Bab 4 Pertemuan

  hai semuanya, sebelum membaca kisah ini jangan lupa klik vote dan komen dibawah ya. karena komentar kalian sangat berpengaruh sama semangata aku untuk menulis cerita .. 

****

"Wanita yang bermartabat baik ialah yang bisa menjaga pandangannya dari bukan mahram." —Wildan

Satu jam berlalu, keempat sahabat itu sudah menghabiskan hidangan yang tersedia, Naila membuka buku catatan yang sudah dibawanya. Ini saatnya untuk membahas bisnis yang akan mereka rilis unuk memperbaiki perekonomian Indonesia. Walaupun hanya sedikit, angka pengangguran di Indonesia saat ini sangatlah tinggi.

Peluang usaha malah minim, perusahaan besar biasanya lebih memilih untuk mempekerjakan yang sudah memiliki pengalaman bekerja dan memiliki basic dalam bidang yang dibutuhkan. Apalagi yang paling utama adalah tamatan sekolah, tidak sedikit anak-anak tamatan SMA sederajat hingga saat ini masih menganggur dan hanya menjadi penjual asongan saja. Bahkan ada banyak di antara mereka yang menghabiskan waktu menongkrong tidak jelas dan berbuat kriminal tanpa memikirkan jangka panjangnya bagaimana.

Naila berdeham membuat mereka bertiga menatap ke arahnya. "Alma bagaimana kalau minggu ini kita mencari lokasi yang strategis untuk memulai membangun usaha baru, kamu tau sendiri negara kita ini sedang krisis ekonomi. Kita buat peluang usaha walaupun masih kecil-kecilan, coba Naila ingin sekali mendengar ide dan masukan dari kalian."

Alma membuka tasnya untuk mengambil tablet yang selalu dibawa saat bekerja. Namun, kali ini dia ingin menunjukkan lokasi yang sudah disurvei olehnya beberapa waktu lalu. "Nai, Alma sudah menemukan lokasi yang strategis, namun tanah tersebut sedang bersengketa. Tapi, tenang saja saat ini sedang tahap mediasi. Papa sudah ikut andil untuk membantu kita berbisnis ini dan untuk desain kantor nantinya kita akan membahas sama-sama di mana dari ruang tunggu dan lainnya harus kita perhatikan kenyamanannya," ucap Alma dengan memperlihatkan tanah lapang yang kosong di layar tabletnya.

"Alhamdulillah, kalau Papa kamu yang turun tangan. Oh, iya, malam makin larut kalau begitu Naila pamit duluan, ya, Soalnya Abi meminta untuk pulang jangan lewat dari jam sembilan malam," ujarnya.

"Apa perlu Kiara antar, Naila?" tanya Kiara.

"Hm ... boleh kalau Kiara tidak sibuk. Lagi pula Naila tidak membawa motor hari ini. Azzura besok jangan sampai telat datang, loh. Bantuin Kakak untuk mengerjakan data kemiskinan," pintanya pada Azzura yang sedang sibuk dengan ponselnya.

Azzura memberi tanda hormat pada Naila, sedangkan Kiara memutar bolanya malas. "Siap, Kak. Besok Zura akan datang lebih pagi. Hati-hati di jalan, ya, dan untuk Kak Kiara bawa motornya jangan ngebut!" pesan Azzura.

"Iya, Anak Kecil. tanpa kamu minta juga saya sudah sadar diri," jelasnya.

Alma dan Naila berpelukan tanpa perpisahan untuk hari ini, sebelum keluar dari Star's caffe Kiara menjaili Azzura sampai membuat mood-nya berantakan. Naila yang melihat raut wajah Azzura masam pun akhirnya memberikan sebuah cokelat yang selalu dia bawa setiap hari. Kiara yang melihat itu pun hanya mendelik tidak suka. Terkadang Azzura itu sifatnya labil, kadang menjadi layaknya wanita manja, tetapi juga menyebalkan yang membuat dirinya harus mengusap dada untuk menahan marah.

Setelah kedua sahabatnya pamit pulang, Alma minta izin untuk ke toilet pada Azzura. Rasanya ingin sekali membasuh wajah agar kembali fresh setelah seharian sibuk bekerja ditambah berkumpul melepas rindu walau hanya sebentar. Setelah dirasa lebih baik, Alma berjalan keluar dari toilet dengan terburu-buru untuk kembali ke meja reservasi, tetapi karena kecerobohannya menabrak seorang bartender yang sedang membawa jus pesanan tamu.

Tumpahan jus itu membasahi gamis yang dipakainya, Alma mendongakkan kepalanya menatap siapa yang telah ditabraknya. Kedua bola matanya beradu dengan lelaki yang berdiri di hadapannya, bibir Alma tertutup rapat ketika melihat wajah lelaki yang sangat ia kenal.

"Afwan, Mbak. Saya tidak sengaja," ucapnya dengan rasa bersalah.

"Tidak masalah, Kak. Lagi pula ini salah Alma yang jalan tidak hati-hati. Maaf atas kecerobohanku." Adnan yang merasa tidak asing dengan nama gadis di hadapannya langsung menatap bola matanya, pipi yang chubby, kulit putih, tinggi, dan bibir yang tipis. Alma mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan, sementara Adnan hanya mengangguk.

"Oh, iya. Kalau begitu saya duluan, Kak. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Hati-hati, jangan sampai nabrak orang lain lagi, ya!"

Alma hanya mengangguk dan berjalan kembali menuju tempat duduknya. Rasanya sulit dipercaya jika dia dipertemukan kembali dengan seseorang masa lalu yang membuat sahabatnya jatuh cinta. Bahkan, beberapa waktu lalu dia tidak sengaja membaca buku harian milik Naila ketika berkunjung ke kediamannya. Allah ingin sekali Alma langsung menghubungi sahabatnya jika dia bertemu dengan lelaki idamannya.

Namun, dia harus menyelidiki dahulu kepribadian dari lelaki itu. Alma sangat ingin melihat Naila bahagia di tangan lelaki yang tepat. Mungkin nanti ia akan menceritakan pertemuan ini pada sahabatnya. Alma duduk kembali di kursi tangannya merogoh ponsel untuk mengabarkan calon suaminya jika dia akan pulang dengan Azzura.

"Kak Alma, kita mau pulang kapan?" tanyanya.

"Ayo, sekarang. Tapi, kamu tunggu di mobil saja karena Kakak harus membayar bill terlebih dahulu." Alma memberikan kunci mobil Avanza Veloz pada Azzura, sementara gadis itu mengambil tas selempangnya, lalu meninggalkan Star's caffe.

Alma berjalan menuju kasir. Setelah mengantre, ia menyebutkan meja reservasi dan menanyakan berapa total pembayarannya. Kasir menyebutkan totalan pesanan, Alma memberikan kartu ATM. Setelah semuanya beres, ia meninggalkan kasir dan melangkahkan kakinya keluar. Ketika ia sampai parkiran, pandangannya melihat ke arah parkiran khusus di mana dua orang tengah berbicara dengan akrab.

Alma yang penasaran akhirnya menghampiri kedua orang tersebut, Wildan yang melihat seorang gadis menghampirinya langsung menundukkan pandangan. Azzura melihat lawan bicaranya menunduk langsung membuka suara. "Hei, Kak, kenapa jadi nunduk gitu, sih!"

"Zura!"

Azzura yang merasa terpanggil langsung membalikkan badannya, bodoh sekali dia sampai lupa jika kunci mobil Alma ada pada dirinya. Azzura meraih tas selempangnya dan memberikan kunci mobil itu.

"Afwan, Kak, saking asyiknya berbicara sama Kak Wildan sampai lupa kalau kuncinya ada di Zura. Oh, iya, kenalin ini Kak Wildan, Saudara sepersusuan Zura dari Papa."

Wildan yang merasa namanya disebut itu langsung menganggukkan kepala.

"Hai, saya Alma, sahabatnya Azzura," ucap Alma masih dengan menundukkan pandangannya.

"Oh, ayolah, Kak. Perkenalan kalian kenapa enggak salaman, sih?" tanya Azzura dengan raut wajah polosnya.

"Dek, jika bertemu dengan lawan jenis atau yang bukan mahram sebaiknya kita menundukkan pandangan. Kamu ingat dengan perintah Allah untuk menundukkan pandangan, dari mata bisa timbul zina. Entah itu zina pikiran, zina hati, dan zina mata. Oleh sebab itu, kenapa Kakak dan teman kamu menundukkan pandangan, sesuai dengan firman Allah dalam surah An-Nur ayat 24 yang artinya: 'Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'"

Azzura mencerna ucapan dari Kakak sepupunya itu, memang selama ini kedua orangnya lebih mementingkan pekerjaan dari pada memberikan akidah agama padanya.

Alma sangat kagum dengan penjelasan Wildan, lantas ia kembali membuka suara. "Zura, bahkan Ibnu Katsir rahimahullah berkata, 'Ini adalah perintah dari Allah ta'ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharam.' Semoga kamu paham dengan apa yang Kak Wildan dan saya jelaskan!"

"Masyaallah, maafkan Zura, Kakak. Karena tidak tahu tentang batasan-batasan pada yang bukan mahram. Kakak ajari Zura untuk lebih baik lagi. Zura sangat ingin memperbaiki akhlak," katanya lirih.

Wildan menyetujui permintaan adik sepersusuannya itu. tanpa dikomando, Azzura langsung memeluk Wildan sambil menangis. Alma yang paham situasi langsung pamit pulang terlebih dahulu, membiarkan Azzura dengan kakak sepupunya. Wildan masih sibuk dengan aktivitasnya membalas pelukan, ternyata benar ucapan maminya jika Azzura masih sama seperti dahulu.

Walaupun delapan tahun LDR dengan keluarga besarnya, tidak membuat Wildan melupakan untuk berkomunikasi. Apalagi menanyakan perkembangan sepupu yang paling disayangnya, yaitu Azzura Arabela. Baru empat bulan Wildan kembali ke kota kelahirannya setelah menempuh pendidikan pascasarjananya. Ia membawa Azzura untuk memasuki star's caffe, mungkin setelah pekerjaannya selesai Azzura akan diantarkan pulang ke rumah olehnya sambil bertemu Paman Billy.

***

Sementara di tempat lain, Naila baru saja sampai di rumahnya. Rasanya lelah sekali hari ini setelah bekerja ditambah harus ke kampus terlebih dahulu sebelum dirinya bertemu dengan para sahabat kesayangannya, Abi Harrist yang baru saja turun dari mobil melihat putrinya yang baru saja turun dari mobil.

Naila yang mendengar suara langkah kaki langsung membalikkan badannya, betapa terkejut ketika melihat Abinya bersama dengan seorang pria paruh baya di sampingnya. Allah, drama apa lagi yang akan dibuat oleh orang tuanya saat ini? Tidaklah cukup dengan ucapan saja jika ia menentang untuk pertemuan kedua keluarga ini. Setelah mengucapkan salam, Naila langsung memasuki rumah.

Tujuannya saat ini adalah kamar, Ummi Daliya yang mendengar suara lari lansung melihat ke arah tangga di mana Naila tengah tergesa-gesa berlari ke lantai atas. Saat akan menyusul putrinya, suara salam menggema di depan rumah. Dengan senyuman ia menyambut kedatangan suami tercinta, tangannya meraih tangan kanan Abi Harrist untuk dicium, lalu mengambil alih tas kerjanya.

"Ummi, ini adalah Tuan Eldar. Beliau ingin makan malam bersama keluarga kita, panggil semua anak-anak, termasuk Naila. Karena ada hal penting yang ingin Abi sampaikan!" perintah Abi Harrist pada Ummi Daliya, lelaki itu langsung membawa tamunya ke taman belakang untuk berbicara sambil melihat langit malam yang sunyi.

"Ya, Rabb, jangan bilang ini adalah saatnya perjodohan Naila. Hamba hanya ingin melihatnya bahagia dengan pilihan hatinya, bukan karena perjodohan ini. Bagaimana caranya untuk menyampaikan pada suamiku jika Naila pasti menolaknya mentah-mentah," monolognya.

Naila langsung menutup pintu kamarnya dengan keras, cukup sudah menjadi boneka bagi kedua orang tuanya. Ia ingin menjadi anak yang bebas memilih apa yang baik menurutnya, jika saja ada Kak Ghaffar pasti ia akan meminta tolong untuk membujuk Abinya. Bukan Naila tidak percaya pada Ummi, ia sangat paham kalau Abi sudah mengucapkan 'A' maka Ummi tidak bisa mengucapkan 'B'. Ummi lebih menurut pada keputusan Abi, daripada mendengarkan isi hati putrinya itu.


****

revisi : 10 april 2023

jangan lupa follow akun instagram sekar_puji_indriaswati

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top