4 ~ Kenyataan

Happy Reading ^^

"Bang aduh maaf banget ya jadi ngerepotin gini. Padahal Ay beneran bisa kok pergi pakai ojol aja," ucap Ayra dengan suara yang cukup keras karena sedang naik motor.

Ayra benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin mamahnya meminta Liam untuk mengantarnya membeli buku untuk referensi belajarnya.

Ceritanya tadi pagi motor matic kesayangan Ayra mogok dan sopir keluarganya sedang mengantar papa Ayra ke luar kota. Walaupun ada satu mobil lagi tapi Ayra belum berani mengemudikannya sendirian.

Tanpa Ayra duga mama nya malah menelpon ibu Liam dan menanyakan kegiatan Liam hari ini. Semesta rupanya sedang berkonspirasi untuk menciptakan kebetulan. Liam memang hendak pergi ke toko buku juga dan alhasil sekarang mereka pergi bersama.

"Udah Ay gak papa lagian kan tujuan kita sama. Biar irit juga kan," jawab Liam sambil terkekeh.

"Jadi mahasiswa harus banyakin ngirit ya Bang." Ayra membalas candaan Liam. Bagaimana pun dia juga sedikit bahagia dengan situasi ini dan harus memanfaatkan momen langka seperti ini.

Siapa tahu kejadian ini bisa mendekatkan kembali mereka seperti di masa lalu?

"Iyalah Ay, harus pinter-pinter kita. Jangan sampai beres kuliah dan belum kerja kita gak punya simpanan sama sekali. Kan gak enak kalau terus ngebebanin orang tua," ucap Liam dan disetujui oleh Ayra.

Obrolan-obrolan pun berlanjut hingga mereka tiba di salah satu toko buku paling besar di Bandung.

"Ay tahu gak sih dari dulu sampe sekarang hanya kamu yang panggil aku abang," ujar Liam sambil terkekeh di sela-sela langkah mereka dari parkiran menuju ke toko.

"Aneh gak sih bang?" tanya Ayra dan ia pun menyadari sih ini Bandung dan agak jarang juga orang-orang memanggil Abang pada yang lebih tua.

Ayra juga tidak tahu terinspirasi dari mana ia sejak kecil memanggil Liam dengan sebutan abang.

"Gak aneh sih, itu malah jadi ciri khas kamu. Tapi tiap kali aku denger orang manggil abang ke tukang bakso, ke kang parkir, aku malah ingetnya kamu," jawab Liam sambil tertawa.

"Ish abang gitu. Berarti abang, abang tukang bakso dong?" ucap Ayra sambil tersenyum jail.

"Ya gak papa Ra, jadi juragan bakso yang kaya raya," ucap Liam membuat Ayra menyunggingkan senyum. Liam selalu punya kata-kata yang positif.

"Eh kamu mau cari buku apa?" tanya Liam kemudian.

"Aku mau cari buku ekonomi, akuntansi, manajemen, sama apa aja deh," jawab Ayra sambil tersenyum lebar. Ia sendiri pun bingung karena niatnya memang mencari buku random aja buat dia baca seputar materi perkuliahan.

"Padahal di rumah kamu ada perpustakaan mini, kan? Masih kurang Ay?" tanya Liam sambil melihat-lihat buku di rak buku tentang ekonomi bisnis.

"Kok bang Liam bisa tahu di rumah aku ada perpustakaan mini nya?" tanya Ayra heran. Pasalnya itu perpustakaan pribadi milik papanya.

"Aku pernah di ajak Profesor masuk ke sana. Malahan aku pernah pinjam buku juga," jawab Liam.

"Ini kayanya cocok buat kamu baca," ucap Liam sambil menyerahkan sebuah buku ke Ayra.

"Kok aku gatau sih?" tanya Ayra yang masih tertarik dengan info Liam masuk perpustakaan ayahnya.

"Kan kamu sekolah Ay," jawab Liam sambil terkekeh.

Wah Ayra benar-benar tak habis pikir. Jadi selama ini Liam sering datang ke rumahnya. Ayra saja yang tidak tahu. Memang sih saat sekolah dulu Ayra seringnya pulang malam karena harus les privat dulu.

"Abang kok malah terus pilihin buku buat aku?" tanya Ayra heran karena Liam malah terus memberinya buku.

"Aku belum nemu buku yang aku cari. Eh Ay kalau kamu gak mau buku yang aku rekomendasiin mendingan simpen aja lagi," ucap Liam begitu menyadari sudah banyak buku yang ia masukkan ke dalam keranjang Ayra.

"Enggak kok bang, gak papa Ayra seneng aja di kasih buku," ucap Ayra sambil terkekeh pelan.

Dikasih buku aja dulu, sebelum dikasih bunga, atau dikasih mahar gitu. Pikir Ayra.

"Anak profesor memang beda," ujar Liam membuat Ayra refleks memukul lengannya.

"Kenapa sih Ay cewek seneng banget mukul-mukul kaya gitu?" tanya Liam heran.

"Ya abisnya cowok tuh emang pantes digituin," jawab Ayra asal sambil mengambil salah satu buku yang menarik perhatiannya.

"Kriteria yang membuat cowok pantas digituin tuh apa Ay?" tanya Liam.

"Cari aja bang di buku jawabannya," jawab Ayra tambah asal.

"Ayra ..." ucap Liam dengan nada gemas yang kentara dan mengacak rambut Ayra.

"Nah ganti pertanyaan. Kenapa cowok sering banget usil ngacak-ngacak rambut cewek?" tanya Ayra sambil mendengkus pelan dan membenarkan kembali tatanan rambutnya walaupun sebenarnya tidak berantakan karena Liam hanya sedikit mengacaknya.

"Cari aja di buku Ay jawabannya," balas Liam dan itu sukses membuat Ayra menggeplak Liam dengan buku yang tengah di pegangnya.

***

"Kamu belanja buku sebanyak ini gak abis uang kamu?" tanya Liam sambil berdecak melihat buku belanjaan Ayra hari ini.

"Enggak bang, karena aku dapat jatah khusus dari papa untuk beli buku tiap bulan," jawab Ayra santai dan meminum jus alpukat pesanannya.

Saat ini mereka tengah makan di resto dekat toko buku. Setelah setengah hari ini mereka keliling-keliling membeli buku.

"Anak profesor jatahnya beda ya," goda Liam.

"Ish abang ngeselin!" ucap Ayra dengan nada merenggut.

"Kamu kayanya bete banget deh Ay kalau aku ngomong-ngomongin anak profesor. Kenapa?" tanya Liam.

"Jadi gini ya bang ..." dan mengalirlah cerita dari Ayra mengenai kejadian tempo hari di kelasnya.

Liam terkekeh mendengar penuturan Ayra yang menurutnya lucu. Ketika anak lain berlomba-lomba memamerkan orang tua mereka, Ayra justru ingin menyembunyikan identitas mereka.

"Abang jangan ketawa gitu dong, kan Ay berasa berdosa banget sama papa," ucap Ayra.

"Lucu aja sih Ay, kadang semakin ingin kita menutupi sesuatu malah semakin mudah itu terbuka," jawab Liam.

"Tapi bang Liam tahu gak ada satu hal yang semakin ingin di tutupi justru dia semakin tertutup dan kadang malah membuat pemiliknya kebingungan dan seolah tak ada kesempatan untuk bisa membukanya?" tanya Ayra.

"Apa tuh Ay?" tanya Liam.

"Perasaan," jawab Ayra membuat Liam terdiam sejenak dan memandang intens ke arahnya membuat Ayra segera memalingkan muka tak ingin salah tingkah.

"Ayra udah dewasa ya, udah bisa ngomongin perasaan," ucap Liam beberapa saat kemudian sambil terkekeh dan itu membuat Ayra mendengkus melihat respon Liam akan ucapannya sebelumnya.

"Abang udah makannya? Kita pulang sekarang ya," ajak Ayra karena dia merasa semakin dekat dengan Liam semakin tidak baik-baik saja perasaannya.

Ayra takut, kecerobohannya di masa lalu bisa terulang lagi. Seandainya kecerobohan itu bisa membuat mereka semakin dekat maka Ayra akan sangat bersyukur, tapi Ayra pun takut jika kecerobohannya malah akan membuat mereka menjadi renggang kembali.

Ayra ingin kembali ke masa lalu, di saat kecerobohannya belum terjadi. Dan rasanya saat ini dirinya seperti telah sedikit mendekati masa-masa itu lagi.

"Ayo Ay," ajak Liam.

***

"Ay maaf ya aku lupa gak bawa jas hujan," ucap Liam pada Ayra.

Saat ini mereka tengah berteduh di depan sebuah toko yang tutup karena hujan cukup deras.

"Gak papa kok Bang," ucap Ayra sambil menyunggingkan senyumnya.

Ayra cukup bersyukur karena di sana ada beberapa bangku yang bisa dia pakai untuk menyimpan buku-buku nya. Kalau tidak, sungguh Ayra tidak bisa membayangkan harus berdiri sambil menenteng cukup banyak buku.

"Inget gak Ay dulu kita suka banget main hujan-hujanan?" tanya Liam membuka kembali kenangan mereka.

"Dan setelah itu kita dimarahi oleh mama," ujar Ayra sambil terkekeh.

"Terus besoknya kamu sakit dan gak masuk sekolah. Dan aku dititipin surat izin sama mama kamu," lanjut Liam.

"Pulang sekolah abang jenguk aku sambil bawain permen kapas," ucap Ayra sambil terkekeh.

"Kalau gak warna pink nanti kamu ngambek dan gamau terima," lanjut Liam.

"Jadi pengen permen kapas deh bang," ucap Ayra tiba-tiba.

"Ntar kalau hujannya udah reda kita cari deh," jawab Liam.

"Serius?" tanya Ayra dengan wajah berbinar-binar nya.

"Serius untuk kembalinya pertemanan kita," jawab Liam membuat Ayra tersenyum kikuk.

"Abang jangan bahas masa lalu lagi ya, Ay suka malu," ujar Ayra jujur.

Sepertinya kali ini dia harus meluruskan semuanya lagi. Ayra ingin memulai semuanya dari awal. Tanpa bayangan masa lalu yang selalu membuatnya canggung.

"Lucu tahu Ay." Ayra langsung memandang Liam tak percaya dengan apa yang barusan di ucapkan oleh Liam.

"Abang jahat! Masa Ay malu malah dibilang lucu," ujar Ayra sambil memanyunkan bibirnya.

"Maksud aku masa lalu nya Ay yang lucu," jawab Liam meluruskan.

"Ay tahu gak waktu itu temen aku ada yang nanyain tentang kamu," ucap Liam mengalihkan topik pembicaraan.

"Teman yang mana Bang?" tanya Ayra.

"Yang waktu itu kita ketemu di kantin. Dia sama lagi nyusun skripsi kaya aku. Katanya kamu siapa, tingkat berapa, rumahnya dimana," ujar Liam panjang membuat Ayra sedikit berpikir. Liam menceritakan itu dengan ekspresi biasa aja, itu artinya Liam tidak punya perasaan lebih, kan ke Ayra?

"Terus abang jawab apa?" tanya Ayra masih penasaran dengan respon Liam.

"Aku jawab kamu baru semester satu, rumah kamu deket rumah aku. Dan aku juga bilang jangan deketin kamu—"

"Kenapa?" potong Ayra cepat.

"Sabar dulu apa Ay," kekeh Liam.

"Aku bilang kamu itu udah kaya adik aku sendiri, dan buat cowok yang hanya main-main jangan berniat deh buat deketin kamu. lagian kamu juga baru masuk kuliah harusnya fokus dulu belajar." Keterangan dari Liam membuat Ayra tersenyum kecewa.

Memang benar ya jangan terlalu berharap. Dianggap adik? Ingin rasanya Ayra tertawa karena bukan itu yang ia harapkan.

Saat Ayra hendak bicara tiba-tiba ponsel Bian berbunyi. Ia pun mengangkat telponnya dan sedikit menjauh dari Ayra.

"Siapa bang?" tanya Ayra begitu Bian telah kembali.

"Airin," jawab Liam singkat membuat Ayra penasaran dengan nama perempuan itu.

Sepertinya itu tidak asing, tapi kapan Ayra mendengarnya?

"Pacar abang enggak nyariin abang seharian ini abang sama aku?" tanya Ayra hati-hati.

"Barusan pacar aku itu Airin. Dia tanya nanti malam bisa gak ke rumahnya buat bantuin ngerjain tugas," jawab Liam sambil tersenyum.

Dan sungguh saat ini Ayra menyesal telah mengajukan pertanyaan seperti itu pada Liam.

Hujan yang ia sukai mulai berubah menjadi hal yang ia benci. Ayra ingin hujan segera berhenti agar dirinya bisa keluar dari situasi ini.

Rintik-rintik hujan telah berubah menjadi riuh tangisan Ayra dalam batinnya. Ia ingin pergi, tidak ingin melihat Liam yang tersenyum sambil melihat ponselnya yang Ayra yakin berisi pesan dari pada sang pujaan hati.


Selamat hari Rabu Bestie😍
FYI, foto diatas itu Liam sama Airin ya gimana gimana lebih cocok sama Airin atau Ayra nihhh🤭

Jangan lupa tinggalkan jejak dan sampai jumpa di hari Sabtu💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top