3 ~ Rahasia?
Happy Reading🥰
Dua minggu sudah berlalu semenjak Ayra bertemu dengan Liam di kampus. Dan selama itu pula Ayra belum pernah bertemu kembali dengan Liam. Ayra menghembuskan napasnya keras saat malam ini ia duduk di balkon kamar memandang ke arah kamar Liam yang gelap gulita.
Kemana pria itu? Dua minggu ini Ayra tidak melihatnya bahkan di rumahnya pun sepertinya tidak ada.
Ayra bertanya-tanya ada apa dengan dirinya yang tiba-tiba ingin sekali jika Liam sekedar berkabar padanya?
"Ay jangan becanda! Memangnya kamu siapa hingga dia harus mengabari mu?" monolognya pada diri sendiri.
Malam yang semakin dingin membuat Ayra memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya.
Suara tawa dari lantai satu membuat Ayra mengerutkan keningnya, siapa tamu di jam segini? Walaupun jam 8 malam masih terbilang sore tapi sangat jarang orang tuanya menerima tamu di malam hari.
Karena penasaran Ayra pun keluar dari kamarnya dan berjalan menuju lantai satu.
Letak ruang tamu yang berada di paling depan membuat Ayra kesulitan untuk melihat siapa orang itu.
"Eh Bi, mau ke depan?" tanya Ayra pada bi Ida asisten rumah tangga di rumahnya yang kebetulan sedang membawa nampan berisi teh.
"Iya Non," jawab bi Ida.
"Biar aku aja," pinta Ayra dan mengambil alih nampan dari tangan bi Ida.
Beruntung sekali Ayra memegang nampannya dengan erat, kalau tidak sepertinya dia sudah menjatuhkan itu setelah melihat siapa tamu yang tengah berbincang dengan ayah dan ibunya.
"Ay kok kamu yang antar?" tanya papanya.
"Bi Ida kebelet Pah," jawab Ayra asal dan menyimpan teh di atas meja.
"Oh iya Ay kamu belum tahu ya kalau Liam ini asdos Papa?" tanya papanya yang membuat Ayra mengerutkan kening.
"Sini Ay duduk dulu," titah sang mama yang dituruti Ayra.
"Liam pernah ketemu Ayra gak sih di kampus?" tanya mama.
"Pernah Tante," jawab Liam dengan senyum sopannya.
"Bang Liam jadi asisten Papa? Kok aku baru tahu?" tanya Ayra.
Masalahnya ini kali pertama nya Liam bertamu seperti ini tanpa ditemani orang tuanya.
"Udah mau setahun loh Ay. Dan kebetulan beberapa minggu ini Liam lagi bantuin penelitian Papa. Hari ini dia kesini mau serahin laporan," papanya menerangkan dengan jelas dan itu membuat Ayra mengerti kenapa akhir-akhir ini dia sangat jarang melihat Liam.
"Prof Hadi, tante Nana, saya pamit pulang dulu," ucap Liam setelah beberapa saat berlalu dan Ayra beserta ibunya hanya menjadi penyimak obrolan Liam dan ayahnya.
"Baik Liam terima kasih banyak, untuk selanjutnya nanti saya kabari lagi," ucap papanya Ayra dan diangguki oleh Liam.
"Ay antar Liam sampai depan sana," perintah mamanya membuat Ayra membelalakkan mata. Senang sih, tapi malu dong Ayra.
"Tidak usah Tante," jawab Liam dengan senyumnya yang membuat Ayra malah melangkahkan kakinya mengikuti Liam.
"Kan aku bilang gak usah Ay. Kaya siapa aja harus diantar," ucap Liam begitu mereka berada di teras depan rumah.
"Ayra kan anak penurut Bang," jawab Ayra sambil tersenyum jenaka.
"Padahal dulu kamu bandel banget," ujar Liam sambil terkekeh membuat pipi Ayra memerah karena mengingat kejadian sepuluh tahun silam.
"Udah Bang jangan bahas masa lalu lagi deh," ucap Ayra dengan nada merajuk.
"Oke oke maaf. By the way gimana dengan suasana kampusnya?" tanya Liam.
"Over all Ay suka kok, dan para dosennya juga sangat baik dalam mengajar."
"Sayangnya Ay tidak melihat kamu di sana, jadi semangat ngampusnya berkurang," lanjut Ayra dalam hatinya.
"Bagus deh. yaudah aku pulang dulu ya. Bye Ayra," pamit Liam sambil melambaikan tangannya.
"Hati-hati Bang," jawab Ayra dan melakukan hal yang sama.
***
"Ay kamu serius nih gak mau kenalin kating cakep itu ke aku?" tanya Leni yang membuat Ayra mendelik.
*kating (kakak tingkat)
"Mau ngapain juga Len? Kan kamu bilang orang ganteng itu sudah pasti ada pawangnya," jawab Ayra dan melanjutkan kegiatannya menulis beberapa ringkasan materi.
"Tapi kan gak semuanya juga Ay. Mungkin aja kan kalau dia itu masih single," ucap Leni dan dalam hati Ayra mengamini ucapan Leni. Mudah-mudahan aja.
"Dia itu tetangga aku Len, dan kita gak terlalu akrab juga buat aku ngenalin temen aku ke dia," ujar Ayra beralasan.
"Sepertinya aku harus sering main ke rumah kamu deh biar ada kesempatan ketemu kakak ganteng itu," ucap Leni membuat Ayra geleng-geleng kepala.
"Yakin mau sering ke rumah aku dan ketemu papa aku nanti?" tanya Ayra sambil terkekeh.
"Kamu kabarin aja kalau papa kamu lagi gak ada di rumah, ntar aku main," jawab Leni sambil meringis.
"Ayra ada yang nyari tuh di depan kelas," ucap Ana teman sekelas Ayra yang baru masuk kelas membuat Ayra mendongak dan menatap bingung.
"Gue juga gak tahu dia siapa, temuin gih ganteng kok," lanjut Ana yang mengerti kebingungan Ayra sambil terkikik.
Walaupun bingung Ayra pun berjalan menuju keluar kelasnya. Mengetahui siapa yang tengah menunggunya membuat degub jantung Ayra lebih cepat.
"Bang Liam ada apa?" tanya Ayra pada Liam yang tengah bersandar pada tembok dengan pandangan lurus menuju ke lapangan yang memang tak jauh dari kelas Ayra.
"Eh Ra aku mau titip ini untuk Profesor," jawab Liam sambil menyerahkan satu file dan juga flashdisk.
"Kok titip aku?" tanya Ayra penasaran. Ayra boleh geer gak sih kalau Liam lagi modus?
"Profesor lagi gak masuk tadi aku telfon katanya titip kamu aja karena aku juga ada keperluan jadi kayanya gak bisa pulang," jawab Liam membuat Ayra sedikit kecewa dengan alasan masuk akalnya.
"Bang Liam sekarang mau pergi?" tanya Ayra.
"Iya Ay aku mau lanjut ngerjain skripsi," jawab Liam sambil tersenyum membuat Ayra melting.
"Oke Abang semangat ya! Semoga cepat selesai," ucap Ayra tulus.
"Makasih Ay, kamu juga semangat belajarnya jangan main cinta mulu," ujar Liam sambil terkekeh.
"Ish Bang Liam apaan sih, Abang tuh yang kaya gitu Ayra mah enggak," jawab Ayra sambil mendelik.
"Kalau aku kan udah mau lulus," jawab Liam membuat Ayra semakin mendelik tak suka mendengar jawabannya.
"Biasa aja ekspresinya," lanjut Liam yang menyadari perubahan mimik wajah Ayra.
"Ayra aku mau tanyain ini dong," tiba-tiba Leni muncul dengan membawa sebuah buku yang entah apa Ayra pun tak tahu.
"Eh masih ngobrol rupanya," lanjut Leni pura-pura tak tahu membuat Ayra menghela napas menyadari maksud temannya menghampiri dia.
"Ay kalau gitu aku pergi sekarang ya," pamit Liam dan diangguki Ayra.
"Eh kakak ini udah mau pergi aja. By the way kenalin kak aku Leni temannya Ayra," ucap Leni sambil mengulurkan tangannya.
"Kak Liam," bukan Liam yang menjawab tapi Ayra sambil menerima uluran tangan Ayra membuat Leni mendengkus pelan.
Liam terkekeh pelan dan berkata, "Oke Leni salam kenal. Tolong berteman dengan baik ya dengan Ayra. Aku permisi dulu, bye Ay."
"Hati-hati kak." Ayra hanya bisa menghela napas lagi melihat kelakuan temannya yang masih dadah pada Liam padahal orang yang bersangkutan sudah tidak menengok ke arah mereka.
"Ay jangan-jangan kamu suka ya sama kak Liam?" tanya Leni begitu Liam sudah tidak terlihat lagi.
"Jangan ngaco deh Len!" elak Ayra sambil memandang lurus ke arah lapangan persis seperti yang tadi dilakukan Liam.
"Terus kenapa kamu kayanya gak suka kalau aku mau deketin dia?" tanya Leni.
"Aku gak mau aja dia risih gitu terus hubungan aku dan dia jadi canggung. Aku dan dia tetangga loh Len, kami udah saling kenal keluarga masing-masing dengan baik, dan jika hubungan kami jadi kaya gitu apa kata orang tua kami? Lagi pula bagaimana kalau bang Liam itu udah ada yang punya? Aku kan malu Len kalau jodohin teman aku dengan seseorang yang udah punya pacar," jawab Ayra panjang lebar dan dalam hati dia sangat tidak berharap bahwa Liam benar-benar sudah memiliki pacar.
"Iya juga sih. Aku gak heran kalau orang seperti dia udah punya pacar," ucap Leni.
"Oh ya dia ada urusan apa tadi?" tanya Leni masih kepo.
"Ini," ucap Ayra sambil memperlihatkan file map dan flashdisk.
"Dia nitip ini buat papa. Dia asdos papa aku loh Len, jadi jangan macam-macam," lanjut Ayra sambil tersenyum jail.
"Idih serem juga, udah ah gak jadi aku ngejar-ngejar dia," jawab Leni sambil bergidik ngeri membuat Ayra terkekeh.
"Yuk ah masuk," ajak Ayra dan diamini oleh Leni.
"Ayra baru aja masuk kuliah udah ada yang ngapelin aja," ucap Ana iseng begitu mereka masuk kelas.
Ayra pun hanya tersenyum menanggapi.
"Yahh Ardan patah hati deh," ucap Bobi lantang dan dihadiahi tawa seisi kelas.
Ayra hanya tersenyum canggung ke arah Ardan yang juga tersenyum kikuk pada Ayra. Ardan adalah salah satu mahasiswa yang pintar juga tampan di kelas. Dan teman-temannya senang menjodohkan Ardan dan Ayra. Menurut mereka kalau Ardan dan Ayra bersatu akan menjadi couple goals.
"Kalian bisa diem gak sih, kak Liam itu cuma nitipin file buat Prof Hadi," ucap Leni membuat Ayra terbelalak dan memandang Leni yang kini masih berdiri di depan dengan tatapan memohon untuk tidak melanjutkan.
Tapi sepertinya Leni tidak menyadari situasinya bahwa dia tengah membongkar kebenaran yang selama ini ingin Ayra tutupi.
"Prof Hadi wakil rektor? Kenapa dititip ke Ayra?" tanya Bobi kepo.
"Ya dia kan papa nya Ayra," jawab Leni santai dan melenggang menuju tempat duduknya. Sedangkan teman-teman sekelasnya cukup merasa terkejut dengan kenyataan itu. Terlebih Ardan dia sungguh terkejut dengan fakta itu.
Ayra benar-benar speechless, ia tak menyangka bahwa belum genap satu bulan dia kuliah dan teman-temannya sudah mengetahui perihal papanya.
"Kenapa Ay?" tanya Leni dengan wajah tanpa dosanya begitu melihat Ayra yang tengah duduk dan memandang tajam ke arah dirinya.
"Kamu sadar kan dengan apa yang kamu ucapin barusan?" tanya Ayra.
"Sadar lah. Gini ya Ay buat apa coba menutupi hal itu. Justru hal itu bagus buat kamu, punya papa yang berpengaruh di kampus itu adalah privilege," jawab Leni penuh penekanan.
Ayra hanya menghembuskan napasnya keras. Mungkin bagi sebagian orang itu privilege, tapi bagi Ayra itu adalah tekanan. Mulai sekarang semua tingkah lakunya di sini akan selalu dikaitkan dengan papanya.
"Lagian aku tuh ingin menyelesaikan kesalahpahaman kamu dan Ardan," lanjut Leni.
"Salah paham apanya?" tanya Ayra bingung.
"Kalau-kalau Ardan menganggap kak Liam itu pacar kamu dan dia mundur dari deketin kamu gimana?"
"Leni ..." geram Ayra.
Sampai jumpa di hari Rabu👋👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top