Bab 12 ~ Kita apa?
Tidak ada satu pun manusia yang ingin merasa sakit, begitu pun Ayra.
Bukan perkara perasaannya yang sakit, tapi kali ini badannya yang merasakan sakit. Ayra terbaring di ranjang rumah sakit setelah dinyatakan terkena typus. Sebenarnya ia ingin dirawat di rumah saja, tapi orang tuanya bersikeras kalau Ayra harus dirawat di rumah sakit.
Sudah dua hari dan Ayra mulai bosan. Ia menghembuskan napas begitu melihat banyak sekali bunga di kamarnya. Ya dua hari ini begitu banyak yang berkunjung untuk menjenguknya. Apalagi para pria yang mungkin masih berpikir untuk mendapatkan hatinya.
Ponselnya berdering ada satu pesan masuk. Itu dari Dito.
Ayra pun segera membalas pesan Dito dan bilang semuanya baik-baik saja. Pria itu tidak bisa menjenguk Ayra karena beberapa minggu ini tengah berada di luar kota untuk urusan bisnis.
Tok Tok Tok
Pintu kamarnya di ketok dan Ayra pun segera berkata. "Masuk"
"Assalamu'alaikum Ay," salam lelaki itu begitu masuk ke dalam kamar inap Ayra.
"Wa'alaikumsalam," jawab Ayra sambil tersenyum kaku.
"Kamu apa kabar?" tanya Ayra begitu lelaki itu kursi samping ranjangnya.
"Aku baik. Kamu semoga lekas sembuh ya," ucap Hanif, lelaki yang pernah dijodohkan dengan Ayra. Anak pemilik salah satu pesantren.
"Aamiin," jawab Ayra.
"Oh ya ini aku bawain buah-buahan buat kamu," ujar Hanif dan menyimpannya di nakas yang tidak jauh dari Ayra.
"Makasih Nif, padahal gak perlu repot-repot," kata Ayra sambil tersenyum.
"Gak repot kok," balas Hanif.
Obrolan demi obrolan berlanjut, Hanif ini pria yang asik di ajak ngobrol menurut Ayra. Selalu ada topik yang menarik untuk diperbincangkan bersama pria ini. Hingga sebuah ketukan di pintu mengintrupsi kegiatan mereka.
Hanif berjalan menuju pintu untuk membukanya dan Ayra sudah menghembuskan napas lagi. Siapa lagi kali ini yang mau berkunjung?
"Hallo Ay," sapa Liam begitu masuk membuat Ayra sedikit kaget. Ini bukan weekend dan kenapa pria itu ada di sini?
"Hai Bang, kapan ke Bandung?" tanya Ayra.
"Baru aja," jawab Liam.
"Oh iya Bang, kenalin ini Hanif putranya teman papa. Dan Hanif ini bang Liam tetangga aku," kata Ayra.
Mereka pun berjabat tangan sambil mengenalkan nama masing-masing.
"Yaudah Ay aku pulang dulu, Syafakillah Laa Ba'sa thohurun In Syaa Allah," pamit Hanif sambil mendo'akan Ayra.
"Aamiin aamiin, makasih ya Nif sekali lagi udah ngejengukin," ucap Ayra sambil tersenyum tulus.
"Iya Ay gak usah berterimakasih terus," kekeh Hanif.
Sepeninggal Hanif dari ruangan itu keheningan mulai tercipta kembali.
"Kamu gimana sekarang kondisinya?" tanya Liam.
"Alhamdulillah udah mulai mendingan sih Bang. Paling cuman lemesnya aja yang gak ilang-ilang," jawab Ayra.
"Makannya Ay jaga pola makan, bisa-bisanya kamu sakit gini kaya waktu kecil aja," kata Liam sambil geleng-geleng kepala membuat Ayra memutar bola matanya malas.
Teringat kejadian dahulu saat dirinya masih anak-anak dan menderita penyakit yang sama. Saat itu pun Liam mengomelinya seperti saat ini.
"Orang sakit itu harus disayang-sayang loh Bang, bukannya diomelin," protes Ayra.
"Ini juga kan ngomel dengan penuh kasih sayang," kata Liam sambil tersenyum mengejek membuat Ayra mendengkus.
"Kamu itu harus banyak diomelin Ay, biar gak bandel," lanjut Liam sambil mengacak rambut Ayra yang memang sudah lumayan berantakan.
"Emangnya aku bocil masih harus terus diomelin," cibir Ayra membuat Liam tertawa.
"Eh abang kok bisa ada di sini?" tanya Ayra kemudian membuat Liam berdehem.
"Aku mau jengukin kamu," jawabnya membuat jantung Ayra berdebar dengan lebih kencang.
"Serius nih ke Bandung hanya buat jenguk aku?" tanya Ayra sambil terkekeh menutupi kegugupannya.
"Gak ada alasan lain sih," jawab Liam singkat.
"Abang tahu aku lagi sakit dari siapa?" tanya Ayra lagi.
"Dari mama. Semalam mama bilang kamu dirawat di rumah sakit."
"Oh ya sebelum kesini juga tadi aku sempet ke rumah kamu dulu ketemu sama tante," lanjut Liam.
"Ngobrol apa aja sama mama?" tanya Ayra penasaran. Pasalnya Ayra cukup was-was jika Liam bersama mama nya. Ia takut nanti mama nya ngomong yang iya-iya lagi pada Liam.
"Rahasia," jawab Liam membuat Ayra mendengkus.
"Yang tadi siapa?" tanya Liam kemudian merujuk pada Hanif.
"Kan aku udah kenalin dia anak temen papa," jawab Ayra bingung.
"Maksudnya dia siapa nya kamu sampe jenguk kesini?" tanya Liam dan Ayra mengangkat alisnya tambah bingung.
"Ya bukan siapa-siapa nya aku. Tuh lihat bunga-bunga itu pun dari yang jenguk aku. Jadi bukan Hanif aja anak temen papa yang jengukin aku," terang Ayra sambil menunjuk bunga-bunga yang tersusun rapi di meja.
"Anak-anak yang gagal dijodohin sama kamu?" tanya Liam membuat Ayra mendesis.
"Gak usah dijelasin!" kata Ayra sambil mendelik dan itu membuat Liam terkekeh.
"So, mereka berarti masih berharap sama kamu dong kalau masih kesini?" tanya Liam lagi.
"Mereka mau silaturahmi apa salahnya?" tanya balik Ayra.
"Bukan itu maksud aku Ay. Aku yakin sih delapan dari sepuluh orang yang kesini itu masih berharap ke kamu," jawab Liam dengan wajah menganalisa yang membuat Ayra tertawa.
"Gak usah lebay gitu ah Bang! Mungkin karena mereka memang kenal aku jadi mereka pada baik ngejenguk," ujar Ayra dengan tawa yang belum mereda.
"Tapi Ay aku gak bawain bunga buat kamu loh, gak bawain makanan juga soalnya kan kamu dilarang makan sembarangan sekarang. Hanya menu yang dipilihkan rumah sakit," tutur Liam.
"Lagian aku juga gak ngeharepin apa-apa kok Bang. Ini ruangan aku lama-lama jadi toko bunga kalau ada yang kesini bawain bunga lagi," kekeh Ayra.
"By the way, Abang emang siapanya Ayra kok jenguk kesini? Bela-belain lagi jauh-jauh dari Jakarta," tanya Ayra dengan mimik penasaran dan itu malah membuat Liam tertawa renyah.
"Udah bisa ya sekarang balik-balikin pertanyaan aku," kata Liam.
"Idih siapa juga yang balikin, aku hanya nanya loh," bantah Ayra.
"Jadi maunya aku jadi siapanya kamu?" alih-alih memberikan jawaban, Liam malah balik bertanya dan itu membuat Ayra mendengkus kembali.
"Nah ini baru balikkin pertanyaan. Sebuah pertanyaan itu harus diberikan jawaban, bukan pertanyaan lagi," protes Ayra.
"Iya iya bu dosen. Hanya saja aku pun penasaran kamu maunya aku itu jadi apa sih di hidup kamu?" tanya Liam membuat Ayra terdiam. Pertanyaannya sederhana tapi jawabannya tidak sederhana.
"Ayra gak bisa jawab bang," jawab Ayra.
"Kenapa kamu gak bisa jawab?" tanya Liam.
"Karena Ayra sendiri pun gak tahu apa yang Ayra inginkan sekarang. Dan Ayra pun masih bingung posisi Ayra di hidup abang itu siapa dan posisi Abang di hidup Ayra itu harus Ayra tempatkan sebagai apa."
"Udah-udah jangan banyak pikiran Ay. Tadi aku cuman becanda loh, jangan dibawa serius nanti kamu malah gak sembuh lagi karena banyak mikir," kata Liam membuat Ayra tersenyum miris.
Bagaimana mungkin dia bisa menetapkan hati dan perasaannya jika pria ini sering sekali menaikkan dan menjatuhkan perasaannya?
***
"Bu kok udah masuk lagi sih? Jangan maksain padahal," ucap Randy begitu duduk di depan Ayra di kantin kampus.
"Saya sudah sehat loh Pak," jawab Ayra sambil terkekeh dan melanjutkan makannya. Ini sudah seminngu semenjak dirinya keluar dari rumah sakit.
"Tapi jangan sampai sakit lagi loh Bu," ucap Randy dan mulai makan juga.
"In Syaa Allah enggak pak. Lagian kasihan juga anak-anak bentar lagi UAS," kata Ayra.
"Oh iya Bu ada rencana mau kuliah di luar negeri gak?" tanya Randy setelah lima menit berlalu dengan mereka masing-masing yang fokus pada makanannya.
"Kenapa gitu Pak?" tanya Ayra.
"Ini saya punya info beasiswa ke luar negeri, barangkali bu Ayra berminat bareng saya," kekeh Randy.
"Loh pak Randy mau lanjutin study?" tanya Ayra kaget. Ia pikir Randy bukan tipe orang yang ambisius terhadap pendidikan meski dirinya seorang dosen.
"Ya mau dong Bu. Makannya saya suka cari-cari info kuliah di luar negeri. Syukur-syukur kalau bisa sambil kerja part time di sana," jawab Randy membuat Ayra mengangguk-anggukkan kepala.
"Boleh sih Pak. Kirim aja infonya ke whatsapp saya ya. Ntar saya pelajari dulu," ucap Ayra menerima tawaran Randy.
"Siap Bu," jawab Randy.
Drrtttt.....
Ponsel Ayra bergetar dan ada satu pesan masuk.
Dito :
Aku udah di parkiran Ay.
Ayra tersenyum dan buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Saya duluan ya pak Randy," pamit Ayra sambil membereskan sisa makanannya.
"Udah mau pulang, Bu?" tanya Randy dan diangguki oleh Ayra.
"Mau saya antar?" tawar Randy.
"Gak usah, Pak Randy lanjut makan aja," tolak Ayra sambil tersenyum.
"Yaudah hati-hati Bu," kata Randy.
"Siap Pak, saya permisi kalau begitu." Dan Ayra pun melangkahkan kakinya menuju tempat parkir di kampusnya.
Pagi tadi Dito memang menawarkan diri untuk menjemput Ayra pulang karena ia tahu kalau Ayra belum diperbolehkan untuk membawa kendaraan sendiri oleh orang tuanya.
"Capek Ra?" tanya Dito begitu Ayra masuk ke dalam mobil dengan peluh membasahi keningnya.
"Mayan Dit. Udara lagi panas nih mana dari kantin cukup jauh lagi ke parkiran," jawab Ayra dan mengambil tissue yang berada di dashboard mobil Dito.
"Kamu udah makan?" tanya Dito dan diangguki oleh Ayra.
"Padahal aku udah mau ngajakin kamu makan loh," kata Dito.
"Habisnya aku lapar. Nungguin kamu lama banget," ujar Ayra.
"Tadi aku meeting dulu Ra. Gak tahu ternyata bakal selama itu," sesal Dito.
"Iya gak papa kok. Yaudah kalau mau makan aku temenin," ucap Ayra.
"Enggak enak ah makan sendiri, lagian habis ini aku masih harus ketemu klien lagi jadi gak bisa lama-lama," ujar Dito dan mulai menjalankan mobilnya.
"Tadi katanya mau makan," cibir Ayra.
"Lupa Ay kalau harus meeting lagi," kekeh Dito.
"Eh Dit kamu kalau sibuk padahal gak usah loh jemput aku kaya gini," ucap Ayra merasa tidak enak.
"Kan aku yang nawarin Ra, jadi santai aja aku gak kerepotan kok walau harus antar jemput kamu tiap hari. Itung-itung latihan sebelum jadi suami kamu," kata Dito dengan tawa renyahnya membuat Ayra refleks memukul lengannya.
"Makasih loh Dit kamu udah ada buat aku meskipun sering aku tolak," canda Ayra.
"Namanya juga usaha gak pernah langsung berhasil, kan? Lagi pula aku belum nemu sosok lain yang bisa membuat aku berpaling dari kamu Ay," kata Dito sambil terkekeh.
"Dan kamunya juga masih single, kan? Jadi kesempatan aku masih ada lah," lanjut Dito.
Ayra tersenyum dan memandang jalanan di depannya. Dito benar dirinya masih single. Tapi kenapa begitu sulit memberikan hatinya pada orang lain, bahkan pada orang yang setulus Dito.
Sampai jumpa hari Sabtu^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top