan pikiran. Di depan kantor ia berpesan pada anak buahnya bahwa ia hanya keluar sebentar dan meminta mereka menghubunginya bila ada yang penting.

Andreas mengemudikan mobilnya dengan tenang, walau pikirannya sedang tak menentu. Akhirnya dia memutuskan untuk memasuki area pengisian bensin. Sambil ke kamar mandi sebentar. Ketika keluar dari kamar mandi tiba tiba di hadapannya berdiri seorang laki laki berusia kira kira tiga puluh tahun. Menggunakan kacamata dan kumis serta janggut yang cukup tebal. Tiba tiba pria itu berkata :

"Apa kabar pak Andreas?" Tanya pria itu

Andreas terkejut. Dia tidak merasa mengenal laki laki tersebut.

"Siapa kamu"

"Saya Bima, anda mencari saya kan. Dan saya tahu saat ini anda sendirian." Pria itu berbicara sambil mencuci tangannya. Di ruangan ini memang tampaknya hanya mereka berdua.

"Saya memang mencari anda. Supaya anda bisa merasakan dinginnya penjara kembali" Andreas mengucapkan kalimat tersebut  dengan suara mendesis.

"Kalau itu tujuan anda, kita akan merasakannya bersama. Tidak hanya kita berdua tetapi bertiga"

"Apa mau anda sebenarnya."

"Berhentilah mengejar milik saya. Kalau yang sudah berlalu akan saya lupakan."

"Kamu perusak moral dan masa depan banyak orang. Saya akan tetap meneruskannya."

"Kalau begitu bersiaplah, saya akan mulai dari Dipta."

"Tidak semudah itu anda menyentuh keluarga saya"

"Cukup mudah pak Andreas. Bukti itu tidak hanya ditangan saya. Tapi juga ditangan orang orang saya. Bayangkan saja wajah istri anda dan ibu mertua anda."

"Stay in your lines boy" ancaman terdengar dari suara Andreas.

"Saya tahu apa yang saya lakukan. Dan saya juga tahu batasan saya" wajah Bima terlihat memerah.

"Saya tidak mungkin menarik semua berkas di kantor"

Bima tersenyum dalam hati. Ternyata seorang Andreas sudah mulai goyah. Bima tahu keluarga adalah segalanya untuk pejabat itu.

"Apa yang anda mau sebenarnya"

Bima terdiam. Namun ia tahu bahwa saatnya telah tiba.

"Saya hanya mau satu hal. Itu bukan uang karena saya tahu anda tidak punya sebanyak yang saya inginkan."

"Jelaskan, apa yang anda inginkan." suara Andreas kembali terdengar bergetar menahan emosinya ketika mengucapkan pertanyaan yang sama.

"Putri anda"

Andreas Wicaksono langsung menggebrak wastafel. Kali ini dia tidak mampu lagi meredam emosinya. Dia  langsung memberikan satu pukulan pada bima.

"Anda gila" desis Andreas.

Bima meringis menahan rasa sakit di bagian perutnya.

"Anda boleh menyebut saya  gila. Karena kalau tidak gila saya tidak akan berada disini sekarang. Tapi penawaran saya tidak berubah. Putri anda atau karier anda dan putra sulung anda. Jangan lupa disini saya memegang kartu as nya"

"Saya tidak akan memberikan putri saya pada bajingan seperti anda"

Bima hanya tersenyum kecil. "Baiklah kita lihat tiga hari ke depan. Anda akan tahu apa yang bisa saya lakukan."

Andreas benar benar kelimpungan dibuat Bima. Awalnya dia mengira bahwa dia akan berhadapan dengan seorang mafia yang kasar dan beringas. Tapi kali ini ternyata dia salah. Dia berhadapan dengan pria kebalikannya. Seseorang yang tampak tenang dan berhati hati namun sangat licin. Laki laki itu sudah mempersiapkan segalanya begitu lama. Dan akan dengan mudah menghancurkan keluarganya.

"Oh iya, saya lupa. Saya tidak akan meminta putri anda selamanya menjadi milik saya. Hanya dua tahun tidak akan lebih" 

"Sedetik pun saya tidak akan memberikan hidup putri saya untuk anda" desis Andreas ditelinga Bima

***

17/3/17

Happy reading

Maaf untuk typo

28.04.19

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top