6 ~ Arti Nyaman
Ayra tersenyum begitu melihat Ardan sudah duduk di teras depan rumahnya sedang berbincang dengan papa nya. Kali ini Ayra cukup memuji keberanian Ardan untuk menjemputnya langsung ke rumah dan bahkan berbincang dengan papa nya.
Sudah bukan rahasia lagi kalau Ayra sering dengar dari teman-temanya ketika ada lelaki yang mengetahui siapa ayahnya mereka langsung mundur teratur.
"Ar maaf ya agak lama," ucap Ayra begitu berdiri di hadapan mereka.
"Gak papa Ay, aku jadi punya kesempatan langka buat berbincang dengan profesor," jawab Ardan sambil tertawa renyah.
"Teman kamu ini pintar Ay, gak salah kamu punya teman," ucap papa nya membuat Ardan tersenyum salah tingkah.
"Yaudah Prof, aku sama Ayra pamit dulu ya sebelum siang," pamit Ardan setelah sebelumnya tadi saat berbincang dia memberi tahu hendak kemana tujuan mereka kali ini.
"Pulangnya jangan malam. Usahain sore udah ada disini lagi," ucap papa nya dan diangguki oleh mereka.
"Assalamu'alaikum Pa," ucap Ayra sambil menyalami ayahnya dan Ardan pun melakukan hal yang sama.
***
Hawa dingin mulai menusuk kulit Ayra yang memakai cardigan tipis sebagai outer pakainnya hari ini. Ayra tahu bahwa cuaca di Pangalengan itu dingin, tapi dia memang sengaja ingin menikmati udara dingin itu.
"Aku cukup kagum sama kamu Ar," ucap Ayra di sela-sela langkah mereka menyusuri kebun teh.
"Kagum perihal apa nih?" tanya Ardan.
"Kamu berani banget jemput aku langsung ke rumah dan ngobrol sama papa," jawab Ayra sambil terkekeh.
"Aku sebenarnya tadi grogi Ay, tapi untungnya papa kamu itu nyaman banget diajak ngobrol. Gak semenyeramkan yang dibayangkan orang-orang," ujar Ardan.
"By the way sebelumnya udah ada lelaki yang datang ke rumah ketemu papa kamu?" tanya Ardan dan mengajak Ayra untuk duduk di salah satu tempat yang cukup bersih.
"Pernah sih, Dito dulu teman SMA ku. Itu juga dia jemput aku karena mau ada acara OSIS," jawab Ayra dan duduk di samping Ardan.
"Pacar kamu?" tanya Ardan dan Ayra menggeleng.
"Ketua osisnya," jawab Ayra sambil terkekeh.
"Kamu belum pernah pacaran ya?" tebak Ardan.
"Kok tahu?" tanya Ayra.
"Kelihatan," jawab Ardan sambil terkekeh.
"Aku aneh ya belum pernah pacaran?" tanya Ayra.
"Enggak aneh kok Ay. Justru aku muji banget sama kamu yang punya segalanya dan bisa nunjuk siapa aja buat jadi pacar kamu tapi masih tetap single," tutur Ardan membuat Ayra sedikit menghela napas.
"Jangan berlebihan kalau memuji Ar," ujar Ayra.
"Semua orang bakalan setuju kok sama pendapat aku barusan," ucap Ardan sambil tersenyum.
"Semester dua ini lebih seru gak sih Ar menurut kamu?" tanya Ayra mengalihkan obrolan.
"Seru sih, soalnya aku bisa lebih dekat sama kamu," ucap Ardan membuat pipi Ayra memerah.
"Ardan yang bener kalau jawab!" ingat Ayra.
"Iya iya Ay," ujar Ardan sambil terkekeh.
"Semakin kesini semakin menantang ya Ay, kita harus lebih fokus belajarnya biar bisa lulus tepat waktu," lanjut Ardan.
"Ay aku beli minum dulu ya," ucap Ardan tiba-tiba dan membuat Ayra mendongak.
"Sendirian?" tanya Ayra.
"Kamu tunggu aja disini, tadi aku lihat pedagangnya cukup jauh takut kamu cape," jawab Ardan.
Ayra pun hanya mengangguk dan melihat Ardan yang bergegas pergi.
Ayra mengedarkan pandangannya melihat pemandangan indah di hadapannya. Hawa dingin ini justru malah membuat hati Ayra sedikit hangat. Sudah lama dirinya tidak main dan menikmati alam seperti ini.
Ayra sadar patah hatinya menutup banyak hal baik di hadapannya. Ia tak ingin berada dalam lingkaran kekecewaan itu lagi.
"Nih Ay minum," ucap Ardan begitu datang dan menyodorkan sebotol minuman padanya.
"Makasih Ar," jawab Ayra dan mengambil minuman itu.
"Kamu sama Leni itu satu SMA ya?" tanya Ardan dan diangguki oleh Ayra.
"Kalian sahabatan dari SMA?" tanya Ardan.
"Enggak kok, kami beda kelas dulu. Mulai deket itu pas udah kuliah aja," jawab Ayra.
"Kalau sama Nanad?" tanya Ardan.
"Sama Nanad itu kita kenal pas ospek," jawab Ayra.
Ardan hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban Ayra.
"Kamu tahu gak sih Ay, awalnya dulu aku gak mau kuliah disana. Tapi dipaksa sama papa aku," jawab Ardan sambil terkekeh geli.
"Kenapa gak mau?" tanya Ayra.
"Karena aku rencananya pengen banget ngerasain tinggal di luar kota dan merantau kaya teman-teman aku yang lainnya," jawab Ardan.
"Papa kamu kenapa nyuruh kamu kuliah disini?" tanya Ayra sedikit penasaran.
Beruntunglah dirinya yang memilih kampus ini atas dasar pilihannya sendiri meskipun papanya mengajar disini tapi papanya hanya ingin Ayra kuliah di tempat yang nyaman. Meskipun dalam hal itu papa nya memberikan kriteria kampus seperti apa yang bisa Ayra pilih.
"Karena dari dulu keluarga aku turun temurun lulusan kampus kita," jawab Ardan dengan tawa gelinya membayangkan ke anehan keluarganya.
"Kalau misalkan gak diterima bakalan gimana tuh?" tanya Ayra dengan horor membayangkan kalau dirinya berada di tengah-tengah keluarga seperti itu.
"Mungkin dicoret dari kartu keluarga," gurau Ardan dan sukses membuat Ayra memukul lengannya.
"Yang bener aja!" ujar Ayra.
"Masalahnya belum pernah ada yang gak keterima Ay, jadi aku gak tahu," ucap Ardan.
"Sekarang banyak sodara kamu dong di kampus?" tanya Ayra mulai penasaran.
"Enggak banyak sih, karena sepupu aku kebanyakan udah pada lulus. Salah satu nya kak Airin pacarnya tetangga kamu yang sekarang masih kuliah disini," jawab Ardan membuat Ayra tiba-tiba terdiam.
Mendengar nama itu hatinya cukup bergejolak. Padahal sudah beberapa bulan ini Ayra tidak bertemu Liam karena pria itu telah bekerja di Jakarta semenjak wisuda.
"Eh kak Liam sekarang udah gak di Bandung lagi ya," ucap Ardan membunyarkan lamunan sesaat Ayra.
"Kok tahu?" tanya Ardan.
"Kak Airin sempet cerita pas minggu lalu kita ketemu. Dia curhat dan bilang kalau hubungan jarak jauh itu gak enak banget. Apalagi ternyata kak Airin belum pernah ketemu orang tuanya kak Liam," ucap Ardan membuat Ayra mengernyit.
Pantas saja sang mama tidak heboh. Kalau tahu Liam sudah punya pacar pasti mamanya akan cerita padanya karena sang mama kan bersahabat dengan ibunya Liam.
"Tapi kak Liam kenal kan dengan keluarganya kak Airin?" tanya Ayra penasaran.
"Kenal. Kak Liam pernah kak Airin bawa juga ke acara keluarga," jawab Ardan santai.
"Kamu gak dingin Ay?" tanya Ardan kemudian.
"Enggak. Justru aku ngerasanya seger banget. Gak sia-sia kita kesini," jawab Ayra.
"Lanjutin jalan-jalan yuk? Jangan bengong aja!" tawar Ardan dan diangguki Ayra.
Mereka pun beranjak dari duduknya dan mulai berjalan-jalan melihat pemandangan sekitar. Sesekali mereka membicarakan hal-hal random yang terkadang membuat Ayra tertawa dan melupakan lukanya.
***
"Cerah banget hari ini secerah wajah sahabat kita," guyon Nanad begitu mereka duduk di samping Ayra.
"Yang diem-diem jadian adem banget ya hidupnya," timpal Leni membuat Ayra hampir tersedak jus buah yang dibawanya dari rumah.
"Kenapa? Kaget? Niat mau nyembunyiin ini dari kita terus?" tanya Leni.
"Maksud kalian apa?" alih-alih menjawab, Ayra malah balik bertanya.
"Lihat nih," ucap Nanad sambil menyerahkan ponselnya yang menampilkan postingan instagram dari Ardan.
@muhammad_ardan
My mine.
Ayra meneguk ludahnya sendiri. Ia tak menyangka kalau Ardan akan mengumumkan hubungan mereka. Foto itu diambil saat beberapa minggu lalu mereka main di Pangalengan. Sepulangnya dari sana Ardan menyatakan perasaannya pada Ayra.
Butuh waktu hingga hampir dua minggu untuk Ayra menjawab pengakuan Ardan. Dan pada akhirnya tak ada salahnya menurut Ayra untuknya memulai hubungan yang baru. Selama ini ia menutup rapat-rapat hatinya dari siapa pun karena sang masa lalu yang belum usai, tapi kini ia sadar bahwa ia tak bisa selamanya terjebak dalam hal itu.
"Ayra jahat ih gak cerita ke kita," ucap Leni kemudian.
"Apa yang harus diceritain sih Len?" tanya Ayra benar-benar bingung. Menurut Ayra hal-hal seperti ini cukup privasi dan dirinya tak mau mengumbar hal-hal seperti itu.
"Newbi emang kaya gitu," ujar Nanad sambil terkekeh.
"Nih ya Ay, suatu hari nanti kamu pasti membutuhkan kita untuk curhat loh. Kamu kan belum berpengalaman," tambah Leni sambil tertawa.
"Idih percaya diri banget," jawab Ayra sambil mendelik.
"Ardan gak masuk kelas ya?" tanya Nanad begitu menyadari si objek pembicaraan belum juga muncul.
"Dia sakit," jawab Ayra singkat.
"Jenguk dong Ay," ucap Leni.
"Ke rumahnya?" tanya Ayra polos.
"Bukan, ke makam!" jawab Nanad dengan gemas.
"Ish Nanad jangan gitu deh! becandanya jangan becandaan akhir zaman," ujar Ayra.
"Ciee yang khawatir sama pacarnya," goda Leni membuat Ayra memukul lengan sahabatnya itu dan tawa Leni malah semakin kencang.
"Ya kamu jenguk ke rumahnya dong Ay. Bawain apa kek, ntar dia bakalan cepet sembuh kalau dijenguk kamu," ucap Nanad begitu tawa dia pun sudah mereda.
"Malu ih, lagian aku juga gatau dimana rumahnya," jawab Ayra.
"Kenapa mesti malu? Orang tuanya pasti welcome kok ke kamu. Alamat kan ada google atuh sayang," ujar Leni.
"Yakin banget orang tuanya bakalan welcome ke aku," ujar Ayra sambil terkekeh dengan pemikiran Leni.
"Yakinlah. Gadis cantik, pintar, dari keluarga baik-baik. Keluarga mana yang mau nolak?" tanya Leni sambil mengedip-ngedipkan sebelah matanya.
"Yaudah deh ntar aku tanyain Ardan dimana rumahnya," putus Ayra akhirnya mengikuti saran sahabatnya.
"Kok masih Ardan? Ayang dong!" kekeh Nanad dan itu membuat Ayra bergidik geli. Membayangkan nya saja sudah membuat bulu kuduknya meremang.
"Jangan nanti-nanti, telpon aja sekarang. Dosen masih lama kok," usul Leni.
Dan dengan terpaksa Ayra pun akhirnya menuruti usulan sahabat nya itu.
"Hallo Ar," ucap Ayra begitu panggilan tersambung.
"Hallo Ay, kenapa?" tanya Ardan dengan suara parau.
"Gimana kondisi kamu sekarang?" tanya Ayra.
"Masih demam, kelas belum mulai?" tanya Ardan.
"Belum," jawab Ayra singkat.
"Kenapa?" tanya Ardan lembut begitu Ayra tidak melanjutkan obrolan lagi.
Ayra memandang Leni dan Nanad yang menyemangati tanpa suara. Ia sungguh ragu untuk mengatakan hal itu pada Ardan.
"Kamu shareloc alamat rumah kamu ya," ucap Ayra pada akhirnya membuat Leni dan Nanad saling terkikik pelan.
"Mau ngapain?" tanya Ardan merasa aneh.
"Nanti sepulang kuliah aku jenguk kamu," jawab Ayra.
"Serius Ay?" tanya Ardan gak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
"Iya. Kamu mau dibawain apa?" tanya Ayra.
"Kamu dateng aja aku udah seneng gak usah bawa apa-apa," jawab Ardan.
"Tapi aku gak enak kalau gak bawa apa-apa," ucap Ayra.
"Kamu udah ke dokter belum? Kalau belum nanti aku bawa dokter aja ya biar kamu cepet sembuh," lanjut Ayra dan itu membuat kedua sahabatnya menepuk jidat.
"Nanti agak siangan dikit aku mau ke dokter kok. Jadi gak usah bawa dokter Ay," jawab Ardan sambil terkekeh dan ia merasa gemas dengan pacarnya ini.
"Yaudah nanti aku bawain kamu buah-buahan sama catatan kuliah aja ya," ujar Ayra dan itu membuat Ardan tertawa begitu renyah. Hidupnya rasanya semakin indah setelah memiliki pacar se ajaib Ayra.
"Baik banget sih pacar aku," goda Ardan dan itu membuat pipi Ayra bersemu merah.
"Kamu suka buah apa?" tanya Ayra.
"Apa aja asal dari kamu," jawab Ardan.
"Jangan gitu dong jawabnya, nanti aku bingung beli apaan," ucap Ayra dengan nada ketus.
"Iya buah apa aja aku suka kok Ay," ucap Ardan yang menyadari kekesalan Ayra.
"Ar udah dulu ya, dosennya udah datang. Bye," tutup Ayra.
"Love you Ay,"
Ayra mengulum senyumnya. Walaupun masih dini untuk dikatakan dia menyukai Ardan, tapi Ayra nyaman berada di dekat pria itu.
***
Gak kerasa udah Rabu aja, sampai jumpa di hari Sabtu Chinggu deul🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top