Bab 13 ~ Sebuah Hubungan
Malam yang dingin nan sunyi menemani Ayra yang tengah berkutat dengan sebagian pekerjaannya sebagai dosen yaitu memeriksa tugas mahasiswa.
Ayra menghembuskan napasnya dan keluar dari balkon kamarnya untuk menghirup udara segar. Seharian ini dirinya cukup sibuk dengan berbagai kegiatan yang menguras tenaga dan pikiran.
Ia memandang kamar Liam yang gelap. Entah pria itu pulang atau tidak Ayra tidak tahu. Semenjak di rumah sakit keduanya memang sudah jarang berkomunikasi lagi.
Ayra menyipitkan pandangannya begitu melihat siapa yang memasuki gerbang rumahnya dan berbincang sebentar dengan satpam.
Liam melambaikan tangannya begitu menyadari kehadiran Ayra di balkon kamar dan itu membuat Ayra tersenyum bingung. Ia tidak sedang berhalusinasi, kan?
Dengan segera Ayra pun turun menuju halaman rumahnya untuk melihat apakah itu halusinasi atau bukan.
"Loh Bang Liam?" tanya Ayra begitu membuka pintu rumahnya dengan Liam yang sudah berdiri tak jauh dari pintu.
"Hey! Malam Ay," sapa Liam.
"Om sama tante ada?" lanjut Liam bertanya pada Ayra.
"Mama sama papa udah masuk kamar," jawab Ayra. Ini memang baru jam 8 malam tapi orang tuanya sudah beristirahat.
"Mau jalan-jalan ke depan komplek gak?" tawar Liam membuat Ayra berpikir sejenak.
"Bang Liam mau jajanin aku?" kekeh Ayra begitu mengingat kalau di depan komplek nya banyak yang jualan.
"Iya ayok," ajak Liam dengan semangat.
"Tapi Ay ..." jeda Ayra sambil melihat penampilannya yang hanya menggunakan piyama tidur.
"Gak papa udah cantik kok. Ayo keburu malam," ajak Liam lagi membuat pipi Ayra memerah.
Mereka pun melangkahkan kakinya menyelusuri jalanan komplek yang tidak terlalu sepi karena banyak anak muda yang berkegiatan di malam hari walau sekedar nongkrong.
"Abang pulang tadi sore?" tanya Ayra tak ingin perjalanan mereka yang sebenarnya dekat terasa sepi.
"Iya. Tadinya mau ngajakin kamu main malam ini tapi males banget harus bawa kendaraan keluar," kekeh Liam.
"Mau ngajak kemana nih?" tanya Ayra.
"Dugem," jawab Liam asal membuat Ayra langsung memukul lengannya.
"Hahaha canda Ay! Kemana aja deh terserah kamu," lanjut Liam sambil tertawa.
"Eh besok jalan yuk kemana gitu," ajak Liam kemudian.
"Kemana?" tanya Ayra.
"Ya kamu rekomendasiin tempat dong," kata Liam membuat Ayra berpikir sejenak.
"Ayra jarang main jadi gak tahu banyak tempat," kata Ayra setelah sepersekian detik ia tak menemukan ide di otaknya.
"Ah masa? Kan sering main tuh sama Dito," sindir Liam membuat Ayra mendelik ke arahnya.
"Idih apaan bawa-bawa Dito!" protes Ayra.
"Abang juga kan orang Bandung. Rekomendasiin dong kemana!" kata Ayra seolah tak terima hanya dirinya yang disuruh berpikir.
"Keep calm Ay gak usah nge gas," kata Liam dengan tawa renyah membuat Ayra mengerucutkan bibirnya.
"Nanti deh aku pikirin yang penting kamu besok siap-siap aja buat kita pergi," final Liam.
"Gak bisa gitu dong Bang! Kalau aku salah kostum gimana?" tanya Ayra.
"Yang penting cantik kan Ay," jawab Liam.
"Buat apa cantik kalau kostumnya salah tempat," protes Ayra dan di kekehi oleh Liam.
"Orang good looking kan bebas Ay," kata Liam.
"Gak gitu juga konsepnya!" ucap Ayra.
"Yaudah nanti pulang dari sini kita tentuin mau kemana," kata Liam akhirnya.
"Bang makan bakso itu yuk!" ajak Ayra sambil menunjuk pedagang bakso yang tak jauh dari mereka.
"Mau nostalgia masa kecil ya Ay?" tanya Liam sambil terkekeh.
"Maaf-maaf ya Ayra udah move on dari masa kecil. Emang pengen bakso aja Wlee!" kata Ayra sambil memeletkan lidahnya dan berjalan lebih cepat meninggalkan Liam.
Liam menarik napas sejenak dan akhirnya berjalan mengikuti Ayra.
***
Suasana asri nan sejuk menyegarkan mata Ayra. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan tenang. Seolah melepaskan semua beban dan masa lalunya. Setelah perdebatan panjang semalam akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke orchid forest Lembang.
"Bang pekan lalu aku ke butiknya kak Airin loh," kata Ayra memancing ekspresi Liam.
"Terus?" tanya Liam.
"Ya kita ngobrol banyak hal. Termasuk ngobrolin abang," jawab Ayra tenang.
"Kenapa harus ngobrolin aku?" tanya Liam.
"Gak tahu tiba-tiba ngalir aja obrolan kita hingga akhirnya membahas tentang bang Liam," jawab Ayra.
"Abang katanya gak bisa menjalani long distance relationship ya?" tanya Ayra.
"Gak sepenuhnya benar dan gak sepenuhnya salah sih," jawab Liam mengambang.
"Maksudnya gimana?" tanya Ayra.
"Aku mungkin bisa jalanin ldr kalau komitmen diantara aku dan pasangan akunya jelas. You know kan Ay kalau jalanin hubungan jarak jauh itu kepercayaan kita begitu diuji. Dan aku tipe orang yang gak bisa begitu aja percaya sama orang. Aku butuh diberikan pemahaman supaya aku bisa percaya. Dan mungkin dalam hubungan aku dan Airin dulu kita tidak sampai pada pemahaman itu," tutur Liam panjang lebar.
"Yeah ... Kak Airin juga cerita kok kalau dirinya pun sama gak bisa jalanin hubungan kaya gitu," kata Ayra.
"Hubungan kamu sama Ardan dulu gimana bisa udahan? Dia sepupunya Airin, kan?" tanya Liam dengan senyum miring membuat Ayra mendengkus.
Memberi pertanyaan pada Liam itu pasti dirinya pun akan diberi pertanyaan yang sama.
"Iya dia sepupunya kak Airin. Karena aku mungkin belum cukup dewasa saat itu untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Aku mungkin belum bisa mengenali apakah itu perasaan benar-benar suka atau mungkin hanya nyaman saja," jawab Ayra.
"Sekarang kamu udah cukup dewasa untuk jalanin itu?" tanya Liam membuat Ayra menoleh padanya.
"Sepertinya aku cukup dewasa untuk terus disuruh cepat nikah oleh papa," jawab Ayra dengan kekehan lembutnya.
"Bang ayo kesana," ajak Ayra cukup tertarik dengan salah satu spot yang ada di sana.
Liam pun menuruti ajakan Ayra dan berjalan menuju tempat yang Ayra tunjukkan.
"Abang cukup sering pulang ya beberapa bulan belakangan ini," komentar Ayra dengan rasa penasarannya yang sudah ia tahan beberapa lama.
"Iya cukup sering," jawab Liam.
"Ada alasan khusus?" tanya Ayra sambil terkekeh.
"Mungkin ada mungkin tidak," jawab Liam membuat Ayra mendengkus.
"Kenapa sih sering banget ngasih jawaban yang gak pasti?" tanya Ayra gemas sendiri.
"Karena semua hal di dunia ini memang gak pasti,," jawab Liam sekenanya.
"Ya kan Abang udah tahu kalau dunia ini udah penuh kebingungan. Jangan di tambah-tambah dong beban hidup Ayra." Perkataan Ayra sukses membuat Liam tertawa dan mengacak rambut Ayra dengan gemas.
"Jangan kebiasaan deh," kata Ayra dengan menepis lengan Liam dan memukulnya.
"Eh Abang gak ada rencana buat mutasi kerjaan gitu ke cabang yang di Bandung?" tanya Ayra karena mengetahui kalau perusahaan tempat Liam bekerja memiliki beberapa cabang di Indonesia.
"Aku udah ngajuin malahan," jawab Liam membuat Ayra seketika menoleh.
"Serius?" tanya Ayra.
"Baru dua minggu yang lalu sih. Dan aku gak tahu entah kapan bakalan di acc," jawab Liam.
"Alasannya?" tanya Ayra.
"Biar lebih dekat keluarga sama biar lebih deket kamu," jawab Liam dengan serius dan malah membuat Ayra mendelik.
"Gak usah gombal deh gak pantas sama wajah abang!" kata Ayra.
"Pantasnya emang serius ya?" tanya Liam dan diangguki Ayra.
"Jadi mau diseriusin kapan nih?" canda Ayra.
"Kamu siapnya kapan?" tanya balik Liam.
"Kebiasaan Abang ini selalu kasih jawaban berupa pertanyaan deh," keluh Ayra membuat Liam tertawa lagi.
"Aku cari aman aja sebenarnya ngasih jawaban gitu ke kamu," kata Liam membuat Ayra mengerutkan keningnya bingung.
"Untuk alasan apa?" tanya Ayra.
"Karena kamu itu susah ditebak Ay. Makannya aku suka bingung kalau kasih jawaban ke kamu apalagi pada hal-hal yang menjurus pada perasaan," jawab Liam dengan pandangan mengunci Ayra yang membuat Ayra sedikit gugup.
"Bukan susah ditebak sih, aku hanya lebih hati-hati aja," ujar Ayra.
"Jadi kamu mau Ay jalanin hubungan sama aku?" tanya Liam tiba-tiba membuat Ayra membeku.
"Hubungan seperti apa yang Abang harapkan?" tanya Ayra.
"Hubungan timbal balik?" tanya Liam terkekeh.
"Mutualisme?" tambah Ayra dan ikut terkekeh menyaksikan ke absurdan mereka.
"Ay serius ini. Kamu mau jalanin hubungan yang serius sama aku? Hubungan yang berkomitmen menuju pernikahan. Selama ini aku memang ragu untuk menyatakan ini karena hubungan kita yang lebih seperti saudara. Tapi semakin hari aku semakin sadar kalau aku menginginkan kamu untuk selalu di samping aku. Menjadi partner di segala cuaca bersama ku" tutur Liam dan Ayra hanya bisa tertegun mendengar ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut pria itu.
"Ayra butuh waktu," jawab Ayra seteleh beberapa saat.
"Seperti yang Abang bilang, hubungan kita sebelumnya sudah sangat jauh bukan dan itu rasanya seperti saudara. Dan untuk berkomitmen seperti ini Ay butuh cukup waktu untuk bisa meyakinkan perasaan Ay sendiri. Mungkin Abang gak tahu apa yang telah aku alami dalam waktu yang lama ini, dan karena itu pula aku jadi sangat hati-hati dalam mengambil keputusan apapun," lanjut Ayra.
"Aku paham dengan yang kamu katakan dan aku juga gak maksa kamu untuk menjawab sekarang. Katakan saja ketika kamu siap. Apapun jawaban kamu nanti aku pasti akan menerimanya," jawab Liam dengan senyum menenangkan.
***
Pandangan Ayra berfokus pada langit-langit kamarnya. Sudah dua hari semenjak Liam menyatakan perasaannya dan sungguh Ayra merasa dilema. Ia tidak memiliki jawaban yang pasti untuk saat ini.
Senang? Tentu saja! Pria yang ia sukai bertahun-tahun akhirnya menyatakan perasaannya, tapi entah kenapa ia begitu takut kalau rasa senang ini kembali menjadi fatamorgana.
Ia tak ingin kejadian yang sama kembali terulang lagi dan lagi. Masa lalu nya yang terus terngiang-ngiang. Setiap ia memiliki kesempatan untuk bahagia, seketika itu pula ia selalu ditampar realita.
Bayang-bayang senyum Liam terlintas di pikirannya. Laki-laki itu memang selalu memiliki ruang tersendiri di hatinya. Entah itu beberapa tahun yang lalu atau saat ini pun keadaannya masih sama. Hanya saja untuk saat ini dirinya tak ingin terlalu mengikuti kata hatinya.
Ayra mengambil ponselnya dan mengunggah sebuah foto di instagram. Foto yang diambil dua hari yang lalu saat dirinya berjalan-jalan dengan Liam. Hari yang sama dimana pria itu menyatakan perasaannya.
@ayrasherly_muktahar
Should I?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top