Bab 3 Me time with best friend

hai semuanya, 

happy reading ya jangan lupa tinggalkan jejak dan komentarnya ya!

****

"Persahabatan itu ibarat jari, jika salah satunya terluka, semuanya akan terasa sakit. Suka dan duka dilalui bersama-sama."

—Adzkiya

Setelah selesai makan siang dan mendapatkan ucapan selamat dari beberapa anggota instansi pemerintah ataupun BPJS Kesehatan, Bu Santi, Naila dan Pak Helmansyah pamit undur diri untuk kembali ke kantor. Ia memilih duduk di kursi belakang, kepalanya sedikit pening karena kurang tidur semalam. Mungkin, dengan tidur sebentar akan membuat otaknya kembali stabil lagi ketika bekerja nanti.

Sudah cukup hampir seminggu lebih ini Naila masih bergelut dengan tugas kerja dan tugas kampus, hal itu membuat pikirannya terkuras. Selama weekend kemarin, ia tidak bisa keluar rumah untuk sekadar jalan bersama sahabat-sahabatnya, mungkin sedikit merilekskan diri nanti sore di cafe yang berada di salah satu pusat kota akan lebih membuat Naila melupakan penat.

Kemacetan sudah menjadi rutinitas di Kota Bogor, di beberapa titik kemacetan biasanya diakibatkan oleh angkutan umum yang mengetem sembarangan dan masih banyak lagi. Jarak dari Dinas Kesehatan ke kantor yang biasanya hanya 15 menit, sekarang malah hampir 25 menit. Naila terbangun dari tidur lelapnya, pandangannya menatap sekeliling dan betapa terkejutnya ia sudah sampai di parkiran kantor.

"Astagfirullah, dasar ceroboh kamu, Nai! Masa malah asyik tidur di dalam mobil, bisa-bisa jadi bahan tertawaan staff kantor," monolongnya. Naila langsung membetulkan penampilannya, lalu meraih tas laptop tidak lupa map file yang dia bawa tadi.

Sesampainya di ruangan, Naila langsung meletakkan barang bawaan di meja kerjanya lalu duduk di kursi. Saat pandangannya melihat meja tempat kerja Azzura, gadis itu tidak ada. Mungkin gadis itu sekarang tengah melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim. Naila membuka laci mejanya untuk mengambil sandal dan mukena yang biasa ia pakai.

Dengan berwudu mungkin rasa kantuk akan segera hilang, hatinya kembali tenang, dan akan kembali fokus pada pekerjaan. Selepas mengambil air wudu, Naila memasuki musala yang berada tidak jauh dari area parkir. Azzura baru selesai melipat mukena dan melihat ke arah pintu musala di mana Naila tengah berdiri.

Raut wajahnya langsung berbinar bahagia, ia langsung berdiri dan memeluk Naila dengan haru. Ia yang melihat tingkah pola sahabat sekaligus adik kesayangannya itu langsung membalas pelukan, ia sangat bersyukur dikelilingi oleh orang yang mencintainya dengan tulus.

Azzura melepaskan pelukannya. "Azzura sangat bahagia melihat prestasi Kak Naila dalam bidang kemasyarakatan. Tidak salah kalau Bu Santi lebih menyayangi kamu dibandingkan staff yang lain. Bahkan, memberikan fasilitas kesehatan, uang tip, dan ilmu yang lebih. Padahal, Kakak, kan, lagi sibuk kuliah. Kok, bisa membagi waktunya?" tanya Azzura dengan antusias.

"Nanti akan Kakak jawab semua pertanyaan kamu, sekarang biarkan Kakak untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam terlebih dahulu. Lebih baik kamu hafalan lagi, deh, Al-Qur'an-nya. Ingat, jangan mentang-mentang kita sudah khatam beberapa kali, tapi masih enggan untuk sekadar membaca kitab suci umat Islam," ujar Naila dengan nada lembut.

"Hehehe, maaf, Kak Naila. Ya, sudah salat dulu sana! Zura akan menunggu Kakak sambil membaca Al-Qur'an."

Azzura berjalan menuju nakas yang tidak jauh dari saf khusus wanita untuk mengambil kitab suci umat Islam. sedangkan Naila mulai melaksanakan salat dengan khusyuk.

***

Di tempat lain, seorang laki-laki tengah berlari menuju pintu karyawan. Jika saja tadi Bunda Alin tidak menyuruhnya untuk mengantarkan barang Akhmar yang tertinggal, mungkin sekarang Adnan sudah berada tempat khusus karyawan dan tidak harus berlari. Untung saja tenaganya masih kuat untuk berlari dari parkiran ke pintu karyawan yang letaknya kurang lebih 2 kilometer.

"Nan, buruan kamu absen sebelum waktunya habis!" perintah Rivaldo, teman satu sifnya.

Adnan langsung menaruh ibu jarinya di mesin fingerprint khusus karyawan.

"Alhamdulillah, jika saja lewat satu menit, kan, lumayan gaji dipotong lima puluh ribu. Apalagi saat ini restoran lagi sepi pengunjung, enggak bisa berpikir kalau sampai tempat ini benar-benar tutup karena gulung tikar," ucap Adnan dengan memandang ke arah lain.

"Sut! Omongan adalah sebuah doa. Jangan berbicara yang belum ada faktanya. Ya, memang belakangan ini resto sepi, tapi, kan, Pak Bos tetap menggaji kita full, tidak dipotong sama sekali. Tetap harus banyak bersyukur, di luaran sana masih ada orang yang membutuhkan pekerjaan." Rivaldo langsung memakai apron khusus barista begitu juga dengan Adnan mengambil miliknya dan langsung mencuci tangan sebelum memasuki meja barista.

Sebelum pertukaran dengan shif pagi, seluruh personil di-breafing terlebih dahulu. Setelah berdoa sesuai agama yang dianut oleh masing-masing personel, Wildan selaku owner restoran langsung memberikan beberapa arahan pada setiap personel. Adnan dan Rivaldo memasuki meja barista, keduanya merapikan meja sebelum memulai bekerja.

Hari ini restoran padat oleh pengunjung, seluruh staf sibuk mengerjakan tugas masing-masing. Pelayan silih berganti memberikan selembar pesanan pengunjung, Adnan langsung membuat beberapa pesanan yang dibutuhkan. Rivaldo sibuk meracik coffe expreso dan menghiasnya di cangkir saji.

Wildan kerap melihat dan membantu ikut serta melayani pelanggan, dirinya tidak gila hormat bahkan rela untuk sekadar bergabung membantu koki atau juru masak andalannya. Memang restoran ini sangatlah besar dan sudah memiliki anak buah yang banyak, tetapi apa salahnya ia juga ikut merasakan bagaimana sulitnya mencari uang?

Sebenarnya, Wildan tidak mau meneruskan usaha milik kedua orang tuanya. Namun, karena pesan terakhir mendiang kakeknya, ia harus rela untuk berkecimpung di dunia bisnis makanan.

Adnan dan Rivaldo keteteran dengan pesanan minuman yang membeludak.

"Adnan, kamu bantu Aldo membuat coffe dan minuman lain. Biarkan saya yang membuat pesanan smoothies!" perintah Wildan.

Adnan yang merasa tidak enak hati melihat manajernya langsung turun akhirnya mencekal tangan Wildan.

"Afwan, Pak. Biarkan kami saja yang mengerjakan semua. Pak Wildan biar duduk manis saja di ruangan, lagi pula enggak etis juga seorang manajer langsung turun tangan untuk menyiapkan pesanan para pelanggan," ucap Adnan dengan jujur.

"Adnan, lagi pula saya di sini sama seperti kalian bekerja. Restoran ini milik keluarga, ingin sekali saya merasakan apa yang kalian rasakan ketika mencari rezeki. Sebagai manajer bukan hanya bisa duduk di belakang layar komputer, melainkan harus bisa memberikan daya ketertarikan sendiri pada pelanggan. Salah satunya dengan membuatkan pesanan mereka dengan penuh cinta, karena ada pepatah yang mengatakan dari lidah turun ke hati," ucap Wildan dengan terkikik-kikik.

Seluruh staf bar hanya bisa tersenyum melihat kelakuan manajer barunya itu. Adnan dan Rivaldo setuju dengan ucapan Wildan. Rivaldo menyalakan bel di atas meja bar, pertanda jika pesanan sudah siap untuk diantar, beberapa waiters menghampiri meja bar untuk sekadar mengambil pesanan dan memberikan list pesanan baru.

Azan Asar berkumandang, Wildan yang baru saja selesai membantu tim bar akhirnya melepaskan apron dan tidak lupa membersihkan tangannya kembali. Adnan melihat jam di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan jam istirahat sekaligus waktu panggilan Allah akhirnya meninggalkan pekerjaannya. Sesibuk apa pun pekerjaan, Adnan dan Rivaldo selalu mengerjakan salat lebih awal.

***

Naila tengah duduk di depan komputer. ia baru saja beres mengerjakan notulensi rapat. Hari ini pekerjaan tidak membuat dirinya lembur kembali, tetapi mendapatkan lampu hijau untuk pulang lebih dahulu karena ingin mengurus administrasi di kampusnya. Ia mematikan layar monitor komputernya dan membereskan kembali meja kerjanya.

"Cie yang pulang lebih dulu, kayaknya mau me time sama Kak Alma dan Kiara, nih. Tapi, kok, Zura engga diajak, sih? Jahat banget, deh," ucapnya dengan melihat ke sembarang arah.

"Uluh, adik kesayangan Kak Naila ngambek, nih, ceritanya? Nanti setelah jam pulang, kamu langsung ke lokasi restoran yang sudah Kiara reservasi saja. Di grup akan kembali di-share untuk lokasinya, ya. kalau begitu Kakak pamit pulang lebih dulu, ya," ucap Naila dengan mengusap pipi gembil Azzura.

"Hm, iya, deh, Kak. hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa baca bismillah dan jangan main ponsel terus kalau lagi di perjalanan, enggak baik, loh!" Azzura mengingatkan dengan penuh perhatian. Ia sangat tahu kebiasaan Naila selalu memainkan ponsel saat sedang di perjalanan.

Sebenarnya, tidaklah baik ketika di perjalanan fokus kita malah pada gadget, bukan pada jalan. Bisa saja ada seseorang dengan niat jahat ketika fokus kita teralihkan langsung menjambret barang bawaan kita atau malah dihipnotis. Karena di masa perekonomian yang sedang sulit seperti saat ini, siapa saja akan dibutakan oleh nafsu dan tidak memikirkan sebab dan akibat yang mereka ambil.

Naila hanya mengiakan ucapan Azzura, setelah beres merapikan meja kerjanya seperti semula. Ia meraih tas kerja dan langsung berpamitan pada staf dan atasannya langsung, Naila membuka ponsel pintarnya untuk memesan jasa ojek online. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima menit pengemudi ojol tersebut sudah ada di parkiran kantornya, dengan memakai helm dan tidak lupa menaruh ponselnya kembali di ke dalam tas.

***

Alma telah sampai lebih dahulu di Star's caffe tujuannya saat ini adalah resepsionis untuk menanyakan di mana tempat yang telah dia pesan sebelumnya. Setelah mengantre, Alma menyebutkan namanya kepada salah satu petugas. Hanya membutuhkan waktu lima menit setelah memverifikasi kembali, ia diantar oleh waiters ke tempat duduk.

"Silahkan duduk, Kak. Apakah ingin memesan sekarang atau nanti?" tanya salah seorang waiters dengan membawa menu pesanan berikut dengan note kosong dan pulpen.

"Saya masih menunggu teman, kamu bisa kembali ke tempat semula," ucapnya dengan sopan, seorang waiters tersebut meninggalkan Alma dengan buku menu di meja.

Ia merasa bosan, ketiga sahabatnya itu selalu saja terlambat. Padahal, dirinya juga memiliki kesibukan yang lain, kalau bukan ini adalah hari kebahagiaan Naila. Mungkin dirinya lebih baik menghabiskan waktu bersama calon suaminya itu, apalagi lelaki yang dicintainya itu seseorang posesif. Alma harus pandai membohongi calonnya, tidak lama kemudian Kiara datang bersama Azzura di sampingnya.

Ketiganya memutuskan untuk memesan minuman terlebih dahulu, Azzura menjelaskan jika dirinya saat ini sedang dekat anak magang yang ada di kantornya, sementara Kiara hanya menyimak semua ucapan gadis itu dan tanpa menatapnya. Alma menyimaknya sambil memilih-milih makanan yang akan mereka pesan.

"Kak Alma pasti akan terpesona dengan ketampanan anak magang di kantor, Zura saja sampai terkejut ketika dia pertama kali datang ke ruangan memperkenalkan diri sebagai anak magang. Andai Zura memiliki kesempatan untuk mengungkapkan isi hati pada lelaki itu, rasanya ingin memiliki dia seutuhnya." Azzura membayangkan wajah lelaki yang membuat hatinya deg-degan.

"Zura, sebaiknya kamu fokus pada karier dan masa depan dulu. Emang sudah ada pemikiran untuk menikah muda, banyak risikonya tau!" ucap Kiara dengan nada penekanan di akhir bicaranya.

"Oh, ayolah, Kak Kiara. Zura sudah sangat memikirkan matang-matang. Tapi, sepertinya harus menunggu sampai lulus sarjana nanti. Enggak lucu, kan, kalau lelaki itu mempunyai gelar sedangkan calon istrinya tidak?" tanya Azzura dengan kekeh.

"Sebenarnya tidak salah kamu mencintai siapa pun, tapi adakalanya kamu harus bisa menjaga perasaanmu agar tidak lebih mencintai seseorang. Ingat, Allah itu sangat cemburu pada umatnya, loh," ucap seseorang yang sudah berdiri di belakang Azzura.

"Naila!" ucap ketiga sahabatnya.

"Hehehe, afwan, Bestie. Tadi ada sedikit kendala di perjalanan. Yuk, kita makan," ajak Naila dengan senyuman manis.

Keempatnya bercerita tentang kesibukannya selama seminggu full, seorang waiters membawakan pesanan mereka. Azzura yang sudah sangat lapar akhirnya memutuskan untuk memakannya lebih dahulu tanpa menunggu sahabatnya. Naila hanya bisa menggelengkan kepala. Sifat sahabatnya berbeda-beda, tetapi ketika salah satunya terluka pasti mereka akan merasakan yang sama. 

****

revisi 10 april 2023

1713 kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top