BAB 12 PERMINTAAN OMA
"Jangan sampai melabuhkan hati kita pada orang yang salah, karena nantinya hanya penderitaan dan kesedihan yang didapat. Bukan kebahagiaan, tujuan utama dalam membangun rumah tangga adalah menuju sakinah. Bukan dengan air mata dan kepiluan."
~ Wildan
Sebuah mobil mewah memasuki massion milik keluarga Orlem, seorang wanita keluar dari mobil mewah tersebut dan tidak lupa disebelahnya ada cucu tunggal dari pemilik massion tersebut. Siapa lagi jika bukan Wildan dan Azzura, keduanya memasuki massion dengan menenteng goodie bag dikedua tangannya. Bukan, barang bawaan yang ditangan Wildan bukan miliknya melainkan sepupunya Azzura.
Oma Alzena yang baru saja selesai solat magrib langsung berjalan menuju ruang tamu, tatapannya membola ketika melihat meja tamu penuh dengan pakaian dan assesoris wanita. Wildan duduk disofa sambil memijat pelipisnya yang terasa pening, setelah berkeliling mall kurang lebih tiga jam lamanya. Membuat kepalanya terasa penat, untung saja ia langsung menarik tangan Azzura saat sedang memilih-milih jam mewah.
"Astagfirullah, Wildan, ini semua belanjaanmu?" tanya Oma dengan mimik wajah terkejut.
"Oma Zena sayang, ini adalah belanjaan milik Zura. Tadi Kak Wildan menjemput ke kantor dan mengajak ke mall, bukan begitu Kakak," balasnya dengan menatap Wildan.
Sementara ia menatapnya dengan jengah, Wildan berdiri lalu meninggalkan ruang tamu. Azzura mengambil salah satu tunik pilihan Wildan, lalu ia berkata "Oma, lihatlah tunik ini pilihan Kak Wildan langsung loh. Cocok sekali ditubuh Zura, oh iya Oma harus tahu ada kejadian aneh tadi di tempat kerja."
"Memangnya ada apa?" tanya Oma dengan raut penasaran.
"Tadi sewaktu diparkiran kantor, Kak Wildan menatap temen Zura seperti elang yang ingin menerkam mangsa. Eh tidak lama kemudian Kakak langsung menundukkan pandangannya, huh padahal mereka kelihatan serasi banget. Selain cantik parasnya ia juga cantik akhlaqnya, Oma tahu jika sebulan sekali pasti saja Kak Adzkiya menghabiskan waktu di panti asuhan atau yayasan yatim untuk menghibur anak-anak kecil disana. Cocok sekali kan dengan Kak Wildan yang tampan dan memiliki segudang harta melimpah," ucap Azzura dengan menggebu.
"Benarkah itu, tapi memang seharusnya Wildan dapat menjaga pandangan pada yang bukan halal. Oma makin penasaran dengan perempuan yang kamu bilang, bukankah katamu tadi kalian satu kantor. Pasti ada potret momen berdua kan? Boleh Oma lihat?" pinta Oma dengan antusias.
Azzura membuka tas selempangnya lalu memberikan ponsel kesayangannya pada Oma, perempuan paruh baya itu membuka ponsel Zura lalu melihat-lihat poto dimana kebersamaan Azzura dengan sahabatnya. Oma menjentikkan jarinya lalu tersenyum manis seraya memiliki ide yang brilliant, Zura yang tidak mengerti apa kemauan Omanya hanya asik dengan pakaian di hadapannya.
***
Seluruh keluarga Abi Harrist kini tengah berkumpul dimeja makan, Abi meminta putranya untuk memimpin doa. Sementara Ummi dan Nisa sibuk menuangkan menu makan malam dipiring suaminya masing-masing, hanya suara denting sendok dan garpu yang menghisai ruang makan. Ghaffar menatap Adzkiya yang makan sambil menatap pada ponsel disampingnya, ingin sekali ia langsung menegur adiknya namun tangannya dicekal oleh Nisa.
"Kiya, kenapa kamu malah melamun sayang?" tanya Ummi.
"A-anu Ummi, sepertinya Kiya ingin makan salad buah saja." balasnya dengan nada lembut.
"Ingin makan salad atau sudah kenyang karena makan malam diluar?' tanya Ghaffar dengan nada penuh penekanan.
"T-tidak, U-mmi, Abi, kalau begitu Kiya ke kamar dulu," ucapnya lalu berdiri.
"Duduk Adzkiya Naila Taleetha!" perintah Ghaffar.
Adzkiya kembali duduk sambil tertunduk, Ghaffar langsung membuka suara, "Abi minggu depan teman Ghaffar akan datang, sebaiknya kita buat jamuan terbaik untuknya dan perintahkan Adzkiya untuk membantu Ummi dan Nisa memasak didapur. Sudah saatnya dia bisa mengurus pekerjaan rumah, mau sampai kapan terus bekerja dan memilih menjadi wanita karir. Apalagi beberapa waktu lalu bukankah Om Alden sudah menyampaikan niat baiknya untuk menjodohkan Adzkiya dengan putra semata wayangnya, setahu Ghaffar harta dan kemewahan keluarganya itu luar biasa nominalnya. Adzkiya pasti bahagia jika menikah dengan putra dari Om Alden," ucap Ghaffar sambil menatap adiknya.
"Abi, sudah Kiya bilangkan kalau tidak mau dijodohkan. Bahkan Abi sendiri sudah memberikan tantangan untuk membawa lelaki pilihan Kiya sebelum lebaran, Ummi bantu kasih pengertian pada Kakak," ujar Kiya dengan mata berkaca-kaca.
Ghaffar yang melihat kedua mata adiknya yang sudah siap menetes langsung menahan tawanya, Abi yang ingin membuka suara langsung diam saat tangan kanannya dipegang oleh Alya. Ghaffar langsung membuka suara kembali, "Baiklah, bagaimana jika lelaki itu tidak bisa datang dan malah putra Om Alden yang datang membawa niat baik bagaimana? Apakah kamu akan menolak begitu saja?" tanya Ghaffar.
"Kak, Kiya mohon untuk sekali ini saja biarkan memilih jalan hidup sesuai dengan kemauan sendiri. Sudah cukup dari sekolah dasar hingga lulus bangku SMK Kiya mengikuti kemauan Abi dan Ummi, bahkan ikut les private Kiya ikutin kemauan Kak Ghaffar. Jangan ada yang ikut campur lagi dengan hidup Kiya kali ini, biarkan mencari jati diri sendiri tanpa harus bantuan kalian."
Tumpah sudah pertahanan Adzkiya untuk tidak menangis, Nisa yang melihat adik iparnya rapuh langsung berdiri dan memeluknya. Ghaffar yang duduk di samping adiknya langsung membelai rambutnya yang tidak tertutup khimar, "Kakak sudah menyuruh temanmu Adnan untuk datang dengan gentleman kerumah ini, maaf karena sudah memintamu untuk mengikuti semua kemuan kami. Tapi percayalah apa yang dilakukan Abi, Ummi, dan Kakak ini karena tidak ingin kamu disakiti oleh lelaki berengsek. Dan ingat luka kamu adalah luka kami juga, Kakak sayang sama kamu," ucap Ghaffar lalu mengecup kepala Adzkiya dengan sayang.
Adzkiya yang terharu langsung memeluk kakaknya, ternyata semua yang dilakukan keluarganya hanya demi kebaikan. Bukan ingin merusak, Adzkiya mengaku salah menilai sikap dan prilaku kedua orang tuanya. "Maafkan ucapan dan sikap Kiya, terimakasih karena Kakak sudah mau mengerti apa yang adikmu inginkan ini," lirihnya.
Nisa dan Alya terharu dengan drama yang ada dihadapannya, sedangkan Ummi dan Abi tersenyum bangga melihat kedekatan anak-anaknya. Memang momen seperti ini sangat jarang terjadi, apalagi semenjak Ghaffar menikah dan memilih untuk merantau. Momen ini sangatlah langka bagi Abi Harrist, setelah semuanya selesai makan Ghaffar meminta kepada seluruh keluarga untuk menghabiskan malamnya diruang keluarga.
****
Wildan baru saja keluar kamar mandi dengan memakai kimono towels tidak lupa rambut yang setengah basah, suara knop pintu terbuka membuatnya menatap kearah pintu kamar. Seorang wanita paruh baya memasuki kamar dengan membawa segelas coklat hangat kesukaan cucu kesayangannya, Wildan langsung berjalan menghampirinya lalu mengajak wanita paruh baya itu untuk duduk di sofa yang tersedia.
"Sepertinya ada yang sedang disembunyikan dari Oma," ucap Oma Alzena membuat Wildan menatap kearahnya.
"Maksud Oma? Dan menyembunyikan apa?" tanyanya dengan kening yang mengkerut.
"Oma sangat senang mendengar kalau kamu sepertinya mengagumi teman kerja dari Azzura, bahkan kamu bisa menjaga pandangan dari yang bukan mahram. Oma mendukung semua keputusanmu, dan tidak memaksa untuk menyetujui perjodohan yang akan Daddymu rencanakan. Karena kebahagiaanmu adalah kebahagiaan Oma juga, tapi Oma mohon sebelum ajal menjemput kamu harus segera menikah. Hanya itu permintaan tujuan Oma hidup," Pinta Oma dengan mengusap pipi Wildan.
Wildan menggelengkan kepalanya lalu menggenggam tangan Oma tidak lupa menciumnya, yang saat ini Wildan miliki adalah Oma dan Daddy Elgar. Namun karena kesalah pahaman membuat hubungan anak dan ayah renggang hingga saat ini, Wildan lalu membuka suaranya. "Oma, jangan berbicara seperti itu. Wildan hanya akan menikah ketika waktu itu tiba, lagi pula sepertinya calon istriku nanti harus sayang dan bisa merawat Oma. Wanita yang akan menjadi calon istri Wildan nanti adalah orang yang benar-benar berakhlaq baik, berbudi pekerti baik, yang terpenting adalah bisa menjadi cucu mantu kesayangan Oma."
Oma Alzena tersenyum mendengar tutur kata Wildan, sungguh jika putrinya masih hidup mungkin saat ini sudah sangat bahagia karena akhlaq mulianya. Ia berharap jika wanita yang dinikahi cucunya bisa membuat ikatan antara Elgar dan Wildan bersatu kembali. Wildan mengambil coklat panas buatan Oma lalu langsung meminumnya hingga tandas, Oma berdiri lalu membawa kembali gelas kosong.
Setelah kepergian Oma, ia berjalan menuju balkon. Tangannya membuka pintu, di depan balkon terbentang kolam renang yang sangat mewah. Wildan melihat kearah rembulan, dimana banyak taburan bintang dilangit yang luas. Jika dipikir-pikir benar ucapan Oma bahwa sudah saatnya dia mencari pendamping hidup, tapi apakah boleh jika Wildan meminta dua tahun lagi untuk membina rumah tangga. Karena menurutnya saat ini belum pantas untuk meminang seorang wanita, jangankan berpacaran, kenal dekat dengan seorang wanita saja tidak.
Terkecuali sepupu terdekatnya, namun Wildan lebih cenderung dekat dengan Azzura. Sejak kecil memang Azzura yang lebih akrab dan selalu bersamanya, ia membayangkan pertemuan dengan teman kantor Azzura. Senyumannya, mata almond yang dimilikinya menambah cantik parasnya. Ada rasa buncah dihatinya, Wildan merampalkan istighfar ketika pikirannya tercemar akan kecantikan wanita yang belum halal untuknya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top