Bab 14 Bahagiaku Saat Bersama Denganmu
"Kamu tau makna bahagia yang sesungguhnya? Kebahagiaan itu tercipta saat bisa bergandengan bersama dengan orang yang dicintai. Sama halnya dengan Saya yang mendapatkan ijin darimu untuk mencintai dan memperjuangkanmu dalam ikatan halal nanti"
~ Muhammad Adnan Al-Farrist
Setelah selesai makan malam bersama dengan keluarga Adzkiya, Adnan memutuskan ijin keluar sekedar untuk menghirup udara segar. Ghaffar menyuruh Adzkiya untuk mengantarkannya ke taman belakang, sementara ia akan membicarakan hal penting dengan Abi Harrist untuk kebahagiaan Adzkiya. Jika tidak ia bertindak cepat saat ini, maka Ghaffar tidak akan bisa melihat adiknya bahagia dengan pilihan hidupnya sendiri.
Sesampainya di taman belakang, Adzkiya langsung duduk diatas ayunan kayu yang tersedia tidak jauh dari pintu belakang. Sedangkan Adnan berjalan menuju kolam ikan, jika memperjuangkan cintanya harus menempuh ujian ia akan rela untuk menghadapinya. Sudah saatnya ia bahagia dan menjadikan Adzkiya sebagai pelabuhan terakhirnya, cukup bermain-main mencari tulang rusuk yang pas.
"Ternyata seperti ini memperjuangan orang yang kita cintai dalam diam itu membutuhkan pengorbanan, bahkan sampai kamu harus berdebat terlebih dahulu dengan Abimu demi memutuskan untuk berjuang bersama-sama dengan kakak. Terimakasih karena sudah memilik Kakak untuk menjagamu dan menjalin hubungan menuju keseriusan, Kakak akan berusaha bekerja keras untuk segera melamarmu dalam waktu dekat," ucap Adnan memecah keheningan diantara keduanya.
Adzkiya memejamkan sesaat lalu berkata, "Ini adalah sebuah awal untuk memperjuangkan apa itu cinta, memang tidak semuanya akan berakhir indah. Namun apa salahnya jika kita berjuang bersama-sama dengan cara menguatkan dan menggenggam tangan satu sama lain, satukan tujuan utama kita yaitu menuju jenjang keseriusan."
Adnan mengangguk menyetujui ucapan dari adik tingkatnya itu, saat ini keduanya harus fokus pada tujuan utama yaitu meluluhkan hati Abi Harrist. Keduanya menghabiskan malam dengan berbincang di taman belakang, sementara di depan rumah sudah ada sepasang kekasih yang baru saja tiba setelah bekerja seharian. Raut wajah Adiva memancarkan keanehan ketika melihat sebuah motor yang terparkir tidak jauh dari motor milik kakaknya, dengan penasaran ia langsung berlari memasuki rumah meninggalkan kekasihnya yang mematung di depan pintu.
Setelah mengucapkan salam dengan sedikit berteriak Adiva mencari dimana keberadaan kedua orang tuanya, Alya yang tengah asik duduk di ruang tv langsung menatap kearah pembatas antara ruang tamu dan tempatnya saat ini. Adiva langsung duduk disamping adiknya lalu berkata, "Dek, dimana Kakak Kiya? Dan di depan ada itu motor milik siapa?"
Alya melirik kearah Adiva dengan raut wajah aneh, "Itu motornya temen Kak Kiya, eh iya tumben pulang sendiri dimana pacar kesayangan Kak Diva?" tanya gadis itu yang tidak melihat keberadaan kekasih Adiva.
Adiva menepuk jidatnya ketika ingat kecerobohan yang telah diperbuatnya, "Astagfirullah, my honey malah Kakak tinggal diluar lagi," pekiknya dengan setengah panik. Alya yang melihat tingkah konyol kakaknya hanya bisa tertawa, malam semakin larut Adnan berinisiatif untuk pulang terlebih dahulu.
Adzkiya memasuki rumah kembali diiringi dengan Adnan dan Akhmar di belakangnya, ketiganya kembali bergabung diruang tv dan berpamitan. Adiva yang baru bergabung kembali dengan keluarganya terkejut ketika melihat dua orang lelaki asing, setelah berpamitan dengan semua orang Ghaffar dan Adzkiya mengantarkan kedua adik kakak itu ke halaman rumah dimana motornya terparkir.
"Adnan, saya minta kamu untuk selalu membuat Adzkiya bahagia. Jangan sampai kamu melukai hatinya, apalagi membuatnya menangis. Jika itu terjadi jangan harap hidup keluarga kalian semua bahagia, Adzkiya adalah nyawa saya. Jangan sampai saya menjadi iblis ketika kamu membuat adik saya menangis dan menderita, camka itu!" Adnan dan Akhmar hanya mengangguk.
"Saya tidak bisa berjanji, karena takut nantinya akan menjadi hutang. Tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kebahagiaan pada Adzkiya," ucap Adnan dengan tulus.
Ghaffar menatap kedua bola mata Adnan yang terlihat sangat tulus dengan ucapannya, ia sangat bersyukur ada seseorang yang menyayangi adiknya dengan tulus. Semoga ini adalah awal yang baik untuk menuju kebahagiaan bagi adik kesayangannya, selepas berpamitan dengan Ghaffar. Adnan menaiki motornya diikuti Akhmar yang sudah duduk dibelakangnya, ia menatap Adzkiya lalu berpamitan untuk pulang. Setelah mengantarkan pujaan hatinya untuk pulang, Adzkiya memasuki rumah namun saat dirinya akan memasuki rumah tangan kanannya ditahan oleh Adiva yang sudah berdiri dihadapannya.
"Oh, jadi lelaki itu yang membuat Kak Kiya menolak perjodohan dengan putra sematawayang dari Om Eldar. Ayolah Kak, buka mata dan hati kamu sekarang lihat siapa lelaki itu sebenarnya dan keluarganya jangan sampai Kakak sendiri yang merasakan sakit hati," lirih Adiva.
"Diva, jangan memandang orang dengan sebelah mata kamu. Yang tidak baik menurut kamu belum tentu tidak baik menurut pencipta-Nya, dan yang baik menurut kamu belum tentu baik dan sempurna menurut pencipta-Nya. Jadi kita serahkan semua jalan hidup sesuai dengan skenario yang telah Allah siapkan, kamu jangan mengkhawatirkan Kakak. Sekarang fokus sama hubungan kamu dan calonmu, perbaiki solat dan diri kamu sendiri ya!" ucap Adzkiya mengingatkan adik kesayangannya.
Adiva mengangguk setuju, mungkin ucapannya tadi ada yang salah. Namun hati kecilnya mengatakan jika lelaki yang dibawa oleh Kakaknya bukan orang baik-baik, semoga saja tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi pada Adzkiya nanti. Setelah mengingatkan Adiva, Adzkiya memasuki rumah tujuan awalnya adalah ingin beristirahat cepat hari ini karena besok adalah puasa ramadhan pertama.
****
Dikediaman Orlem, Oma Alzena sedang berada di perpustakaan pribadi milik menantunya. Ia sengaja mengumpulkan beberapa anak buah suruhannya, sambil menunggu Eldar datang. Satu persatu anak buahnya menyampaikan fakta-fakta yang sudah dikumpulkan beserta beberapa poto wanita yang sudah menjadi tambatan hati cucu tersayangnya.
Memang Wildan tidak menyebutkan jika dirinya memiliki perasaan terhadap wanita itu, namun dari gelagat saat Oma menegur bahkan anak buahnya mengatakan jika Wildan pernah beberapa kali kepergok mengikuti seorang pemuda yang menjemput wanita pujaan hatinya itu.
Oma memandang pigura poto cucu kesayangannya, "Sampai kapan kamu akan menyembunyikan perasaanmu pada Oma, jangan kamu pikir bisa mengatasi masalah hati kamu sendiri," gumamnya.
Seorang pria berumur hampir kepala lima memasuki ruangan perpustakaan, mata elang yang sangat tajam membuat seluruh anak buah Oma Alzena hanya bisa menundukkan pandangan. Eldar memberikan kode untuk meninggalkannya dengan Oma Alzena, suara deheman membuat Oma membalikkan tubuhnya.
"Ibu, ada yang ingin El bicarakan. Ini tentang perjodohan antara Wildan dengan putri dari Harrist, El pikir jika perjodohan sukses hingga mereka menikah maka perusahan keduanya akan lebih berkembang lagi. Pasti Ibu jika bertemu dengan wanita pilihan El untuk menjadi pendamping hidup Wildan pasti akan setuju," ucapnya dengan berbinar saat mengingat wajah manis dari putri Harrist.
"El, kenapa kita tidak mengikuti kata hati putramu saja. Ibu yakin pilihan Wildan pasti tidak akan pernah mengecewakan keluarga kita, berdasarkan sumber dari anak buah yang sudah Ibu sebar untuk mengikuti gerak-gerik Wildan. Perempuan yang sudah membuat hati putramu luluh hanyalah teman kerja dan juga sahabat dari keponakanmu Azzura," ujar Oma Alzena lalu memberikan beberapa poto yang di dapat.
Eldar mengambilnya, wajahnya tampak terkejut ketika melihat wanita yang tidak asing. Ia lalu merogoh saku jasnya dan melihat kiriman poto yang diberikan oleh Harrist, "Ibu, kau serius jika wanita ini yang sudah membuat hati putra pewaris Orlem terpikat. Dan apakah Ibu tahu jika dia adalah wanita yang sama, namanya Adzkiya Naila. Dia adalah putri kedua dari Harrist sahabat sekaligus relasi kita," ucap Eldar dengan penuh binar.
"Really, tapi sebaiknya kita tunggu tanggal mainnya saja El. Biarkan Wildan yang memainkan perannya dengan baik, kita tidak perlu ikut campur tentang kisah cinta keduanya. Karena Ibu sangat yakin jika Wildan tidak akan mengajak wanita yang dicintainya berpacaran layaknya anak muda diluar sana, kita sudah menanamkan akhlaq baik pada pewaris tunggal Orlem. Jika saja mendiang istrimu masih ada mungkin akan bahagia, apalagi Wildan sangat dekat dengan Zehra. Semenjak rahim istrimu diangkat karena kanker yang dideritanya, Ibu sangat merindukannya bahkan sudah lama sekali tidak melihat senyuman dari wajah putramu itu," ucapnya panjang lebar.
Mata Elgar memanas, ia memang lelaki lemah ketika mengingat bagaimana perjuangan hidup dan mati istri tersayangnya. Bodoh, hanya satu kata yang menggambarkan suasana saat kepergian Zehra beberapa tahun lalu. Karena dirinya yang mementingkan bisnis hingga melupakan keluarga kecilnya, bahkan tidak mengetahui jika mendiang istrinya menahan sakit karena kanker yang di deritanya.
Jika saja bukan Oma Alzena tidak mengatakan yang sejujurnya pada Elgar mungkin ia tidak akan tau kondisi sesungguhnya, Elgar hanya bisa berada disisi istrinya didetik-detik stadium akhir. Dokter sudah mengangkat tangan bahkan kemoteraphi saja tidak akan membuat Zehra sembuh seperti sedia kala, karena hal itu membuat Wildan membenci Ayahnya.
"Ibu tau jika kamu menyesal karena tidak tahu penyakit istrimu sejak awal, mungkin jika tahu kamu akan membawa Zehra pergi jauh untuk pengobatan hingga sembuh. Namun Zehra menolak ketika Ibu ingin mengatakan yang sejujurnya, kamu tidak tahu bagaimana sakitnya istrimu ketika mendengar vonis yang dikatakan dokter jika hidupnya tidak akan lama lagi?" lirih Oma Alzena dengan mata merah menahan tangis pilu.
"Untuk apa kekayaan ini jika Zehra tidak bisa merasakannya, Bu, bahkan saat ini putra tunggalku sangat membenci Elgar. Bagaimana El bisa menuruti permintaan terakhir Zehra untuk terus menyayangi dan menjaga Wildan sampai akhir hayat nanti, rasanya El tidak pantas disebut Daddy oleh anak itu," lirihnya.
"El, sudahlah sekarang Zehra pasti bahagia, kita hanya harus mendoakannya agar dilapangkan kuburnya. Jangan terus menangisi kepergiannya, dan tentang Wildan. Ibu tahu sekeras apapun dirinya, hatinya akan luluh pada waktu yang tepat. Percayalah, didikan Zehra tidak akan salah," ucapnya dengan nada pilu.
Sementara di depan pintu perpustakaan yang memiliki celah seseorang tengah berdiri, tatapannya seakan kosong ketika mengingat kembali luka karena kepegian mendiang Bundanya. Sekeras apapun dirinya, dalam hati kecilnya selalu meronta ketika melihat Daddynya harus bekerja hingga larut malam. Bukan namanya Wildan jika sisi egoisnya tidaklah tinggi, dirinya hanya bisa luluh dengan kata-kata Alm. Zehra dan Oma Alzena orang yang disayanginya saat ini. Wildan menghapus airmatanya yang dengan lancang sudah menetes, setelah menutup kembali pintu perpustakaan. Ia langsung berjalan menuju ruangan pribadinya, untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top