Bab 19 - Kejutan
Happy Reading ^^
"Kamu tahu kenapa manusia sering mengeluh?" tanya papanya Ayra.
"Mungkin karena mereka merasa beban yang dipikul terlalu berat?" Ayra mencoba menjawab pertanyaan papanya.
Saat ini Ayra tengah di perjalanan menuju ke kampus bersama papa nya. Sebenarnya jarang sekali Ayra pergi ke kampus bersama papanya. Tapi hari ini dikarenakan mobil yang biasa Ayra kendarai ada sedikit masalah, jadi mau tidak mau ia harus pergi bersama sang papa.
"Bukan gitu Ay," kata papanya.
"Manusia mengeluh karena terlalu banyak berekspetasi. Seandainya manusia tidak berekspetasi yang berlebihan, maka tidak akan ada yang kecewa dan akhirnya mengeluh," lanjut papanya.
"Tapi bukannya wajar ya Pa kalau kita berekspetasi?" tanya Ayra.
"Tidak wajar jika kita bereskpetasi terlalu berlebihan. Apalagi memaksakan diri untuk hidup sesuai ekpetasi," jawab papanya.
Ayra mengangguk-angguk. Sebenarnya memang benar tidak salah untuk berekspetasi. Hanya saja manusia sering lupa untuk menerima kenyataan yang tidak sesuai ekspetasi.
"Liam apa kabar?" tanya papanya membuat Ayra salah tingkah.
Hubungannya dan Liam sudah berjalan lebih dari 6 bulan. Huft! Memikirkan lamanya hubungan mereka membuat Ayra kesal karena ternyata waktu Liam di Singapura di perpanjang.
"Baik Pa, oh ya Ay sampe lupa. Kemarin bang Liam titip salam buat Papa. Katanya di sana ia banyak ketemu sama mantan mahasiswa Papa," jawab Ayra.
"Oh ya? Bagus ya berarti mahasiswa-mahasiswa Papa pada sukses," kata papanya.
"Liam pulang kapan Ay?" tanya papanya lagi.
"Belum tahu Pa. Belum dipastikan juga. Harusnya sih sebulan yang lalu juga udah pulang," jawab Ayra.
"Kamu gak ada niatan buat ke luar negeri juga?" tanya papanya.
"Liburan Pa?" tanya Ayra sambil terkikik.
"Ya buat kuliah dong Ay. Lanjutin study kamu," jawab papanya.
Ayra berdecih dalam hati. Lihat papanya dulu memarahi Ayra habis-habisan karena tak kunjung menerima lamaran satu orang pun. Sekarang saat dirinya memiliki calon, dia malah disuruh buat kuliah lagi.
Ayra benar-benar tak habis pikir.
"Ayra udah pernah sih kepikiran buat kuliah lagi. Ngambil S3 di luar negeri kayanya bagus. Tapi mungkin belum rezekinya Pa, Ayra belum dikasih kesempatan buat itu," kata Ayra mencoba mengambil jawaban yang aman.
"Ay nanti pulangnya bareng papa lagi?" tanya papanya begitu mobil mulai memasuki area kampus.
"Enggak Pa, nanti Ayra bisa naik taksi online aja. Soalnya jadwal ngajar Ayra hari ini cukup banyak jadi kalau papa udah beres bisa langsung pulang aja enggak usah nungguin Ayra," jawab Ayra.
"Baiklah kalau begitu. Papa juga nanti pulang dari kampus mau ketemu dulu pak walikota soalnya," kata papanya.
"Iya Pa. Papa gak niat terjun ke politik, kan?" tanya Ayra sambil menyipitkan matanya.
Akhir-akhir ini yang Ayra ketahui papanya sering bertemu dengan orang-orang yang berasal dari dunia politik.
"Ya masa depan gak ada yang tahu Ay," jawab papanya sambil terkekeh.
"Udah kita udah sampai. Kamu yang bener ngajarnya," kata papanya begitu mobil sudah terparkir sempurna di parkiran khusus rektor.
"Papa makasih ya. Ayra berangkat dulu. Have a nice day Pa," kata Ayra sambil menyalami papanya.
"Kamu juga ya Ay," kata papanya dan mengelus lembut kepala Ayra.
"Okay. Bye Papa," ucap Ayra dan kemudian ia turun dari mobil.
Ayra melangkahkan kaki menuju ruangannya. Baiklah mari kita memulai hari ini dengan baik.
***
"Bu Ayra!" Ayra menghentikan langkahnya ketika mendengar suara yang memanggil namanya.
"Kenapa?" tanya Ayra begitu mengetahui bahwa yang memanggilnya adalah Radit, salah satu mahasiswanya.
"Ini buat Bu Ayra," ucap Radit sambil menyerahkan sebuah kotak.
"Apa nih?" tanya Ayra sambil membuka kotaknya walaupun dalam hati ia sudah mengetahui isinya.
Bukan yang pertama kalinya bagi Ayra kalau Radit memberinya bingkisan.
"Radit kamu jualan coklat ya?" tanya Ayra sambil terkekeh.
"Distributor Bu," jawab Radit menanggapi gurauan Ayra.
"Bolehlah saya daftar jadi reseller," kata Ayra dan ditanggapi tawa renyah Radit.
"Ibu mau langsung pulang?" tanya Radit.
"Iya," jawab Ayra.
"Mau saya antar?" tawar Radit.
"Eum gak usah, saya udah pesan taxi online ini tanggung," tolak Ayra dengan halus. Padahal sebenarnya dia belum memesan.
"Yaudah deh Bu kalau gitu. Hati-hati ya Bu, aku pamit duluan," kata Radit dengan kecewa.
"Iya kamu juga. Makasih ya coklatnya. Lain kali kamu gak usah repot-repot ngasih saya ginian terus. Saya mau pensiun dari coklat," kata Ayra.
"Hehe iya Bu," jawab Radit dengan tawa canggung.
Setelah Radit pergi Ayra pun melangkahkan kakinya menuju ke luar kampus. Rencananya ia memang ingin membeli dulu ice cream yang berada di seberang kampus dan setelah itu baru ia akan pulang.
Ayra mengecek ponselnya barangkali ada pesan dari Liam tapi hasilnya nihil. Sudah 4 hari ini mereka tidak berkomunikasi sama sekali. Ayra pun enggan menghubunginya. Walaupun pikirannya tengah berkecamuk tapi ia tetap mencoba bersabar dan berpikir positif bahwa pria ini mungkin tengah begitu sibuk.
"Apa tuh?" Ayra terlonjak kaget begitu ada seseorang dari belakangnya yang berbicara setengah berbisik.
"Abang!" pekik Ayra tak percaya melihat siapa gerangan pelaku yang mengagetkannya.
"Kamu serius banget main hp sampai gak sadar dari pintu itu aku ikutin kamu," kata Liam.
"Abang kok bisa di sini?" tanya Ayra heran.
"Bisa dong! Aku kan punya ajian biar bisa teleportasi," gurau Liam.
"Ih serius!" kata Ayra sambil memukul lengan Liam.
"Ya ampun Ay, aku baru dateng udah kamu pukul-pukul gini, di peluk atuh Ay," kata Liam sambil mengusap-usap lengannya yang sebenarnya tidak sakit.
Ayra berdehem menetralisir rasa gugup dan debaran jantungnya yang menggila. Jika tidak tahu tempat, sudah dari tadi Ayra ingin memeluk pria yang sudah sangat dirindukannya ini.
"Kamu udah makan belum? Yuk makan dulu," ajak Liam dan menggandeng tangan Ayra untuk mengikuti langkahnya menuju parkiran khusus tamu.
"Silahkan," kata Liam dan membukakan pintu mobil membuat Ayra tersipu diperlakukan seperti itu.
"Terima kasih Abang," ujar Ayra sambil tersenyum manis.
"Abang kapan pulang sih?" tanya Ayra begitu mobil keluar dari area kampus.
"Semalem aku baru pulang," jawab Liam.
"Kok gak ngasih tahu aku?" protes Ayra. Padahal kan dirinya ingin gitu jemput Liam di bandara biar kaya ftv gitu.
"Ceritanya sih aku mau ngasih kamu surprise tadi pagi tapi malah gagal karena aku bangun kesiangan," kekeh Liam dan melirik sekilas ke arah Ayra.
"Ay maaf ya kemarin-kemarin aku gak ngehubungin kamu. Aku sibuk banget karena beresin kerjaan sekaligus nyiapin buat pulang."
"Tapi sebenernya aku lebih sengaja sih gak hubungin kamu itu sebagian rencana ku bikin kejutan untuk kamu," lanjut Liam membuat Ayra tertawa renyah.
Untuk saat ini dirinya tengah berbahagia bisa bertemu kembali dengan pria ini dan ia tak mau mempermasalahkan hal-hal kecil sebelumnya.
"Iya Abang gak papa kok Ay ngerti. Lagian surprise Abang gak sepenuhnya gagal kok. Ayra tetap terkejut dengan Abang yang tiba-tiba datang ke kampus," kata Ayra dengan senyum senang.
"Abang udah ketemu mama aku?" tanya Ayra.
"Udah. Tadi sebelum ke kampus aku ke rumah kamu dulu," jawab Liam.
"Udah lama nungguin aku?" tanya Ayra.
"Baru se jam lah," jawab Liam.
"Abang dari mana tahu jadwal aku?" tanya Ayra lagi-lagi penasaran.
"Biasalah orang dalam," jawab Liam sambil terkekeh membuat Ayra mendengkus pelan.
Siapa lagi yang tahu jadwalnya kalau bukan mama nya.
"Ay makan di sini ya, enggak papa, kan?" tanya Liam dan memarkirkan mobilnya di depan restaurant western yang cukup terkenal.
"Iya enggak papa kan mobilnya udah berhenti," gurau Ayra.
"Eh serius Ay. Kalau kamu gak suka kita bisa balik lagi," kata Liam.
"Enggak Abang beneran gak apa-apa. Ay suka kok makan di sini," kata Ayra sambil terkekeh.
"Yaudah yuk," kata Liam.
Setelah turun dari mobil mereka pun berjalan berdampingan menuju ke dalam restaurant yang sore itu cukup ramai.
Setelah memesan makanan mereka pun duduk di salah satu kursi yang berada tak jauh dari jendela.
"Kamu besok ngajar?" tanya Liam.
"Iya kenapa emang Bang? Mau ajak aku jalan-jalan?" tanya Ayra dengan senyum manis.
"Iya sih soalnya dua hari lagi aku ke Jakarta lagi," jawab Liam.
"Loh Abang masih kerja di Jakarta? Belum di mutasi ke Bandung?" tanya Ayra. Ia pikir dengan kembalinya Liam dari Singapura maka pria itu juga berhasil di mutasi ke Bandung.
"Ya belum dong sayang, kan permintaan mutasi aku belum di acc sama kantor pusat." Ayra tidak berfokus pada ucapan Liam, ia hanya fokus pada saat Liam memanggilnya sayang dan entahlah rasanya banyak kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya.
Ia merasa seperti remaja labil lagi saat ini.
"Semoga aja ya Ay sebelum kita nikah aku udah di mutasi ke sini. Kan gak lucu kalau udah nikah kita malah ldr," lanjut Liam membuat pipi Ayra semakin memanas.
Berbicara secara langsung mengobrolkan pernikahan dengan orangnya rasanya amat beda dari pada saat mengguraukannya lewat telpon.
"Abang gak nyuruh Ay buat resign?" tanya Ayra heran. Bukannya kebanyakan lelaki menuntut perempuan yang harus mengalah jika jarak memisahkan mereka karena pekerjaan?
"Aku gak mau dong pernikahan membuat mimpi kamu untuk berkarir kandas begitu aja Ay. Aku mau jadiin kamu partner hidup aku dan itu berarti aku gak boleh egois dong. Karena sebelum kamu bersama dengan aku, kamu udah punya kehidupan kamu sendiri yang tentu saja harus aku hargai. Mau kamu memilih berkarir atau jadi ibu rumah tangga, aku akan tetap hargai dan dukung pilihan kamu. Yang penting kamu gak lupa nanti sama kewajiban kamu sebagai seorang istri," tutur Liam membuat Ayra tersenyum.
"Ayra pernah berbuat baik apa ya di masa lalu hingga memiliki calon suami yang sepengertian ini," ucap Ayra dengan kekehan lembutnya.
"Jadi udah di acc nih jadi calon suami?" tanya Liam sambil menaik turunkan alisnya.
"Ya gitu deh," kata Ayra asal.
"Eh tadi kamu dapat bingkisan cokelat lagi?" tanya Liam menanyakan isi bingkisan yang Ayra bawa. Ayra pun mengangguk sebagai jawaban mengiyakan.
"Dari mahasiswa kamu lagi?" tanya Liam dengan nada agak kesal.
"Iya Abang, emang kenapa?" tanya Ayra polos.
"Nanti mahasiswa kamu berharap loh Ay sama kamu," ucap Liam.
"Terus Ayra harus gimana? Masa nolak rezeki kan gak boleh," ujar Ayra.
"Mahasiswa kamu kok berani-beraninya sih ngedeketin kamu?" tanya Liam heran.
"Ya gimana dong Ayra masih kelihatan single gini. Lagian gak ada cincin tuh di jari manis Ayra!" dan Liam terdiam tanpa kata merasa tertampar dengan ucapan Ayra.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top