Bab 14 ~ Galau
Manusia hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan lah yang menentukan. Pepatah itu bukan sekadar pepatah bagi Ayra. Saat dirinya berniat dekat dengan Liam, pria itu pergi dan tak bisa ia gapai. Tapi saat dirinya hendak menjauh dan melepaskan semua masa lalunya, pria itu kembali padanya dan menawarkan masa depan.
Entah ia harus bahagia atau khawatir tentang hal ini. Apapun keputusan yang akan ia ambil ia hanya takut jika rencananya tidak sesuai dengan takdir dari Tuhan.
"Kamu tahu Ay kenapa di dunia ini kita diberi pilihan?" tanya Ananda membuat Ayra mengangkat bahunya tidak tahu.
"Karena takdir dibuat berdasarkan pilihan yang kita ambil. So, gak usah takut untuk mengambil pilihan. Apapun nanti hasilnya ya berarti itu takdir kamu," lanjut Ananda.
Ayra memang telah bercerita pada Ananda perihal Liam yang beberapa hari lalu menyatakan perasaannya. Dan saat ini masih bimbang dengan jawaban yang harus ia berikan.
"Aku masih nyoba ngumpulin keberanian aku buat nentuin pilihan," kata Ayra sambil memandang keluar jendela cafe.
"Semangat Ay, jangan mikirin masa lalu. Apapun itu suatu hari kamu akan bahagia dengan pilihan kamu," ujar Ananda sambil tersenyum meyakinkan.
***
"Yang aku tahu kalau emang seseorang itu mengharapkan orang lain bukankah dirinya akan berjuang?" tanya Ayra pada Dito. Saat ini mereka tengah makan malam bersama atas ajakan pria itu yang sulit untuk Ayra tolak.
"Ya seperti aku," jawab Dito sambil terkekeh.
Ayra menghembuskan napasnya pelan. Sudah dua minggu berlalu dan Ayra belum sama sekali memberi Liam kepastian. Tapi pria itu tak pernah sekalipun menghubunginya. Bagaimana Ayra bisa yakin terhadap pria itu jika sikapnya seringkali membuat Ayra ragu?
"Ada yang mengganggu?" tanya Dito kemudian menyadari perubahan raut wajah Ayra.
"Nothing," jawab Ayra sambil tersenyum. Rasanya memang tak etis saat dirinya tengah galau tentang perasaan seorang pria dan dirinya malah keluar dinner bersama pria lain.
Tapi entahlah Ayra sendiri tak yakin dengan semuanya untuk saat ini. Segala kemungkinan terus bercokol di kepalanya.
"Ay tahu Siska?" tanya Dito membuat Ayra langsung menoleh menghentikan acara makannya.
"Adik kelas yang waktu itu ngejar-ngejar kamu?" kekeh Ayra mengingat masa lalunya.
"Gak usah ngeledek gitu dong," cibir Dito dengan merajuk yang justru membuat Ayra semakin tertawa.
"Itu berkesan banget loh Dit. Saat itu hampir satu sekolah tahu gimana gigihnya Siska berjuang buat dapetin kamu," lanjut Ayra tak berhenti menggoda Dito.
Saat itu memang Dito adalah pria idaman di sekolahnya. Dan tak jarang banyak wanita yang terang-terangan mendekatinya tapi selalu diabaikan oleh pria itu.
"Jadi kenapa dengan Siska?" tanya Ayra menyadari Dito belum menceritakan secara lanjut kenapa ia membahas Siska.
"Dia ada ngirim DM ke aku," jawab Dito membuat Ayra hampir aja menyemburkan makanannya karena tak kuat menahan tawa.
"Jangan-jangan dia emang takdir kamu loh Dit," kata Ayra dengan tawa yang sama sekali belum mereda.
"Gak usah ngadi-ngadi deh Ay. Aku bingung sama anak itu. Bisa-bisanya setelah bertahun-tahun dia hubungin aku lagi. Dan kamu tahu Ay apa yang paling mencengangkan?" tanya Dito.
"Apa emangnya?" tanya Ayra sedikit penasaran.
"Dia ternyata salah satu karyawan di perusahaan aku," jawab Dito membuat Ayra kehilangan kata-kata nya.
"Ini benar-benar luar biasa! Takdir kalian sesuatu banget," kata Ayra terkikik geli.
"Aku sampe dibuat bingung Ra harus ngadepin dia kaya gimana. Kalau orang-orang di kantor sampai tahu gimana dulunya aku dan dia itu kan memalukan Ra," keluh Dito membuat Ayra prihatin tapi ingin tertawa.
"Santai aja Dit, lagian mana berani juga kan Siska buka-buka aib dirinya sendiri," kata Ayra kemudian berusaha membuat Dito lebih baikan.
"Tapi kan kamu tahu Ay gimana anehnya anak itu," kata Dito dan Ayra setujui sebenarnya hanya saja ia tak ingin membuat Dito merasa kondisinya lebih buruk.
"Kamu baik-baik aja sama dia Dit. Jangan memancing hal-hal yang membuat dia akan melakukan hal-hal konyol. Lagian kalian kan beda divisi juga pasti gak banyak berinteraksi, kan?" tanya Ayra.
"Yahh ... Aku akan coba untuk menjaga sikap aku di depan dia," kata Dito akhirnya.
"Eh Ay kamu kelihatannya kurang baik deh, why? Lagi galau huh?" kekeh Dito tepat sasaran membuat Ayra mendelik.
"Gak ada galau-galauan ah Dit. Gak cocok kayanya di usia aku sekarang. Aku kan harusnya udah lebih santai ya jalanin hidup," jawab Ayra dengan pandangan lurus ke depan.
"Gak ada salahnya kok. Di usia kita sekarang justru suka banyak hal-hal yang bisa membuat overthingking. Misalnya tentang jodoh yang belum kunjung datang," kata Dito sambil terkekeh.
"Jodoh kamu kan udah datang Dit," kata Ayra sambil tersenyum jenaka.
"Siapa? Kamu? emang kamu mau akhirnya sama aku?" tanya Dito.
"Yaelah Dit. Itu Siska menurut aku. Aku curiga dia emang jodoh kamu deh," kata Ayra dengan tawa renyah.
"Udah Ay udah gak usah bawa-bawa Siska lagi. Nyesel aku ceritain dia ke kamu," ucap Dito dengan nada menggerutu yang justru membuat Ayra semakin keras tertawa.
"Jangan gitu dong gak baik loh nyesal-nyesal kaya gitu," kata Ayra membuat Dito mendengkus.
"Ay kamu mau gak terima perasaan aku?" tanya Dito tiba-tiba membuat Ayra langsung terdiam.
"Hahahahahahaha, jadi itu ya caranya bikin kamu terdiam," lanjut Dito sambil tertawa membuat Ayra hampir memukul Dito hanya saja terhalang meja.
"Jangan becandain masalah perasaan ya," ingat Ayra.
"Kamu emang mau di seriusin sama aku?" tanya Dito.
"Gak mau!" jawab Ayra cepat.
"Eh buset Ay cepet amat jawabnya," ujar Dito sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gak ada sedikit pun gitu perasaan kamu buat aku?" tanya Dito lagi.
"Gak ada!" jawab Ayra lagi dengan ketus.
"Masih marah nih ceritanya, yaudah aku minta maaf deh udah main-main sama kamu. kalau aku serius entar aku langsung datang aja ke rumah kamu," ujar Dito dan mengedipkan sebelah matanya membuat Ayra mendesis.
"Seriusin Siska aja dulu yang udah pasti nerima kamu. Jangan seriusin aku yang belum pasti," kata Ayra sambil memeletkan lidahnya dan Dito hanya tertawa mendengarnya.
***
Ayra membulak-balikkan ponselnya berharap ada satu pesan aja dari Liam, tapi hasilnya nihil. Pria itu sama sekali tidak menghubunginya.
Ayra benci situasi ini. Situasi dimana ia menginginkan pria itu tapi ia pun sebenarnya takut untuk mengambil keputusan itu.
Kenangan buruknya di masa lalu tentang ia dan pria itu sungguh membekas dalam benaknya. Dan itu menciptakan sesuatu yang membuat ia selalu takut untuk kecewa dan kecewa lagi.
Kadang ia berpikir agar hidupnya berjalan mengalir saja tanpa ia harus mengambil sebuah pilihan yang mungkin saja itu akan membuatnya kecewa dan terluka.
Dering ponselnya membuat ia langsung mendudukkan dirinya yang tengah terbaring. Sebuah panggilan vidio dari pria yang selama berminggu minggu ini membuatnya kebingungan.
"Hallo Ay!" sapa Liam begitu panggilan terhubung.
"Hai Bang!" kata Ayra juga sambil tersenyum kikuk.
"Kamu udah tidur?" tanya Liam melihat posisi Ayra yang sepertinya berada di atas kasur.
"Belum kok, baru rebahan," jawab Ayra sambil tersenyum.
"Aku kira aku ganggu," kata Liam lagi membuat Ayra kembali tersenyum.
"Gak sama sekali kok Bang tenang aja," ucap Ayra membuat Liam terkekeh.
"Kamu apa kabar Ay?" tanya Liam.
"Baik Bang Alhamdulillah. Abang sendiri gimana?" tanya Ayra.
"Baik juga. Aku lagi sibuk akhir-akhir ini Ay," kata Liam membuat Ayra paham maksud pria itu.
"Sibuk apa Bang?" tanya Ayra.
"Kerjaan aku sih Ay. Aku mau ada tugas keluar dulu jadi ya sibuk ngeberesin kerjaan aku di sini sebelum aku tinggalin," jawab Liam.
"Eh abang gimana rencana mau pindah cabangnya udah di acc?" tanya Ayra mengingat obrolan mereka tempo hari.
"Belum Ay aku malah ada tugas buat ke luar negri," jawab Liam membuat Ayra sedikit terkejut.
"Ke negara mana Bang?" tanya Ayra penasaran.
"Dekat sih ke Singapore," jawab Liam membuat Ayra sedikit tertegun.
"Semoga lancar ya Bang perjalanannya," do'a Ayra dan diamini oleh Liam.
"Kamu sehat-sehat ya Ay di sini. Jangan banyak pikiran jangan terlalu kangen sama aku," kata Liam sambil terkekeh membuat Ayra ikut terkekeh.
"Itu nasihat buat abang sendiri, kan?" gurau Ayra.
"Eh tau aja kamu," kata Liam membalas gurauan Ayra.
"Aku bakalan kangen berat sih sama kamu. apalagi masih di gantung kaya gini sama kamu," kekeh Liam membuat Ayra mengulum senyum.
"Gak papa di gantung Bang biar cepet kering," kata Ayra membuat Liam tertawa keras.
"Pegel loh Ay di gantung gini. Apalagi di gantungnya gak pake jepitan," ujar Liam.
"Yaudah entar Ayra tambahin jepitan ya biar gak terlalu pegel Bang," kata Ayra.
"Idih bukannya diangkat nih udah hampir kering jemurannya malah di tambah-tambah di jepit," protes Liam dan karena hal itu Ayra kembali tertawa.
"Jamet banget sih kita ya Bang," komentar Ayra dan dibenarkan oleh Liam.
"Menghibur diri sendiri Ay kan kita mau ldr," kata Liam.
"Eh emang kita ada relationship?" canda Ayra.
"Eh iya bener ya kan aku masih di gantung ya lupa," kata Liam sambil tertawa.
"Abang berapa lama gitu di Singapore?" tanya Ayra.
"Enam bulanan sih rencana awalnya. Tapi mungkin aja bakalan lebih lama." Jawaban Liam membuat Ayra terdiam mencerna semuanya.
"Kenapa Ay kaget begitu?" tanya Liam yang menyadari Ayra hanya terdiam.
"Aku kira hanya seminggu dua minggu," jawab Ayra.
"Makannya itu Ay lumayan lama kan buat aku nabung celengan rindu. Bisa-bisa celengannya amat penuh lagi," canda Liam.
"Lumayan sih Bang bisa buat modal beli tanah," gurau Ayra menutupi segala macam perasaan aneh yang bersarang di dadanya.
"Buat modal kita nikah aja gimana?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top