1.
Author pov
Sebuah mobil model SUV melaju perlahan mengikuti gerak kendaraan di depannya. Jam di dashboard menunjukkan pukul tiga lewat lima belas sore. Biasanya waktu seperti ini belum macet. Tapi entah kenapa dari siang tadi hujan turun dengan deras disertai angin kencang. Sehingga banyak air tergenang disepanjang ruas jalan.
Pria yang berada di dalam mobil itu menghela nafas perlahan dan kembali menghentikan kendaraannya. Itulah sebabnya ia sangat malas keluar rumah pada saat matahari masih bersinar. Kalau tadi tidak ada urusan dengan bank maka ia akan memilih tidur di rumah. Karena biasanya ia akan keluar pada malam atau dini hari agar terhindar dari kemacetan. Beruntung pekerjaannya memberi kesempatan untuk itu. Klub miliknya memang mulai beroperasi jam enam sore. Biasanya pelanggan mulai datang setelah jam delapan malam dan pulang menjelang pagi hari.
Bima mengetuk jarinya diatas stir mobil sambil mengikuti ritme lagu lama dari Katon Bagaskara yang berjudul semoga. Ia menikmati alunan lagu tersebut. Walau sebenarnya bukan pencinta lagu lagu dengan nada lambat. Tapi untuk suasana sore ini lagu tersebut cukup enak terdengar ditelinga.
Tanpa sengaja ia menoleh ke arah kiri. Terpampang tulisan di sebuah papan kayu bercat putih. Panti Asuhan Putri Kasih. Entah kenapa rasanya ada daya tarik tersendiri dari papan putih bertuliskan huruf berwarna hitam tersebut. Di belakang papan kayu terdapat sebuah bangunan kuno yang juga bercat putih, sepertinya gedung peninggalan jaman kolonial . Halamannya tertata rapi dengan berbagai tanaman yang tumbuh subur. Juga ada beberapa pohon besar yang mengelilingi pagar.
Tiba tiba dari kejauhan terlihat salah satu pintu gedung terbuka. Seorang anak kecil memegang payung berjalan keluar dari gedung. Dibelakangnya seorang perempuan bertubuh mungil dan langsing mengikuti. Tidak lama sang perempuan mengambil alih payung dari tangan gadis kecil itu. Setelah menutup pintu mereka berjalan menuju gerbang panti asuhan. Semakin mereka mendekati gerbang semakin bima tidak mampu berkedip. Jantungnya terasa berdetak semakin cepat. Perempuan itu begitu cantik. Salah satu tangannya memegang payung dan tangan yang lain merangkul pundak gadis kecil yang berjalan disampingnya. Tampak ia berusaha melindunginya dari rintik hujan.
Begitu mendekat, Bima bisa memastikan bahwa tingginya hanya sekitar 160 sentimeter. Berkulit putih bersih dan rambut panjangnya diikat asal sehingga memberikan efek berantakan. Mengenakan rok dibawah lutut berwarna coklat tua dan blus putih yang dilapisi oleh cardigan berwarna coklat muda. Sepatu flat model simpel mempermanis penampilannya. Terlihat sopan dan sederhana.
Ini pertama kali Bima tidak mampu mengalihkan pandangan dari seorang perempuan. Gadis itu tidak hanya cantik tapi juga matanya menawarkan keteduhan yang menawan. Wajah gadis itu mengingatkannya pada raut ibu. Perlahan ia mengambil kamera yang selalu ada di jok sebelah. Menurunkan sedikit jendela dan buru buru memotret perempuan itu walau dihalangi oleh air hujan. Takut gadis itu keburu pergi.
Beberapa kali memotret secara candid akhirnya Bima melihat kelayar kameranya. Ia puas mendapatkan rekaman gambar yang bagus. Wajah perempuan yang sedang tersenyum kepada anak kecil itu sudah tersimpan dengan indah. Ada empat photo yang bagus. Dua photo perempuan dengan gadis kecil. Dan dua lagi perempuan itu sendirian.
Dengan sebelah tangan masih memegang kamera Bima menutup jendela secara perlahan. Jelas ia tidak ingin ketahuan. Sebenarnya tidak nyaman mengambil gambar seseorang secara diam diam
Ia seperti seorang detektif yang memburu targetnya. Tapi pesona perempuan mungil itu tidak dapat diabaikan.
Ketika perempuan itu sampai di halte, bertepatan dengan kendaraan didepan Bima mulai bergerak. Buru buru ia meletakkan kembali kameranya. Dan menginjak pedal gas. Sekilas diliriknya ke arah belakang melalui kaca spion. Tampak perempuan itu masuk kedalam taksi tepat dibelakang mobilnya.
Sebuah senyum kecil tersungging disudut bibir Bima. Sangat kecil dan nyaris tak terlihat pada wajah datarnya. Hari ini begitu indah bisik hatinya. Walau hujan membuat udara menjadi dingin, tapi sudut hatinya yang terdalam terasa begitu hangat. Siapapun kamu? Siapapun namamu? Akan kusimpan rapat rapat dalam relungku.
Bima pov
Namaku Bima Wisesa. Pekerjaan resmiku adalah pemilik sebuah klub gay bernama SUNSET. Awalnya klub itu milik papa angkatku. Setelah meninggal ia mewariskan semua hartanya padaku, karena ia sendiri tidak pernah menikah. Seseorang yang kupanggil papa sejak berusia awal dua puluh tahun. Tepat ketika aku baru selesai SMU. Kenapa usia dua puluhan baru tamat? Karena aku menghabiskan sebagian masa mudaku di penjara. Sejak usia lima belas tahun aku harus mendekam disana. Kesalahanku adalah membunuh orang yang hampir memperkosa ibuku. Aku mendapatkan ijazah SMU dengan mengambil Ujian paket C.
Kisah hidupku teramat kelam. Aku bukan pria baik baik. Pekerjaanku hampir tidak pernah jauh dari dunia hitam. Itupun kalau menjadi pembunuh, penjudi, dan pemilik pabrik serta pengedar narkotika masih layak untuk disebut sebagai pekerjaan. Aku juga punya bisnis lain yakni penjualan senjata dan tempat perjudian. Untuk dua yang terakhir aku di back up oleh beberapa aparat. Karena aku punya hubungan baik dengan beberapa pejabat yang korup, maka aku selalu lolos setiap kali mereka melakukan penggerebekan.
Aku lahir dari hubungan gelap dua anak manusia yang katanya saling mencintai. Kisah cinta klise yang tidak direstui orang tua karena berbeda keyakinan. Sehari setelah aku lahir keluarga perempuan yang melahirkanku memberikanku kepada salah seorang pelayan mereka. Jadilah aku tumbuh hanya berdua dengan bu Jira. Aku memanggilnya ibu. Menganggap ia satu satunya orang tuaku. Perempuan yang begitu kuat dalam menghadapi kerasnya hidup. Bersamanya aku belajar bagaimana cara bertahan hidup. Bu Jira bisa bekerja apa saja. Mulai dari tukang cuci, tukang masak, membuat kue kue kecil untuk ku jual, apa saja asalkan menghasilkan uang yang halal. Namun akhirnya ibuku yang kuat itu harus menyerah pada tubercholosis. Dia meninggal setelah bertahun tahun bertahan. Saat itu aku masih dipenjara. Dan tidak bisa ikut memakamkannya. Aku yang kehilangan arah karena kepergiannya akhirnya keluar dari penjara tanpa tujuan, lalu bertemu dengan ayah angkatku. Seorang pria tua kesepian tanpa istri dan anak. Seseorang yang mengajarkanku banyak hal mengenai bisnis du dunia gelap.
Untuk orang tua kandung, aku sudah tidak peduli. Aku tahu mereka, namun aku juga tahu bahwa mereka tidak ingin mengenalku. Anak hasil kesalahan mereka dimasa lalu. Mereka sama sama sudah menikah dan juga punya anak. Jelas aku adalah debu yang harus dihapus dari kaki mereka. Yang jelas mereka orang kaya dan memiliki segalanya. Tapi apakah mereka bahagia atau tidak dengan kehidupannya, bukan lagi urusanku kan?
Aku tahu kalau aku adalah penjahat kelas kakap yang selalu menjadi incaran polisi. tapi salahkah kalau aku juga punya mimpi? Menjalani kehidupan normal seperti orang lain. Aku berharap kelak aku akan menghabiskan hidup dengan seorang perempuan yang kucintai dan mencintai aku. Membina rumah tangga bersama. Punya anak anak yang manis dan pintar. Tapi aku harus tetap realistis karena tidak mungkin berumah tangga dan mewujudkan mimpiku. Hidupku terlalu kotor untuk itu.
Aku sering berkhayal alangkah indahnya bila ada seseorang yang menunggu kita dirumah setelah lelah bekerja seharian. Namun aku berusaha untuk membuat hatiku tidak kecewa kalau harapan itu tidak tercapai. Karena tidak mungkin menemukan seorang perempuan baik baik untuk kunikahi. Perempuan baik baik pasti akan memilih pria yang baik pula. Dan aku pasti berada dalam daftar coret.
Jalanan masih macet, taksi dibelakangku tadi masih berada disana. Namun bayangan perempuan itu tidak terlihat. Tampaknya ia duduk tepat dibelakang sopir. Menghindariku hhmmm. Aku memang layak untuk dihindari. Apalagi oleh perempuan seperti dia. Tanpa perlu mengenal lebih dekat aku bisa tahu tipe seperti apa dia. Satu perempuan yang benar benar baik. Sebutir berlian diantara jutaan butir pasir. Aku tidak layak memiliki ciptaan Tuhan seindah ia.
Aku bisa menebak karakter seseorang hanya dari gesture tubuhnya. Hasil dari pengamatanku dalam menjalani kehidupan gelap. Tahu mana manusia baik, pura pura baik dan benar benar tidak baik alias bajingan sepertiku.
Perempuan yang kulihat tadi pasti benar benar baik. Matanya memamcarkan itu. Baru beberapa menit, aku sudah merindukannya. Kutatap.kembali taksi yang ada dibelakangku. Berharap kalau kami akan memiiki tujuan yang sama.
Ternyata aku salah. Disebuah perempatan, mobil itu berbelok kearah lain. Aku kehilangan ia hari ini. Kutepikan mobilku sejenak. Menyesal karena tujuan kami berbeda. Aku menggelengkan kepala. Ini bukan aku yang sebenarnya. Aku tidak pernah menginginkan seorang perempuan secara berlebihan. Apalagi perempuan baik baik.
-kejar saja, ia hanya gadis panti asuhan. Tak pinya orang tua.
+jangan, kamu tidak layak untuknya. Ingat wajahnya mirip ibumu. Apa kamu tega menyakiti ibumu?
-kamu berhak berhak bahagia. Dengan wanita manapun.
+tidak dengan semua wanita. Jangan dia. Ia tinggal di panti asuhan. Kasihan!
-tidak perlu mengasihani siapapun. Dunia juga tidak mengasihi kamu.
Aku hanya diam. Tidak tahu jawaban apa yang tepat atas pertarungan dalam hatiku. Semua masih terlalu dini.
Happy reading. Maaf untuk typo
Senin 8419
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top