Bab 9 Chatting perdana

"Ternyata selain cantik parasnya, akhlaq dirimu mencerminkan kepribadianmu sesungguhnya. " ~ Adnan

Adzkiya merentangkan kedua tangannya di udara, tubuhnya terasa sangatlah pegal. Pekerjaan sudah selesai, ia berniat untuk menutup laptop yang sudah dipakainya seharian bekerja. Menjadi seorang front office yang merangkap menjadi back office membuat dirinya disibukkan dengan beberapa agenda dinas, salah satunya menyusun laporan kinerja dan juga anggaran yang dikeluarkan tiap bulan oleh bidangnya.

Namun Adzkiya menikmati pekerjaannya, walaupun belum bergelar tetapi sudah memiliki basic setara dengan staf lainnya. Jika kalian berfikir dirinya les, jawabannya sudah pasti tidak. Adzkiya memiliki skill dan belajar otodidak, setidaknya kemampuan selama menuntut ilmu di bangku sekolah menengah atas bisa dipakai olehnya. Seorang wanita paruh baya memasuki ruangan staf, Azzura langsung menunduk dan menyenggol lengan Adzkiya.

"Kiya, agendakan minggu depan untuk rapat dengan kecamatan jangan lupa, buat surat keluarnya dan kasih ke saya terlebih dahulu biar dikoreksi!" perintah Ibu Santi.

"Baik Bu Kabid, Kiya sudah menggosongkan agenda minggu depan. Untuk lokasinya di ruang rapat lantai satu dan untuk snack berikut spjnya sudah disiapkan nanti, tinggal surat keluarnya yang akan ibu koreksi." Adzkiya memberikan map berisi file yang berisi surat keluar.

"Terimakasih Kiya, oh iya sudah jam empat besok kita lanjut bekerja kembali. Zura, kamu nanti bantu Adzkiya untuk menulis notulen rapat!"

"Baik Bu Kabid," ucapnya dengan senyum.

"Kalau begitu saya koreksi surat ini dirumah saja, saya duluan pulang ya! Assalammualaikum." Setelah mengucapkan salam Bu Santi langsung meninggalkan ruangan stafnya.

"Wa'alaikumussalam, Fi amanillah Ibu kabid," jawab keduanya serempak.

"Kak Kiya, nongkrong yuk!" ajak Azzura.

"Ayo, kita kemana-" ucapannya terjeda ketika mendengar bunyi notifikasi dari ponsel miliknya, "Zur, sebentar ya balas chatting dulu. Coba kamu tanyain anak-anak bisa engga hari ini kita nongkrong?"

"Hm, yang sudah ketemu sama my crush beda banget deh hehehe." Ledek Azzura sambil meraih tas selempangnya.

My crush

Assalammu'alaikum Nai,

Kamu sudah pulang?

Adzkiya

Wa'alaikumussalam, Kak.

Ini baru beres-beres sih, kenapa gitu Kak?

Hm, mau engga kita jalan dulu sebentar.

Kalau kamu tidak keberatan, Kakak jemput kamu ya.

Adzkiya

Boleh, yasudah jemput saja Kak.

Kiya share lokasinya ya.

*sharelock*

Tunggu sepuluh menit lagi sampai,

Adzkiya

Fii amanillah, Kak, jangan ngebut-ngebut sayang sama nyawa.

Kalau Kakak sayangnya sama kamu gimana?

*read*

Adzkiya tersenyum ketika membaca balasan terakhir Adnan, boleh tidak sih jika dirinya berteriak karena senang saat ini. Tapi dirinya ingat batasan, tidak sepatutnya bahagia karena rayuan lelaki. Sedangan Azzura berjalan menuju pintu keluar, dering panggilan masuk membuatnya meninggalkan ruangan kerja. Dengan cekatan Zura menekan tombol hijau tanpa peduli siapa yang sudah mengganggu dirinya, wajahnya berbinar ketika mendengar suara kakak sepupunya. Puncuk dicinta, ulam pun tiba tanpa harus merasakan kemacetan sore hari ditambah menunggu ojol yang akan dipesannya.

Lelaki yang menelponnya tidak lain adalah Wildan, jika kalian masih ingat pemilik star's caffe. Kali ini dirinya ingin mengajak Azzura untuk menonton bioskop dan sekedar berbelanja agar membuat sepupunya itu tidak badmood, karena sejak pagi setelah membaca salah satu postingan story diakun media sosialnya. Membuat Wildan ingin sekali memperbaiki mood swingnya, keduanya memang sangat akrab layaknya sepasang kekasih.

Mobil fortuner putih milik Wildan sudah sampai diparkiran kantor Zura, lelaki itu keluar dari mobil dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Senyuman tipis ditambah dengan celana bahan hitam tidak lupa kemeja biru dipadukan switer merah marun membuat kadar ketampanannya makin bertambah.

Azzura langsung berlari menuju parkiran mobil, ia merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Wildan. Namun lelaki itu bukannya merentangkan kedua tangannya kembali tetapi menjitak kepala Azzura.

"astagfirullah hasta, Wildan kardeş. insan olmak gerçekten kötü, Zura amcaya şikayet ediyor, (astagfirullah sakit, Kakak Wildan. Jahat banget jadi orang, Zura adukan pada paman)," ucapnya dengan bibir ditekuk.

"Evet, üzgünüm, yine de sarılmak istiyorum, yeri görme. Evde ve toplum içinde eşitlenme, sen bir yetişkinsin, Zura. Önce alışveriş merkezine gidelim. (iya maaf, lagian minta dipeluk engga liat tempat. Jangan samakan antara dirumah dan di tempat umum, kamu sudah dewasa Zura. Ayo kita ke mall terlebih dahulu." Wildan merangkul Azzura, saat keduanya sedang asik bercengkarama. Tiba-tiba datang sebuah motor yang parkir tidak jauh dari keduanya, Wildan melepaskan kacamata yang dipakainya memastikan jika dirinya mengenali motor yang baru terparkir itu.

Sedangkan Azzura tatapannya mengarah Adzkiya yang berjalan menuju parkiran, dirinya langsung melambaikan tangan kearah Adzkiya namun tidak dihiraukan. Seorang lelaki membuka helm full face, Azzura dan Wildan menatap dengan raut wajah terkejut.

"Adnan!" ucap Wildan.

Merasa namanya disebut, Adnan langsung melihat kearah belakang. Betapa terkejutnya ketika melihat atasannya sedang berada di kantor adik tingkatnya, rasanya sangat canggung bertemu tanpa sengaja seperti ini. Ingin sekali pura-pura tidak kenal, tetapi dia adalah kepala manager ditempatnya bekerja.

Adnan langsung turun dari motor lalu menghampiri Wildan, "Loh, Kok Pak Wildan ada disini? Jemput calon istrinya yah?"

"Oh iya kenalin, ini Azzura sepupu saya. Tadi engga sengaja lewat arah kantornya jadi menyempatkan untuk menjemput sekalian ada perlu, kamu sendiri ngapain disini?" tanyanya balik.

"Jemput temen, tumben Pak Wildan engga ke café?"

"Hari ini baru selesai rapat dengan direksi perusahaan milik keluarga, mendampingi Daddy tapi udah selesai satu jam yang lalu. Lagian percuma punya staff pribadi tapi engga bisa bekerja dengan baik, sayang-sayang saya memberikan gaji dan tip lebih besar dari pegawai yang lain."

Adzkiya yang melihat Adnan sudah sedang mengobrol langsung menghampirinya, rasa buncah bahagia terpaut diwajah cantiknya. Azzura yang melihat perubahan ekspresi Adzkiya langsung dengan jahil menyenggol tangannya, "Oh jadi ini my crush Kak Kiya, pantas saja sehabis dari minimarket tadi sibuk dengan ponselnya. Padahal prinsip Kak Kiya kalau bekerja adalah don't hold your phone while working, prioritize getting the job done first. Kayaknya sekarang my crush sudah membuat Kak Kiya kecanduan ponsel nih," ledeknya.

"Mulutmu lemes banget sih Zur, oh iya maaf hari ini engga bisa ikut nongkrong sama kalian. Next time we plan to play together again, and apologize to them," ucapnya dengan raut bersalah.

"No problem, but remember not to focus too much on men than our work!" peringatnya.

"Ah.. thank you, you are my best friend. Kalau begitu kita berdua pamit dulu ya, ayo Kak Adnan!" ajak Adzkiya lalu menarik tangan Adnan menjauh dari keduanya.

Azzura yang melihat Wildan menunduk saja langsung menginjak kaki sepupunya itu, dengan spontan Wildan mendorong Azzura sampai perempuan itu terjatuh diatas aspal. Ia bangun dengan sedikit merintih karena kesakitan dibagian bokongnya, bukannya meminta maaf Wildan malah memasuki mobilnya.

"Dikkat et, intikamımı bekle, böylece Kardeş Wildan artık keyfi olmayacak.( awas saja tunggu pembalasanku, biar Kakak Wildan tidak semena-mena lagi)," ucapnya dengan lirih.

Sementara Adzkiya sedang memakai helm yang dibawa oleh Adnan, dengan perhatian lelaki dihadapannya membantu memakaikan helm. Rasanya saat ini Adzkiya ingin pingsan saja, eh tapi jangan deh! Nanti Adnan malah jalan sama yang lain. Setelah siap, Adnan langsung menaiki motornya dan mulai menstater sedangkan Adzkiya kebingungan bagaimana cara untuk menaiki motor ninja yang dikendarai oleh Adnan.

Sialnya hari ini dirinya memakai rok, bukan memakai celana kulot yang biasa dipakai. Untung saja masih memakai celana legging, Adnan memberikan tangan kirinya lalu menaruh tangan kanan Adzkiya dipundak kanan. Dengan susah payah akhirnya Adzkiya bisa menaiki motor milik Adnan, setelah mengucapkan terimakasih Adnan langsung mengendarai motornya meninggalkan pelataran kantor.

Disepanjang perjalanan, keduanya berbagi cerita tentang masa-masa bangku sekolah. Betapa bodohnya dulu Adzkiya sampai mengidolakan kakak tingkatnya, walaupun saat ini rasa cinta mungkin masih bersemayam di hatinya. Adnan membawa Adzkiya ke taman kota yang tidak jauh dari kantor, setelah memarkirkan motor Adnan membawa Adzkiya ke kursi taman.

Banyak anak usia tiga tahun bahkan sampai anak-anak remaja yang sedang menghabiskan waktu sorenya dengan berolahraga, di Kota Bogor memang banyak taman-taman yang dijadikan pusat olahraga seperti lapangan sempur, taman ekspresi, taman heulang dan juga taman kencana. Namun kali ini Adnan memilih lapangan sempur sebagai lokasi untuk menghirup udara bebas, disekitaran lapangan sempur banyak sekali pepohonan yang membuat lapangan tersebut bertambah asri.

Belum lagi di sebelah kiri dari lapangan sempur adalah Kebun Raya Bogor, jika saja hari ini weekend Adnan ingin membawa Adzkiya berkeliling Kota Bogor atau bahkan menghabiskan waktu sekedar untuk menonton film. Adzkiya sibuk dengan ponselnya mengabadikan setiap tingkah laku anak usia balita, ia meraih tasnya untuk mencari sepasang coklat dan juga permen gula-gula yang selalu tersedia di dalam tas.

Adnan sangat bahagia ketika Adzkiya menghampiri anak gadis berusia kurang lebih tiga tahun, tanpa disadari oleh wanita itu. Adnan merogoh ponselnya disaku celana untuk mengabadikan momen yang menurutnya sangat langka ini, jantung Adnan berdetak kencang saat melihat sifat keibuan dan kecantikan Adzkiya dari dekat. Karena sebelumnya ia hanya mengagumi dalam jarak jauh, bahkan dulu tidak bisa sedekat ini.

"Oh Allah, sungguh mulia kepribadian wanita dihadapanku saat ini. Bukan hanya kecantikan akan parasnya, namun juga hati dan akhlaqnya. Sungguh beruntung lelaki yang akan mempersuntingnya, jika engkau meridhoi tuntun hamba untuk memperbaiki iman agar bisa membawanya menuju ridhomu. Engkau maha pembolak-balik hati manusia, kami hanya bisa meminta dan memohon padamu. Sisanya engkau yang bisa menentukan hasil akhir dari semua perbuatan yang kami jalani," monolog Adnan.

Adzkiya yang melihat Adnan melamun, dengan sifat jahilnya membisikan sesuatu pada anak-anak. Sekitar sepuluh anak-anak berlari kearah Adnan lalu meminta lelaki itu untuk menceritakan sebuah kisah tauladan, Adnan menatap kearah Adzkiya yang tersenyum dan mengiyakan permintaan mereka dengan cara mengangguk. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top